Senin, 07 Januari 2008

Waspadai inflasi & kenaikan harga minya : BI Rate diprediksi stagnan

Halaman Depan
Senin, 07/01/2008
Waspadai inflasi & kenaikan harga minyak
BI Rate diprediksi stagnan
JAKARTA: BI Rate diperkirakan tetap tertahan pada posisi 8%, kendati ada tekanan kenaikan laju inflasi akibat kenaikan harga minyak mentah dunia pada awal tahun yang sempat menyentuh angka US$100 per barel.

Bank sentral besok mengagendakan penentuan tingkat suku bunga acuan periode Januari 2008. Setelah menahan BI Rate pada level 8,25%, rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia bulan lalu menurunkan BI Rate 25 basis poin (bps) menjadi 8%.

Ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI) Djoko Retnadi mengatakan belum ada variabel yang kuat untuk mendukung bank sentral kembali menurunkan acuan bunga bank ke level yang lebih rendah dari posisi sekarang.

Di sisi lain, tekanan inflasi akibat kenaikan harga minyak mentah dunia belum bisa menjadi referensi yang kuat bagi bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan tersebut. Angka inflasi pada Desember 2007 tercatat 1,1%, lebih tinggi dari November, yakni sebesar 0,18%.

Sementara itu, harga minyak mentah dunia yang sempat naik dan menyentuh level US$100 per barel pada Kamis pekan lalu, kembali turun menjadi US$97,91 per barel pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu. Indeks harga saham gabungan (IHSG), yang sempat turun ke level 2.715, kembali menguat pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu ke level 2.765,19.

Djoko menilai tidak ada urgensi BI Rate diturunkan karena bunga bank sudah rendah. Bunga bank saat ini maksimal 15% dan dan rata-rata 11%-12%, terutama untuk kredit usaha besar. "Saya cenderung melihat BI Rate tertahan pada level 8%," katanya, kemarin.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Moneter Budi Mulya ketika dikonfirmasi Bisnis menyebutkan RDG besok akan me-review apa yang dilakukan sebelumnya dan langkah ke depan. "Apa dan bagaimananya, nanti saja dalam RDG."

Dia menjelaskan bank sentral akan memantau perkembangan harga minyak mentah dunia saat ini dan kecenderungan ke depan, termasuk kondisi perekonomian global, selain tetap melihat kondisi perekonomian nasional.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah memberikan sinyal kemungkinan tetap menahan acuan bunga pada level 8%. Dia mengingatkan meskipun inflasi ditekan menjadi 5%, BI Rate tidak otomatis turun menjadi 5%.

Ekonom Citigroup Anton Gunawan mengatakan ada dua kemungkinan keputusan yang terjadi dalam RDG. Pertama, tidak ada pemangkasan suku bunga mengingat ekspektasi inflasi masih tinggi saat ini dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.

Kedua, BI akan mengabaikan ekspektasi kenaikan inflasi dan memangkas BI Rate sebesar 25 basis poin guna memperkecil selisih dengan bunga pasar semalam (overnight) sebelum mengeluarkan kebijakan SBI Overnight.

Namun, Anton menyarankan bank sentral semertinya fokus dalam mencapai target inflasi dan mempertahankan BI Rate pada level 8%. Rencana untuk menggunakan SBI Overnight perlu dilanjutkan.

Ekonom Indef Iman Sugema mengatakan peluang bank sentral menurunkan suku bunga acuan tetap terbuka lebar. "Namun, BI terlalu hati-hati, sehingga untuk Januari BI Rate akan tetap tertahan seperti bulan lalu."

Iman menilai tekanan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga komoditas, terutama minyak mentah dunia, tidak bisa dikendalikan oleh kebijakan moneter. Di sisi lain, kelebihan likuiditas perbankan terlalu besar. "Padahal, tidak ada gunanya BI Rate tinggi," ujarnya.

Berpeluang naik

Di sisi lain, Ekonom Bank Negara Indonesia Ryan Kiryanto berpenda-pat bank sentral sebaiknya tidak mengubah bunga yang saat ini tercatat 8% sambil menunggu perkembangan inflasi hingga Maret 2008.

Dia menilai BI Rate tahun ini justru berpeluang naik di atas 8% jika melihat kecenderungan inflasi yang tinggi, yakni di atas 6%. Hal ini karena faktor internal, yakni kenaikan harga BBM dan terganggunya distribusi barang.

Kenaikan inflasi, menurut Ryan, didorong oleh faktor eksternal, yakni kenaikan harga minyak mentah dunia yang diperkirakan berlanjut pada tahun ini. "Koordinasi yang solid antara bank sentral dan pemerintah c.q. tim ekonomi kabinet dalam mengendalikan inflasi sangat menentukan tren suku bunga acuan ke depan."

Di sisi lain, kalangan perbankan mengakui peluang BI menurunkan suku bunga sangat kecil. Sebaliknya, potensi naik justru terbuka.

Dirut Bank NISP Pramukti Surjaudaja mengatakan bank sentral diharapkan menahan suku bunga. "Kondisi BI Rate saat ini sudah baik sekali. Bank sentral bakan seharusnya bisa menjaga bagaimana agar BI Rate tetap stabil, karena dengan bertahan pad level seperti ini [8%], ekspansi kredit tetap besar dan ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik."

Direktur UKM dan Syariah BNI Bien Subiantoro mengatakan ekspansi perbankan berpeluang melampaui proyeksi tahun ini. Hal ini karena suku bunga acuan telah memberikan optimisme kepada bank untuk menurunkan bunga bank.

Suku bunga perbankan rata-rata 11%-15%. Dengan BI Rate tahun ini stabil pada 8%, bank bisa menurunkan bunga tertingginya dari 15% menjadi 12% yang didorong oleh semakin kecilnya NPL, katanya. (10/ hery trianto) (redaksi@bisnis.co.id)

Bisnis Indonesia


Tidak ada komentar: