Rabu, 16 Januari 2008

BI : Waspadai potensi lonjakan inflasi

Ekonomi Makro
Kamis, 17/01/2008
BI: Waspadai potensi lonjakan inflasi
JAKARTA: Bank Indonesia (BI) mengingatkan pemerintah potensi kenaikan inflasi yang lebih tinggi pada Januari ini menyusul terganggunya distribusi bahan makanan.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S. Goeltom mengatakan dalam bulan Januari ini, rata-rata selama 10 hari terakhir inflasi di atas 1,13%, sementara pada tahun lalu tercatat hanya 1,9%.

"Tekanan inflasi bukan hanya karena faktor kenaikan harga kedelai, kita juga lihat tekanan dari bahan makanan jadi dan sebagainya. Namun, inflasi bulan ini bukan patokan bagi menggambarkan inflasi secara keseluruhan pada 2008 ini," katanya, kemarin.

Menurut dia, faktor kenaikan inflasi dipicu oleh kenaikan harga bahan makanan sehingga pemerintah harus melakukan sesuatu untuk mengurangi harga tersebut seperti menurunkan bea masuk hingga 0% untuk komoditas kedelai.

Saat ini, katanya, pengendalian bahan-bahan makanan sangat penting supaya tidak terlalu menekan kenaikan harga. BI sendiri terus membantu pemerintah terutama dalam memberikan informasi mengenai tekanan harga.

Di tempat terpisah, Menko Perekonomian Boediono menyatakan siap menambah jumlah importir kedelai kapan saja jika diperlukan sebagai upaya menekan harga. Namun, dia mengatakan pemerintah tidak dapat berbuat banyak atas kenaikan harga kedelai di pasar internasional tersebut. "Apa pun yang dapat dilakukan untuk menekan biaya akan kami lakukan," ujarnya.

Menurut dia, kenaikan harga kedelai di pasar internasional sudah di luar kendali pemerintah. Kendati begitu, pemerintah akan mengawasi dan memangkas sejumlah biaya yang menyertai komoditas itu.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Agricultural Policy Studies H.S. Dillon menilai kebijakan revitalisasi pertanian pemerintah masih menjadi wacana dan komoditas politik, menyusul ketergantungan bahan-bahan pokok kepada pasar internasional.

Karena itu, pemerintah perlu bersiap-siap menghadapi risiko gejolak harga bahan makanan pokok yang lebih parah, menyusul maraknya konversi tanaman pangan menjadi tanaman energi.

"Sampai sekarang belum ada kebijakan konkret yang diberikan pada petani untuk meningkatkan produksi beras dan bahan-bahan pokok lainnya. Akibatnya, impor bahan pangan menjadi solusi yang terus diambil," tuturnya kemarin. (10) (arif.gunawan@bisnis.co.id/diena.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Arif Gunawan S. & Diena Lestari
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: