Senin, 19 November 2007

NAB REKSA DANA BAKAL TEMBUS RP.200TRILIUN

Bursa
Selasa, 20/11/2007
NAB reksa dana bakal tembus Rp200 triliun
JAKARTA: Total dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana 2008 berpeluang besar menembus Rp200 triliun, meningkat dua kali lipat dari NAB sepanjang tahun ini yang diprediksikan mencapai Rp100 triliun.

Head of Operations & Technical Services PT Infovesta Utama Ignasius Purnomo mengatakan perekonomian yang terus membaik seiring dengan tren penurunan suku bunga BI menjadi indikator meningkatnya NAB reksa dana.

Selain itu, berdasarkan perhitungan Infovesta, indeks harga saham gabungan (IHSG) diperkirakan akan terus menguat sepanjang 2008.

"Berdasarkan perhitungan yang kami buat, IHSG pada April 2008 menguat hingga Rp2,950-Rp3,000 dan ada peluang BI Rate terpangkas 25 basis poin," ujarnya, akhir pekan lalu di sela-sela workshop Reksa Dana.

Purnomo optimistis akan peningkatan NAB itu seiring dengan tingginya kesadaran masyarakat akan salah satu wadah investasi tersebut.

Sementara itu, Analis Infovesta Rudiyanto menambahkan target NAB pada 2008 sebesar Rp200 triliun itu sangat masuk akal dan mudah dicapai karena adanya tren pemindahan dana pada 2008 nanti.

"Masyarakat melihat perbandingan antara deposito dan reksa dana. Return reksa dana yang cukup tinggi menyebabkan masyarakat memindahkan dananya dari deposito ke reksa dana," ujarnya, kemarin.

Menurut Rudiyanto, reksa dana saham akan menjadi pilihan yang dituju karena masyarakat yang meng-alihkan dananya berpikir aman dan tidak berani mengambil risiko.

Faktor lain yang turut menjadi indikator peningkatan NAB pada 2008 adalah nilai nominal reksa dana yang kecil sehingga orang dengan penda-patan menengah pun bisa masuk.

Di pihak lain, Direktur Utama PT Danareksa Investment Management Priyo Santoso mengatakan total dana kelolaan tahun depan diperkirakan mampu melampui pencapaian 2005 yaitu Rp110 triliun.

"Saya optimistis tahun depan kinerja reksa dana tetap tumbuh karena pasar modal masih menjanjikan dan rendahnya tingkat suku bunga bank mengharuskan pemodal mencari sumber investasi yang menawarkan return lebih tinggi," paparnya.

Data Infovesta per 15 November 2007, dana kelolaan reksa dana mencapai Rp86,02 triliun, meningkat 70,02% dibandingkan Desember 2006 sebesar Rp50,54 triliun.

Purnomo menambahkan jumlah reksa dana di Indonesia saat ini mencapai 427 reksa dana. Reksa dana pendapatan tetap tercatat menyumbang jumlah paling besar yakni mencapai 159 disusul dengan reksa dana campuran, terproteksi, saham, dan indeks.

Menurut dia, tingginya reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran disebabkan masyarakat Indonesia masih memilih investasi yang bersifat aman.

Jumlah reksa dana per 15 November 2007 mencapai 427 produk atau tumbuh 13,87% dibandingkan tahun 2006 sebanyak 375 produk.

Pertumbuhan reksa dana tersebut dipastikan akan terus meningkat se-iring dengan pertambahan produk reksa dana yang masih menunggu pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Ke-uangan (Bapepam-LK).

Tunggu izin

Kepala Biro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto mengatakan saat ini masih tersisa 40 pernyataan pendaftaran yang menunggu izin efektif dari Bapepam-LK.

Pihaknya, ujar dia, kini tengah mempercepat proses pemeriksaan terhadap dokumen pernyataan itu dengan target penyelesaian dalam dua minggu ke depan.

"Tim task force kami berupaya sesegera mungkin menyelesaikannya dengan tidak mengurangi kualitas dan melampaui prosedur yang dilakukan dalam penelaahan terhadap dokumen pendaftaran," ujar dia, belum lama ini. (06)(rahayuningsih@bisnis.co.id)

Oleh Rahayuningsih
Bisnis Indonesia

TEMASEK HARUS PILIH INDOSAT ATAU TELKOMSEL

Halaman Depan
Selasa, 20/11/2007
Temasek harus pilih Indosat atau Telkomsel
JAKARTA: Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang menilai Temasek Holdings Pte Ltd telah melanggar UU Antimonopoli dan memiliki kepemilikan silang di dua perusahaan telekomunikasi Indonesia, menekan harga saham PT Indosat Tbk dan PT Telkom.

Pada penutupan perdagangan di BEJ kemarin, harga saham Indosat dan Telkom turun masing-masing Rp400 dan Rp50 menjadi Rp8.400 dan Rp10.450. Bobot saham Telkom yang besar dalam perhitungan indeks berpengaruh pada indeks harga saham gabungan (IHSG) yang turun 0,82% ke level 2.646,81.

Dalam pembacaan keputusan kemarin, KPPU menyatakan kepemilikan silang Temasek pada Indosat dan Telkomsel melanggar Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Temasek memiliki 40,77% saham di PT Indosat Tbk melalui Indonesia Communcation Pte Ltd, sedangkan di PT Telkomsel, Temasek memiliki saham 35% melalui Singapore Telecom Mobile Pte Ltd. Kepemilikan silang itu merugikan pasar dan pelanggan telepon seluler. Sejak 2003-2006, pelanggan Telkomsel dan Indosat dirugikan Rp14,7 triliun-Rp30,8 triliun.

Dalam kasus kepemilikan silang itu, 10 pihak menjadi terlapor, yakni Temasek Holdings Pte, Ltd, Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT), STT Communication Ltd, Asia Mobile Holding Company Pte Ltd, Asia Mobile Holding Pte Ltd, Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte Ltd, SingTel, Singtel Mobile Pte Ltd, PT Telkomsel.

PT Telkomsel, kata pimpinan sidang Majelis Komisi KPPU Syamsul Ma'arif, sebagai pemimpin pasar telekomunikasi di dalam negeri telah menetapkan harga jasa telekomunikasi secara eksesif. Konsekuensinya, operator menikmati eksesif profit, sedangkan konsumen mengalami kerugian.

Mengingat PT Indosat Tbk dan PT Telkomsel Tbk tercatat di New York Stock Exchange, Head of Research Recapital Securities Poltak Hotradero mengatakan otoritas bursa AS akan meminta penjelasan mengenai dampak keputusan, kekuatan legalnya, serta keterkaitan KPPU dengan pemerintah Indonesia.

Temporer

Head of Research Mega Capital Indonesia Felix Sindhunata menilai keputusan itu akan berdampak temporer terhadap kinerja kedua saham perusahaan tersebut. "Yang jadi masalah kepercayaan pemodal asing. Mereka memandang keputusan ini mengandung unsur politis. Untuk membuktikan itu tak terjadi, KPPU harus memberi penjelasan rinci."

Menyangkut iklim investasi, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menegaskan selama proses hukum sudah dilalui dengan benar, kekhawatiran hengkangnya investor tak perlu terjadi.

Sementara itu, Meneg BUMN Sofyan Djalil menegaskan instansinya tidak campur tangan atas keputusan KPPU. "Itu bukan sesuatu yang final, karena Temasek masih memiliki kesempatan untuk melakukan banding."

Secara terpisah, Sekretaris Menneg BUMN Muhammad Said Didu meminta keputusan KPPU tidak dikaitkan dengan rencana pemerintah membeli kembali Indosat dari STT. Kuasa Hukum Temasek Todung Mulya Lubis menyatakan dia akan melakukan banding atas putusan KPPU itu. (06/Arif Pitoyo/Abraham Runga) (puji.lestari@bisnis.co.id/tri.dp@bisnis.co.id/suwantin.oemar@bisnis.co.id)

Oleh Puji Lestari, Tri D. Pamenan & Suwantin Oemar
Bisnis Indonesia

PREDIKSI PUTUSAN ATAS TEMASEK BAKAL TEKAN BURSA

Bursa
Selasa, 20/11/2007
PREDIKSI
Putusan atas Temasek bakal tekan bursa
JAKARTA: Pasar modal domestik diperkirakan bakal tertekan dalam beberapa waktu ke depan menyusul keputusan atas Temasek yang dinilai terbukti memiliki kepemilikan silang di dua perusahaan telekomunikasi Indonesia.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin ditutup turun 0,82% atau 21,89 poin ke level 2.646,81. Indeks turun kedua kalinya sejak Jumat.

Head of Research Recapital Securities Poltak Hotradero menilai penurunan yang terjadi kemarin banyak disebabkan oleh sentimen negatif terhadap dampak keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap Temasek.

Menurut dia, indeks sejak pembukaan bergerak naik akan tetapi ketika keputusan tersebut diumumkan pelaku pasar langsung merespons secara negatif sehingga indeks tergerus.

Temasek adalah perusahaan pengelola investasi asal Singapura. Melalui dua anak usahanya, perusahaan ini mempunyai saham di PT Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Poltak menyebutkan kedua saham telekomunikasi tersebut terpukul jatuh diikuti oleh sejumlah saham emiten lain yang mempunyai keterkaitan dengan Temasek a.l. PT Bank Internasional Indonesia Tbk dan PT Bank Danamon Tbk.

Di samping itu, aksi ambil untung pemodal terhadap saham PT Bumi Resources Tbk juga mendorong indeks untuk turun. Saham Bumi menduduki peringkat pertama yang menyumbang penurunan bagi indeks sebanyak 8,51 poin, setelah harga sahamnya anjlok Rp300 menjadi Rp4.300.

Di tempat kedua ada Indosat yang menyebabkan indeks berkurang sebanyak 3,18 poin. Adapun harga saham telekomunikasi ini turunRp400 menjadi Rp8.400, saham Telkom turun Rp50 menjadi Rp10.450.

Di sisi lain, sejumlah saham perbankan seperti PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Niaga Tbk mampu membukukan kenaikan harga. Saham BBCA dan BBRI naik masing-masing Rp150 dan Rp100 menjadi Rp7.100 dan Rp7.850.

Oleh Pudji Lestari
Bisnis Indonesia

PIAGAM ASEAN = PIAGAM LIBERALISASI

Ekonomi Makro
Selasa, 20/11/2007
Piagam Asean = Piagam Liberalisasi?
Hari ini, 10 kepala negara dijadwalkan menandatangani Asean Charter (Piagam Asean) yang terdiri dari Preambule, 13 bab dan 55 pasal di Konferensi Tingkat Tinggi Asean ke-13 di Hotel Shangri-La, Singapura.

Seperti sudah menjadi kebiasaan dalam kerangka kerja sama Asean, apapun ditandatangani dulu, baik di tingkat Menteri maupun Kepala Negara, sedangkan kesiapan pelaksanaan masing-masing negara itu urusan belakang.

Sejatinya kerja sama ini mempunyai cita-cita tinggi. Namun, padatnya materi dengan waktu yang sempit, membuat pembahasan di dalam negeri masing-masing tidak solid dan seadanya. Padahal, piagam ini disebut-sebut memiliki kekuatan hukum dan mengikat bagi pemangku kepentingan.

Target ditandatanganinya Piagam Asean (PA) ini agar negara di kawasan Asia Tenggara menjadi Masyarakat Asean pada 2015 seperti halnya Masyarakat Uni Eropa.

Pertemuan setingkat Kepala Negara pada awal 2007 di Cebu, menyepakati mempercepat menciptakan pasar tunggal di Asean sebagai salah satu blok perdagangan terbesar di dunia.

Penciptaan Asean menjadi pasar tunggal dan basis produksi yang kompetitif dan terintegrasi dengan memfasilitasi arus perdagangan, investasi, dan arus modal, yang lebih bebas tertuang dalam Bab 1 piagam itu.

Pasar tunggal dan basis produksi merupakan salah satu pilar penting dari Asean Economic Community (AEC) bagian aksi PA seakan menjadi 'ruh' kekuatan menuju liberalisasi pada 2015.

Beberapa hal kerja sama diklaim Pemerintah Indonesia cukup membanggakan. Pasalnya, pemerintah berhasil mencantumkan kepentingan nasional dalam PA tersebut a.l.:

  • Konsep regional resilience, comprehensive security, & kekuatan demokrasi.

  • Penekanan kedaulatan dan integritas teritorial serta tidak menggunakan wilayah Asean untuk upaya yang mengancam kedaulatan negara.

  • Pembentukan pasar tunggal dan basis produksi serta upaya memfasilitasi arus perdagangan, investasi, modal, pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja, serta mekanisme penyelesaian sengketa secara damai.

  • Diperkuatnya peran KTT dalam berbagai hal termasuk untuk memutuskan hal yang terkait dengan pelanggaran serius atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan dalam Piagam.

    Intisari Cetak Biru AEC sejatinya memuat kerangka dan elemen, rencana aksi dan target hingga 2015. Salah satu kerangka AEC memuat masing-masing elemen a.l. pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang kompetitif, pengembangan UKM dalam rangka integrasi, dan integrasi penuh menuju ekonomi global.

    Pengurangan tarif sampai dengan 2010, mengeliminasi hambatan non-tarif dalam tiga tahap (tahap I/2008, tahap II/2009 dan tahap final/2010), perbaikan rules of origin dan fasilitas perdagangan (seperti Asean Single Windows 2008) menjadi 'titah' dari semangat kelancaran arus barang.

    Sementara itu, semangat kelancaran arus investasi dalam Cetak Biru AEC adalah memfinalisasi Asean Investment Area pada 2008, dan liberalisasi (2008-2009) dengan target awal mengurangi restriksi investasi, hingga misi kerja sama investasi.

    Dalam AEC disebutkan pasar tunggal dan basis produksi ini dapat diwujudkan dengan terciptanya kelancaran arus modal dan liberalisasi keuangan.

    Implementasi cetak biru AEC tetap memerhatikan perbedaan pembangunan dan kesiapan anggota. Khusus Asean-4 (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam) memperoleh fleksibilitas waktu pencapaian, sedangkan Indonesia bagian Asean-6 harus sesuai jadwal.

    Ironisnya, para menteri disebut-sebut juga relatif jarang membahasnya, yaitu sekali dalam Asean Economic Minister (AEM) dan materi disiapkan dalam dua-tiga kali pertemuan setingkat dirjen/senior (SEOM). Konon pertemuan tingkat senior itu pun disiapkan oleh Asean Secretariat dari hasil pertemuan Working Group.

    Piagam Liberalisasi

    Hal ini makin mengesankan bahwa dunia usaha terlebih lagi masyarakat nyaris tidak mengetahui kalau nasib mereka dipertaruhkan dalam Piagam 'Liberalisasi' Asean.

    Padahal, setelah Piagam Asean ini ditandatangani, pantang untuk mundur. Bila itu dilakukan tentu akan menurunkan kredibilitas. Kiranya, sudah saatnya pemerintah bersama stakeholders mengkaji implikasi kesepakatan Cetak Biru AEC terhadap kebijakan strategis dan peraturan perundangan terkait prioritas utama.

    Hal penting lainnya mengantisipasi dan persiapan penerapan fleksibilitas untuk sektor yang disepakati sebagai kategori sensitif dan menguasai hajat hidup orang banyak.

    "No question and no time untuk meributkan integrasi ekonomi Asean saat ini, yang harus disiapkan tindakan nyata Cetak Biru AEC setelah Piagam Asean ditandatangani," tegas Edy Putra Irawady, Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan.

    Adalah kewajiban pemerintah melaporkan pelaksanaannya setiap enam bulan setelah ditandatanganinya PA. Oleh sebab itu, pemerintah harus meningkatkan koordinasi dan mengoptimalkan peluang pasar dan investasi dari kerja sama kawasan ini.

    Bukan sebaliknya, menjadikan Indonesia sebagai tujuan pasar atau tempat mengeksploitasi sumber daya alam yang membuat industri nasional tersingkir dan tidak jadi pemain global. "Petani dan nelayan secara turun menurun hidup pasa-pasan dan angka kemiskinan meningkat," tambahnya.

    Semangat Preamble Asean Charter 'cukup mulia' yaitu memuat komitmen mewujudkan Komunitas Asean yang damai, aman, stabil dan sejahtera dengan target untuk generasi mendatang.

    Namun, ironisnya beberapa bulan sebelum Piagam Asean ini ditandatangani, Malaysia kian agresif mempatenkan berbagai produk asli putra bangsa seperti batik, angklung, bahkan mengklaim karya cipta lagu anak bangsa.

    Pertanyaannya, di mana penghargaan terhadap kedaulatan, persamaan, dan identitas nasional yang menjadi semangat prinsipal Bab I Piagam Asean itu.

    Pertanyaan berikutnya, bagaimana mungkin Thailand juga memberlakukan tarif bea masuk di atas 40% untuk kopi Indonesia misalnya. Padahal, dalam Bab I juga disebutkan penghormatan terhadap peraturan perdagangan Asean, serta penghapusan hambatan perdagangan yang menghambat integrasi ekonomi yang berorientasi pasar.

    Sementara itu, Indonesia terus melangkah maju. Di akhir Oktober, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menghapus tarif bea masuk 1.165 produk dari berbagai sektor yang termasuk skema Common Effective Preferential Tariff for Asean Free Trade Area terhitung mundur 1 Januari 2007.

    Indonesia memang selalu menjadi good boy, terus berpacu mengimplementasikan berbagai kesepakatan sesuai jadwal sehingga sering tidak memperhatikan kesiapan industri dalam negeri.

    Tidak jarang kebijakan yang diterbitkan pemerintah tidak bisa diimplementasikan dengan baik, karena bertentangan dengan kebijakan lainnya, seperti Perpres Daftar Negatif Investasi yang akhirnya akan direvisi.

    Kiranya Kepala Negara perlu tegas dalam memberikan arahan dan menunjuk menterinya yang mampu mendorong dan mempunyai nasionalisme tinggi sehingga menjadikan Indonesia sebagai pemain regional.

    Bukan malah menjadikan Tanah Air sebagai target pasar dari negara Asean yang lebih maju seperti Singapura dan Malaysia. Pasar yang besar dan nasib 220 juta penduduk Indonesia dipertaruhkan dalam Piagam Asean, karena hingga saat ini kebijakan pengembangan industri nasional pun masih belum jelas.

    Tentunya kita tidak ingin pasar tunggal dan basis produksi diterjemahkan secara sederhana, bahwa negara Asean lainnya bisa memperoleh bahan bakunya dari Indonesia, selanjutnya diolah dan akhirnya dipasarkan kembali di Tanah Air.

    Kalau itu yang terjadi, pertanyaannya untuk kepentingan siapakah Piagam Asean ini diteken? Negara anggota yang lebih majukah atau perusahaan multinasional yang di negaranya miskin sumber daya alam dan terbatas pasarnya? (neneng.herbawati@bisnis.co.id)

    Oleh Neneng Herbawati
    Wartawan Bisnis Indonesia

  • DINAMIKA "EKONOMI 2008 TUMBUH LEBIH BAIK"

    Ekonomi Makro
    Selasa, 20/11/2007
    DINAMIKA
    'Ekonomi 2008 tumbuh lebih baik'
    SURABAYA: Sejumlah kalangan optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada 2008 yang diprediksi mencapai 6,5%, meski asumsi itu sangat tergantung pada pergerakan harga minyak mentah dunia yang terus berada di level US$90 lebih per barel.

    Vice President Senior Economic Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan bila mencermati indikator makroekonomi yang terjadi pada 2007, tim ekonomi BNI optimistis proyeksi pertumbuhan 2008 sebesar 6,5% akan tercapai.

    "Pertumbuhan 2008 diprediksi trennya akan lebih baik sedikit dibandingkan dengan capaian 2007. Pertumbuhan itu berada pada level optimistis sebesar 6,5%, proyeksi pesimistis bisa mencapai 6,4%," ungkap Ryan kepada pers seusai Diskusi Prospek Ekonomi dan Politik Indonesia pada 2008 di Surabaya, kemarin. (Bisnis/k21)

    INTEGRASI EKONOMI ASEAN, SIAPA PALING DIUNTUNGKAN?

    Umum
    Selasa, 20/11/2007
    Integrasi ekonomi Asean, siapa paling diuntungkan?
    Denis Hew, peneliti di Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, pernah mengatakan dalam satu publikasinya pada Juni 2003 bahwa pembentukan Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community/AEC) perlu dilakukan secara bertahap.

    Menurut dia, sebaiknya diupayakan dulu Asean Free Trade Area/AFTA-Plus. Artinya, kawasan perdagangan bebas Asean yang sudah diimplementasikan sejak 2003, diperluas cakupannya sehingga meliputi liberalisasi arus modal dan tenaga kerja sekaligus.

    Selain itu, karena kenyataan bahwa tak semua negara anggota Asean memiliki kemampuan ekonomi yang relatif setara, maka liberalisasi menuju AEC perlu dimotori lebih dulu oleh enam negara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia, dan Brunei.

    Sementara itu, Kamboja, Laos, Vietnam dan Myanmar dilibatkan di kemudian hari setelah segala sesuatunya mantap dan memadai. Masih relevankah pendapat Denis Hew?

    Sesuai dengan kesepakatan terakhir, pembentukan AEC yang awalnya diusulkan PM Singapura (waktu itu) Goh Chok Tong dalam KTT Asean di Phnom Penh, Kamboja, pada 4 November 2002 tersebut, dijadwalkan terealisasi pada 2015.

    Hari ini, AEC Blueprint akan dideklarasikan dalam rangkaian KTT ke-13 Asean di Singapura. Momentum ini menandai optimisme para pemimpin negara anggota Asean terkait dengan pembentukan komunitas ekonomi kawasan, yang lagi-lagi mirip dengan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa beberapa tahun lalu.

    Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu, yang selama ini terlibat aktif dalam konseptualisasi AEC Blueprint, belum lama ini mengatakan cetak biru itu merupakan dokumen yang sangat penting untuk menuntun semua negara anggota Asean mewujudkan sebuah komunitas ekonomi pada 2015.

    Menurut dia, cetak biru tersebut akan menuntun proses pembentukan kebijakan di semua negara anggota Asean agar kebijakan nasional dapat bersinergi dengan komitmen regional.

    AEC merupakan satu dari tiga pilar perwujudan Asean Vision 2020. Dua pilar lainnya adalah Asean Security Community dan Asean Socio-Cultural Community.

    Berdasarkan kesepakatan dalam KTT Asean di Cebu, Filipina, Januari lalu, pencapaian integrasi ekonomi melalui AEC akan dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Untuk mewujudkan AEC yang dipercepat tersebut, disusunlah AEC Blueprint yang mencakup karakteristik, elemen, rencana aksi prioritas, target dan jadwal pencapaiannya.

    Cetak biru tersebut memuat empat kerangka utama AEC, yaitu single market and production base, competitive economic region, equitable economic development, serta full integration into global economy.

    Dengan pendeklarasian AEC Blueprint, 10 negara anggota Asean harus mengharmonisasikan kebijakan ekonominya, khususnya terkait dengan kebijakan perdagangan dan jasa, kebijakan investasi serta kebijakan ketenagakerjaan yang mengacu pada cetak biru itu.

    Tentu saja akan banyak kendala, lebih-lebih yang terkait kebijakan bea cukai. Denis Hew sejak awal mengisyaratkan sulitnya kebijakan bea cukai setiap negara anggota Asean untuk menghapus hambatan perdagangan dan sejenisnya.

    Siapa paling untung?

    Integrasi perekonomian regional ala AEC yang sedang diupayakan tersebut sesungguhnya merupakan sesuatu yang wajar. Uni Eropa niscaya merupakan contoh paling spektakuler tentang regionalisme perekonomian. Kawasan itu bahkan telah punya mata uang bersama, euro.

    Pertanyaannya kemudian adalah, siapa paling diuntungkan dengan proyek besar pembentukan AEC, khususnya di rangkaian tahapannya?

    Di tingkat ide, integrasi perekonomian Asean yang direkatkan oleh tema liberalisasi kawasan tentu bakal menawarkan aneka peluang dan sekaligus tantangan bagi masing-masing anggota Asean.

    Persoalan bakal muncul dan berpotensi mementahkan pembentukan AEC bila di rangkaian tahapannya beberapa negara merasa tidak mendapat manfaat maksimal atau merasa cenderung dirugikan.

    Problem ini mengandaikan, laju pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran antarnegara anggota Asean tetap njomplang. Atau yang lebih mengkhawatirkan bila justru ada negara yang dengan mengikuti tahapan-tahapan pembentukan AEC merasa malah dirugikan. Pada titik ini, agenda pembentukan AEC bisa berantakan.

    Tenggat 2015 memang relatif masih lama. Namun, bergulirnya waktu bisa terasa makin cepat, apalagi bila tekanan ekonomi global kian memaksa berbagai negara melakukan penyesuaian baru, terutama dalam kebijakan perekonomiannya. Melambungnya harga minyak bumi beberapa waktu terakhir adalah contoh nyata.

    Akhirnya, harus diakui bahwa Cetak Biru Komunitas Ekonomi Asean sampai sejauh ini masih merupakan sebentuk konsep yang ideal di tingkat ide, tapi tampaknya bakal menemui aneka hambatan yang tak kalah sengit dan pelik dibandingkan dengan hambatan perdagangan itu sendiri.(tomy.sasangka@bisnis.co.id)

    Oleh Tomy Sasangka
    Wartawan Bisnis Indonesia

    BI : PERBANK HADAPI PENINGKATAN RISIKO 2008

    Keuangan
    Selasa, 20/11/2007
    BI: Perbankan hadapi peningkatan risiko 2008
    JAKARTA: Tingginya harga minyak membuat indeks stabilitas keuangan (Financial Stability Index/FSI) diperkirakan naik ke level 1,27 sekaligus membawa perbankan kembali menghadapi peningkatan sejumlah risiko pada 2008.

    Bank Indonesia memperkirakan indeks stabilitas keuangan pada akhir semester II/2007 mencapai 1,27 atau naik tipis dibandingkan dengan pencapaian pada posisi semester I/2007 sebesar 1,21.

    Naiknya indeks tersebut mencerminkan kualitas stabilitas sistem keuangan yang menurun. Pada akhir semester II/2006, FSI mencapai 1,37 atau nilai cukup rawan bagi sistem keuangan.

    Direktur Direktorat Pengaturan dan Pengawasan Perbankan BI Halim Alamsyah mengatakan sistem keuangan akan terpengaruh ekses likuiditas global, lonjakan harga minyak, serta belum selesainya krisis subprime mortgage.

    Dia menjelaskan perbankan yang menguasai 80% total aset sektor keuangan nasional, akan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Di sisi domestik, katanya, bank perlu waspada terhadap dampak persaingan menjelang pemilu terutama terkait kondisi keamanan.

    "Ekses likuiditas masih terjadi meskipun ekspansi kredit pada 2008 akan lebih cepat. Namun, peningkatan sejumlah risiko tetap harus dicermati," jelasnya dalam diskusi Kajian Stabilitas Keuangan, kemarin.

    Menurut dia, potensi instabilitas yang perlu diwaspadai berupa belum tuntasnya penyelesaian restrukturisasi kredit, belum optimalnya penerapan manajemen risiko serta kelemahan dalam sistem informasi manajemen kredit perbankan.

    Dia mencontohkan semakin besarnya penyaluran kredit konsumer tanpa diimbangi kualitas kredit yang membaik, sementara pinjaman untuk investasi dan produksi justru tak besar.

    Stress test

    Namun, Halim menegaskan hasil stress test menunjukkan ketahanan perbankan dari sisi modal dan pembentukan cadangan, saat ini cukup stabil terhadap perubahan indikator makroekonomi seperti nilai tukar dan suku bunga.

    Dia menambahkan sektor korporasi dan konglomerasi turut memperlihatkan ketahanan. Estimasi BI menunjukkan 75 korporasi besar yang dianalisis menunjukkan probability of default sebesar 0,5, jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya mendekati level 1.

    BI, kata Halim, optimistis pertumbuhan kredit pada 2008 mencapai di atas 22%. Hingga pekan ketiga Oktober 2007, kredit baru mencapai 23,95% dengan delta sebanyak Rp168 triliun atau di atas ekspektasi akhir tahun Rp150 triliun.

    Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan BI Wimboh Santoso menyebutkan angka indeks stabilitas keuangan di atas 2 akan membahayakan sistem keuangan. "Pada 2005 kita pernah di atas 2% dan itu sangat tidak menguntungkan. Kali ini kami berharap harga minyak turun sehingga indeksnya juga turun," ujarnya.

    Director Equity Research & Banking Analyst Credit Suisse Securities Indonesia Mirza Adityaswara menambahkan investor memandang positif naiknya pencadangan provisi di perbankan.

    "Saat ini, pencadangan NPL di atas 100% seperti BRI, BCA, Danamon, Panin, dan Lippo. Itu disukai investor dibandingkan dengan dua tahun lalu di mana pencadangan rata-rata hanya 50%," tuturnya.

    Mirza menambahkan bank perlu mencermati dampak aturan dimasukkannya aturan provisi anak perusahaan keuangan. Saat ini beberapa multifinance yang dimiliki bank a.l. WOM Finance, FIF, Adira, Clipan Finance, Oto Multiartha, Astra Sedaya, dan BNI Multifinance. (fahmi.achmad@bisnis.co.id/arif.gunawan@bisnis.co.id)

    Oleh Fahmi Achmad & Arif Gunawan S.
    Bisnis Indonesia

    Jumat, 16 November 2007

    BI : BANK KUATKAN ASPEK OPERASIONAL

    Halaman Depan
    Jumat, 16/11/2007
    BI: Bank kuatkan aspek operasional
    JAKARTA: Masih berlanjutnya dampak krisis subprime mortgage dan lonjakan harga minyak membuat Bank Indonesia menyusun kebijakan dan peraturan pada 2008 yang lebih mengacu pada penguatan aspek operasional bank.

    Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D. Hadad mengatakan risiko kredit berpotensi meningkat seiring belum selesainya dampak negatif dari kasus subprime mortgage dan harga minyak global yang tinggi

    Dia mencontohkan sejumlah bank dan lembaga keuangan internasional seperti Citigroup dan Bank of America kemungkinan menderita rugi besar pada laporan akhir tahun.

    Muliaman menyebutkan sistem perbankan di Tanah Air justru menunjukkan kestabilan serta adanya perbaikan kinerja dari sisi keuangan seperti total aset, perolehan dana masyarakat, penyaluran kredit serta laba.

    "Dari sisi keuangan, bank mampu mencatatkan modal yang cukup dan untung besar. Jadi penguatan aspek operasional menjadi tujuan dan sasaran dari kebijakan ke depan," katanya dalam satu seminar prospek ekonomi, kemarin.

    Arah kebijakan perbankan dan inisiatif BI 2008
    1.Fokus pada pemantapan stabilitas sistem keuangan.
    2.Melanjutkan langkah penguatan struktur perbankan.

  • Peningkatan efektivitas manajemen risiko

  • Persiapan penerapan Basel II

  • Tata kelola perusahaan yang baik

  • Penyempurnaan sistem informasi manajemen kredit

  • Penyempurnaan kebijakan dan prosedur perkreditan

  • Peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
  • 3.Meningkatkan perhatian pengawas pada bank dengan debitor yang jenis usahanya tergantung pada BBM.
    4. Monitoring yang ketat terhadap pelaksanaan restrukturisasi dan hapus buku pada bank-bank BUMN.
    Sumber: Makalah Muliaman Hadad, 15 November 2007

    Menurut dia, acuan kebijakan 2008 menekankan pada penerapan manajemen risiko seperti memaksimalkan peran komisaris dan direksi serta komite pengawas debitor yang jenis usahanya tergantung BBM.

    Dia menjelaskan penerapan Basel II yang menekankan implementasi tata kelola perusahaan harus terlihat dalam penyempurnaan sistem informasi manajemen kredit ataupun penyempurnaan kebijakan dan prosedur perkreditan

    Muliaman mengungkapkan faktor peningkatan risiko menjadi perhatian utama meskipun ekspansi kredit tahun depan diperkirakan tumbuh 22% hingga 24%, sementara rasio kredit bermasalah pada kisaran 5% sampai 5,5%.

    Namun, Muliaman mengakui proyeksi itu belum memasukkan potensi tekanan inflasi akibat kenaikan harga minyak. Dia menyebutkan target pertumbuhan kredit 22%-24%, cukup moderat dari ekspektasi pencapaian 2007 sebesar 22%.

    "Memang ada faktor harga minyak, saya berharap bank-bank melakukan perhitungan sendiri dan stress test karena mereka yang tahu dampak terhadap kreditnya," ujarnya.

    BI menilai penyaluran kredit investasi masih mengalami hambatan karena adanya persepsi perbankan mengenai daya saing Indonesia, serta belum jelasnya kelanjutan proyek infrastruktur.

    Akses UMKM

    Muliaman mengemukakan perluasan akses terhadap UMKM akan menjadi sandaran bagi bank menyalurkan likuiditas. Dia menyebutkan bank perlu menurunkan suku bunga kredit yang selama ini mencatatkan spread 6% atau dinilai masih tinggi pada biaya dana.

    Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai sektor korporasi perlu menjadi fokus penyaluran kredit. Hal ini, ujarnya, karena korporasi masih menjadi andalan menggerakkan ekonomi dibandingkan dengan sektor UMKM.

    "Korporasi tetap jadi motor ekonomi. Jangan dikira UMKM diberikan kredit terus ekonomi tumbuh dengan sendirinya begitu saja," tegasnya.

    Direktur Utama Bank Sumut Gus Irawan mengatakan peran BPD akan lebih penting sebagai arranger pendanaan pembangunan infrastruktur di daerah.

    Namun, dia juga menilai kontribusi pemda sebagai pemegang saham perlu lebih besar dalam mengarahkan peran bank. (fahmi.achmad@bisnis.co.id)

    Oleh Fahmi Achmad
    Bisnis Indonesia

    BARU 16 PROVINSI PASOK MINYAK GORENG BERSUBSIDI

    Perdagangan
    Jumat, 16/11/2007
    'Baru 16 prov. pasok minyak goreng bersubsidi'
    JAKARTA: Departemen Perdagangan membantah proses pencairan dana subsidi minyak goreng curah memperlambat proses penyaluran yang diatur Permendag No. 44/2007 Tentang Tata Cara Penyaluran Subsidi Minyak Goreng pada Masyarakat.

    Sampai pertengahan November sekitar 16 provinsi melaksanakan program penyaluran minyak goreng bersubsidi.

    Penyaluran subsidi minyak goreng yang ditujukan pada masyarakat miskin ditetapkan Rp2.500 per kg. Dana subsidi untuk 2007 dibebankan pada anggaran Depdag dalam APBN Perubahan yang mesti diselesaikan dalam dua bulan terakhir.

    Sementara itu, pelaksanaan subsidi minyak goreng untuk periode berikutnya, berdasarkan Permendag tentang Tata Cara Penyaluran Subsidi Minyak Goreng pada Masyarakat itu akan dibebankan pada APBN berikutnya.

    Harga minyak goreng curah hingga November 2007 (Rp/kg)
    BulanHargaBulanHarga
    Januari6.399Juli8.550
    Februari6.333Agustus9.073
    Maret6.486September9.116
    April7.165Oktober9.033
    Mei8.291November*9.045
    Juni8.786

    Sumber: Departemen Perdagangan
    Keterangan: * Rata-rata sampai dengan 12 November

    "Tidak rumit kok [proses pencairan dana subsidi minyak goreng]. Dua hari bisa cair," kata Gunaryo, Direktur Bina Pasar dan Distribusi, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Depdag, di Jakarta kemarin.

    Dia menuturkan hal itu terkait dengan keluhan proses pencairan dana subsidi minyak goreng yang dinilai rumit seperti yang terjadi di Kota Malang. Keluhan pencairan yang rumit itu mendorong distributor enggan bergabung dalam program tersebut. (Bisnis, 1 November).

    Berdasarkan Permendag itu, pelaku usaha penyalur minyak goreng bersubsidi mengajukan penagihan penggantian besaran subsidi pada Depdag dengan melampirkan kuitansi penagihan dan berita acara verifikasi.

    Meski Permendag No. 44/2007 itu dilengkapi dengan Keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, sejumlah daerah masih perlu menghadirkan pejabat dari Jakarta untuk menjelaskan pelaksanaan program penyaluran minyak goreng bersubsidi tersebut.

    Penyaluran subsidi minyak goreng curah sebesar Rp2.500 per kg, setiap rumah tangga miskin yang terdata berhak membeli maksimal dua kg, relatif membantu masyarakat karena harga minyak goreng belum juga turun ke level yang diinginkan pemerintah.

    Dari data Departemen Perdagangan harga minyak goreng curah pada 12 November rata-rata mencapai Rp9.096 per kg dengan harga tertinggi di Kupang Rp12.150 per kg dan terendah di Padang, Jambi, dan Pekanbaru Rp8.200 per kg.

    Meski demikian, rata-rata hanya minyak goreng curah pada 12 November itu masih lebih rendah dibandingkan dengan harga akhir Agustus Rp9.250 per kg.

    Peluang di Australia

    Atase Perdagangan RI di KBRI Canberra Retno Kusumo Astuti mengatakan Indonesia berpeluang memenuhi kebutuhan pasar minyak mentah sawit (CPO) Australia karena ada permintaan dari importir negara itu sebesar 30.000 ton CPO per bulan untuk masa kontrak selama tiga tahun.

    "Hanya saja, kita mungkin belum bisa memenuhi permintaan Australia itu karena tujuan ekspor CPO kita selama ini bukanlah Australia. Selain itu, ada pula kebijakan domestik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri," katanya di Brisbane, Australia kemarin seperti dikutip Antara.

    Permintaan Australia sebanyak 30.000 ton CPO dengan spesifikasi sesuai standar mereka setiap bulannya selama tiga tahun itu menunjukkan besarnya peluang ekspor CPO Indonesia ke negara berpenduduk 20,2 juta jiwa itu.

    "Sejauh ini Indonesia hanya memasok sekitar 2% kebutuhan pasar Australia, sedangkan Malaysia memasok lebih dari 80%. Posisi Indonesia berada di urutan kedua setelah Malaysia."

    Malaysia tidak hanya merajai pasar CPO (HS1511) tetapi juga minyak kelapa (HS1513) di Australia, sedangkan Indonesia yang sangat kaya akan kopra justru berada di urutan 17 negara pengekspor minyak kelapa ke Australia. (lutfi.zaenudin@bisnis.co.id)

    Oleh Lutfi Zaenudin
    Bisnis Indonesia

    KEPUTUSAN KPPU SOAL TEMASEK SESUAI JADWAL

    Umum
    Jumat, 16/11/2007
    'Keputusan KPPU soal Temasek sesuai jadwal'
    JAKARTA: Meski pembahasan mengenai adanya dugaan monopoli Temasek Holdings (Pte) Ltd di Indosat dan Telkomsel berlangsung alot, keputusan final KPPU akan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

    Sumber Bisnis di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan pembahasan mengenai adanya dugaan monopoli oleh Temasek itu selalu berlangsung alot.

    "Setiap kali kami membahas mengenai adanya dugaan monopoli oleh Temasek, pasti alot," ujarnya tadi malam.

    Namun, menurut dia, keputusan final KPPU akan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, yaitu 1-19 November 2007. "Artinya, tanggal 19 merupakan deadline bagi KPPU, sehingga apa pun hasilnya, keputusan final harus sudah diumumkan."

    Sementara itu, kuasa hukum Singapore Technologies and Telemedia (STT) Pte Ltd Frans Hendra Winarta menilai laporan Squire, Sanders, and Dempsey (SSD) mengenai praktik monopoli yang dilakukan Temasek tidak dapat dijadikan patokan. Sebab, menurut dia, Indonesia memiliki hukum sendiri yang mengatur mengenai masalah persaingan usaha.

    "Undang-Undang Anti Monopoli tidak mendefinisikan ukuran saham mayoritas. Pengertian harafiah dari saham mayoritas adalah memiliki saham lebih dari 50% dalam perseroan," kata Frans dalam suratnya yang dikirimkan kepada Bisnis, pekan ini.

    Frans menjelaskan SSD adalah sebuah kantor advokat, bukan lembaga hukum independen. Karena itu, dia meragukan SSD merupakan pihak yang independen dalam menerbitkan hasil risetnya menyangkut kasus Temasek di Indosat dan Telkomsel.

    Sebelumnya diberitakan, hasil riset SSD menyimpulkan bahwa di Uni Eropa dan AS kasus yang terjadi pada Temasek Holdings di Indosat dan Telkomsel dikategorikan sebagai praktik monopoli.

    Di PT Indosat Tbk, STT menguasai 41,94% saham, sedangkan SingTel memiliki 35% saham Telkomsel. STT dan SingTel adalah anak perusahaan Temasek.

    Sumber Bisnis lainnya mengungkapkan keputusan final KPPU kemungkinan besar mengarah pada adanya indikasi monopoli menyangkut kepemilikan silang Temasek pada dua operator seluler utama dan terbesar di Indonesia itu.

    Hal ini, menurut dia, didasarkan pada kesimpulan terakhir dari pemeriksaan KPPU bahwa BUMN Singapura itu memainkan peranan cukup besar melalui kepemilikan silang di Indosat dan Telkomsel.

    Lebih dari itu, kata sumber tadi, STT dan SingTel dinilai ikut campur tangan dalam PT Indosat dan PT Telkom, sehingga turut memicu persaingan tidak sehat di antara keduanya.

    Oleh Tri D. Pamenan & Cyrillus I. Kerong
    Bisnis Indonesia

    Rabu, 14 November 2007

    MELAWAN PENGANGGURAN DENGAN GEROBAK BAKSO

    Opini
    Kamis, 15/11/2007
    Melawan pengangguran dengan gerobak bakso
    Kening Anda mungkin langsung berkerut ketika membaca judul artikel yang agak aneh ini. Bahkan, bisa jadi Anda langsung mencibir. Mi bakso? Tak adakah gagasan serupa yang lebih keren terdengar serta lebih modern, ilmiah, dan sedikit berbau globalisasi?

    Penulis justru berpikiran sebaliknya. Mi bakso yang terdengar biasa-biasa saja dan identik dengan makanan orang kebanyakan, sejatinya memiliki potensi ekonomi yang amat dahsyat.

    Tak cuma itu mi bakso juga lebih membumi, mengakar, dan sangat akrab dengan masyarakat Indonesia, dari perkotaan sampai perdesaan. Mi bakso pun termasuk jenis penganan yang tak kenal ruang. Ia bisa hadir di mana saja; mal, kafe, kaki lima, sampai pedagang keliling.

    Selama ini memang tak banyak yang tahu jika populasi pedagang mi bakso luar biasa besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip Paguyuban Pedagang Mi dan Bakso Megapolitan Indonesia (Paguyuban Miso Indonesia), pada 2006, dari 48,9 juta usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia, 20 % atau sekitar 10 juta di antaranya adalah pedagang mi bakso.

    Jika 60 % saja yang aktif, berarti di negeri ini ada sekitar 6 juta pedagang mi bakso. Taruhlah mereka memiliki seorang isteri dan seorang anak, berarti terdapat 18 juta orang yang hidupnya bergantung pada mi bakso.

    Bila setiap pedagang minimal menjual 25 mangkok per hari dengan harga Rp2.500 per mangkok, dalam sehari terjadi perputaran uang sebesar Rp375 miliar. Dalam sebulan, berarti omzet pedagang mi bakso mencapai Rp11,2 triliun.

    Tentu saja itu belum termasuk penyerapan tenaga kerja dan omzet penjualan industri ikutannya. Soalnya, dari usaha mi bakso bisa tercipta 32 usaha turunannya, seperti usaha sapi potong, kulit sapi, pupuk organik, ladang rumput sapi, dan sebagainya. Dari usaha mi bakso juga ada usaha lain, yakni berjualan minuman.

    Itu baru dalam hitung-hitungan konservatif dari segi ekonomi. Jika jumlah, kualitas, dan produktivitas para pedagang bakso bisa ditingkatkan, out put yang dihasilkan mereka tentu bisa lebih "dahsyat" lagi. Begitu pula dengan 32 usaha turunannya.

    Menjanjikan

    Bila jumlah pedagang mi bakso yang aktif bertambah 10 % per tahun, berarti akan terjadi penambahan jumlah mereka sebanyak 600.000 orang per tahun. Dalam dua tahun saja, jumlah pedagang mi bakso bakal bertambah 1,2 juta orang. Sebanyak 32 usaha turunannya sudah pasti akan ikut panen. Sebuah penyerapan tenaga kerja yang luar biasa besar dan bisa membantu mengurangi jumlah pengangguran di negeri ini.

    Singkat kata, mi bakso merupakan mata pencaharian yang menjanjikan. Apalagi jika dikaitkan dengan pola konsumsi serta kondisi sosial budaya masyarakat di negeri ini. Masyarakat Indonesia tercatat sebagai penyantap mi terbanyak ketiga di dunia setelah RRC dan Jepang.

    Itu berarti, mi bakso bisa dijadikan model penanggulangan pengangguran di Tanah Air. Maka tak ada alasan secuil pun untuk memandang sebelah mata jenis usaha yang satu ini.

    Pemerintah tentu saja menyadari betul potensi ekonomi dan lapangan kerja yang tercipta dari gerobak mi bakso. Atas dasar itu pula Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) menjadikan pedagang mi bakso sebagai salah satu fokus program bantuan pembinaan dan penciptaan UKM. Pembinaan dan pemberdayaan terhadap para pedagang mi bakso antara lain dilakukan melalui Balai Latihan Kerja (BLK).

    Yang pasti, langkah ini selaras betul dengan program three in one yang dideklarasikan Depnakertrans dalam Rapimnas KADIN Indonesia Maret lalu sebagai upaya mengatasi lonjakan jumlah pengangguran. Program Three in One ini terdiri atas training (pelatihan), sertifikasi, dan penempatan.

    Untuk mewujudkan program ini, Depnakertrans telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Dinas Pendidikan Nasional, Kantor Menegpora, Kementerian Koperasi dan UKM, serta KADIN Indonesia.

    Prinsip dasar program itu adalah meningkatkan kadar kompetensi penganggur melalui pelatihan atau training di BLK-BLK yang tersebar di setiap daerah tingkat II (Kabupaten/Kota). Dana pelatihan bisa diambil dari APBN atau APBD, sedangkan sertifikasi berpedoman pada standar kompetensi yang dicapai serta korelasi dengan potensi sumber daya alam setempat.

    Dalam konteks lebih luas, pemberdayaan para pedagang mi bakso juga sejalan dengan program pemerintah mendorong pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah (KUKM), baik melalui relaksasi kredit perbankan maupun melalui pembinaan langsung.

    Bahkan, pemerintah berencana meluncurkan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Lembaga ini dibentuk secara khusus untuk mengoptimalkan penyaluran dan pengawasan kredit untuk KUKM.

    Di tengah sulitnya menekan angka pengangguran dewasa ini dan banyaknya pekerja industri manufaktur yang di-PHK serta upaya mengenjot pengiriman TKI keluar negeri, pemberdayaan KUKM memang mutlak diperlukan. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan sumbangsih UKM terhadap perekonomian nasional.

    Berdasarkan data BPS, nilai produk domestik brutto (PDB) UKM pada 2006 berdasarkan harga berlaku mencapai Rp287,7 triliun atau naik 19,3 % dari Rp1.491, 1 triliun pada 2005 menjadi Rp1.778,7 triliun.

    Konstribusi UKM dalam penciptaan nilai tambah nasional mencapai Rp1.778,75 triliun atau 53,3 % dari PDB nasional yang tumbuh 5,5 %. Berdasarkan skala usaha, konstribusi usaha kecil mencapai 37,7 %, usaha menengah 15,6%, dan usaha besar 46,7 %. Dari total pertumbuhan pada tahun 2006, usaha kecil menyumbang 2,2% dan usaha besar 2,4 %.

    Pada 2006, jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit, meningkat 3,9 % dari tahun sebelumnya atau mencapai 99,98% terhadap total unit usaha di Indonesia.

    Untuk konstribusi penyerapan tenaga kerja, usaha kecil menyerap 80,9 juta pekerja dan usaha menengah 4,5 juta pekerja. Jika ditotalkan dari jumlah pekerja berdasarkan semua skala, UKM menyerap 96,18 % dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Jumlah itu naik 2,2 juta pekerja setara 2,6 % dibandingkan tahun 2005.

    Sektor UKM yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah pertanian 38,8 juta pekerja atau 43,66 % dari total tenaga kerja, sektor perdagangan, hotel dan restoran 22, 2 juta pekerja atau 24,98 %, serta sektor jasa-jasa 9,4 juta pekerja atau 10,59 %.

    Menilik angka-angka tersebut, sungguh beralasan jika kini pemerintah menjadikan UKM sebagai panglima dalam memerangi pengangguran dan kemiskinan. Dan, itu berarti, gerobak mi bakso kini tak bisa lagi dipandang sebelah mata.

    Oleh Erman Suparno
    Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
    Ketua Pembina Pedagang Mi Bakso se-Indonesia.

    WEALTH MANAGEMENT BIDIK NASABAH SUPERKAYA

    Finansial
    Kamis, 15/11/2007
    Wealth management bidik nasabah superkaya
    Perkembangan bisnis layanan wealth management (pengelolaan kekayaan) yang diperuntukkan bagi kalangan berduit di Indonesia terus membaik. Pemainnya pun makin agresif dalam menggarap segmen ini.

    Bagi perbankan ataupun lembaga finansial nonperbankan, selain untuk mendongkak fee based income, layanan ini diciptakan untuk memberikan nilai tambah (added value) layanan kepada nasabah kaya guna membantu mengelola kekayaan mereka.

    Tentunya produk ini ditawarkan kepada nasabah dengan tingkat keya-kinan yang tinggi bahwa kekayaannya bakal terus berkembang. Di samping itu, layanan ini sifatnya eksklusif dan memiliki tingkat keamanan dan kenyamanan menggiurkan.

    Dengan populasi Indonesia mencapai 220 juta orang, jumlah orang kaya yang bisa menjadi nasabah produk wealth management sekitar 10% atau sekitar 22 juta orang. Tentu angka tersebut sangat potensial untuk dibidik.

    Potensi ini yang dilirik oleh dua konsultan asal Australia. CIO Tower Australia Group Tony Zulli dan CEO Pivitol Australia Wealth Management Consultant Mark Schroeder mengakui pangsa wealth management di Indonesia sangat besar sehingga layanan tersebut berpotensi berkembang lebih pesat. Banyaknya orang kaya ini membuat kaget dua pakar tersebut.

    "Saya kaget [ketika mendengar] jumlah orang kaya di Indonesia mencapai 22 juta orang atau 10% dari total populasi, mereka adalah pangsa wealth management yang potensial," katanya seusai International Wealth Management Conference 2007 yang diselenggarakan Bisnis di Jakarta, kemarin.

    Selain menghadirkan dua pembicara dari Australia, konferensi yang diorganisir oleh jejaring tersebut berlangsung selama dua hari (14-15 November), juga dihadiri Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad dan Kepala Bappepam-LK Ahmad Fuad Rahmany.

    Zulli dan Schroeder mengakui Indonesia sebagai pasar wealth management yang menjanjikan. Keduanya optimistis para pemain di layanan ini bakal memperbesar pasar garapannya.

    "Tahun depan kami optimistis bisnis ini bakal tumbuh signifikan karena pasar di Indonesia sangat baik dan prospektif jika melihat angka populasi penduduk dan jumlah orang kaya saat ini," katanya.

    Sebenarnya, perbankan di Indonesia belum sepenuhnya menerapkan wealth management. Hanya saja secara prinsip sudah dilaksanakan oleh bank dengan berbagai label seperti private banking atau personal banking. Tetapi itu hanya bagian dari layanan (customer service) yang ditawarkan kepada nasabah, bukan sebuah divisi khusus.

    Seperti dilontarkan Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Subarjo Joyosumarto, bahwa wealth management belum begitu berkembang di kalangan perbankan Indonesia. Berbeda dengan Singapura dan Hong Kong yang sudah maju dan sempurna.

    "Selama ini prinsipnya sudah berjalan. Tetapi bagian ini masih dirangkap oleh customer service bukan divisi khusus. Secara perlahan memang bank-bank sudah menyadari peluang wealth management," katanya pada kesempatan terpisah.

    Dia menilai berlimpahnya dana pihak ketiga di bank tanpa ada saluran kredit yang memadai merupakan kondisi yang melatarbelakangi bisnis kelola dana ini. Selain itu, pesatnya perkembangan pasar modal dan pasar uang mempercepat keinginan nasabah untuk masuk ke bisnis ini.

    Wapresdir Bank Niaga D. James Rompas mengatakan dari sisi nama, wealth management merujuk pada segmen konsumen tertentu yang memiliki kekayaan dalam jumlah besar. Mereka membutuhkan orang untuk mengelola dana itu agar menghasilkan hasil investasi yang maksimal.

    Produk ini, tuturnya, merupakan kolaborasi antara perbankan dengan pasar modal, pasar modal, dan pasar uang. Jenisnya bervariasi antara bank satu de-ngan lainnya. Namun, yang terpenting dalam produk ini adalah risk profile untuk membantu nasabah.

    Makin diminati

    Produk wealth management sendiri semakin diminati oleh masyarakat Indonesia. Ini terbukti sejumlah perusahaan penyedia layanan itu berhasil menaikkan penjualan bahkan makin bergairah memasarkan produk ini.

    Manulife Financial Corporation, misalnya hingga September mampu menaikkan penjualan produk wealth management hingga mencapai US$10,8 miliar atau meningkat 26% diban-dingkan dengan posisi yang sama tahun lalu.

    Bank NISP sampai Juni lalu mencatatkan lonjakan fee based income sebesar 143% dari Rp75,3 miliar menjadi Rp182,9 miliar yang salah satunya merupakan kontribusi utama dari bancassurance dan wealth management.

    Di sisi lain, Citibank menargetkan bisnis wealth management banking tumbuh sekitar 35% per tahun dengan target pasar individu superkaya (high net worth individual) di Indonesia.

    Untuk meraih pasar orang superkaya tersebut, Citibank juga mengkaji pene-rapan jasa wealth management berbasis syariah dengan alasan potensi pasar di segmen syariah tersebut cukup besar.

    Vice President Retail Bank Head Citibank Meliana Sutikno mengatakan Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan pertumbuhan terpesat jumlah orang superkayanya (high net worth individual).

    "Individu-individu yang masuk kategori ini memiliki nilai kekayaan sedikitnya US$1 juta. Target kami sekitar 150.000 orang yang masuk ketegori superkaya dengan kekayaan antara US$1 juta-US$10 juta," katanya belum lama ini.

    Rompas menjelaskan di Bank Niaga ada yang dinamakan produk Star Choice, di mana nasabah dengan deposito dalam jumlah tertentu, di-manage, serta diberikan garansi dana tidak akan hilang.

    "Tingkat pengembalian sampai 17%. Fungsi bank di sini sebagai adviser," ujarnya.

    Bank Niaga, tuturnya, telah menerapkan prinsip wealth management melalui dua unit yakni adviser private banking dan preferred circle (lingkaran yang diutamakan) sejak 1997.

    "Kami sebenarnya belum murni wealth management tapi lebih ke private banking kepada nasabah dengan deposito di atas Rp5 miliar, atau istilahnya asset under management. Kami mempunyai relationship management yang wajib menjelaskan semua risiko dari produk yang ditawarkan."

    Prospek produk ini, tutur Rompas, semakin berkembang karena nasabah membutuhkan jenis produk yang banyak. Sehingga pilihan investasi menjadi lebih luas, bahkan tidak terbatas di dalam negeri. "Dana itu akan mencari yield ter-tinggi ada di mana."

    Perlu edukasi

    Jika benar Indonesia pasar yang baik bagi layanan wealth management, pertanyaan berikutnya apakah para pemain di layanan ini bakal mampu menggarap pangsa yang besar tersebut secara lebih agresif lagi?

    Direktur Fund Management PT Nikko Securities Indonesia Adler Haymans Manurung me-ngatakan pemain layanan ini baru menggarap sekitar 15% dari jumlah orang kaya di Indonesia karena sebagian besar orang berkantong tebal itu belum mengetahui manfaat memakai layanan tersebut.

    Salah satu pemain yang aktif melakukan program edukasi mengenai produk wealth management tersebut adalah Standard Chartered Bank. Lembaga ini mengembangkan pasar dengan menggandeng sembilan mitra manajer investasi dan asuransi di Indonesia.

    Program bersama tersebut diberi nama WoW 2007 dengan kegiatan melakukan serangkaian program edukasi masyarakat di tiga kota [Jakarta, Surabaya, dan Bandung] mengenai wealth management dan investasi.

    Menurut Adler Haymans, perlu meningkatkan pengetahuan melalui program edukasi mengenai manfaat produk layanan tersebut terhadap mereka yang menjadi pangsa produk ini. "Masih perlu edukasi buat mereka," katanya.

    Pendapat tesebut cukup beralasan mengingat angka orang superkaya di Indonesia terbilang terus meningkat dari tahun ke tahun bahkan pada 2006 lalu, pertumbuhannya mencapai 16%.

    Program edukasi yang ditargetkan untuk orang-orang berkantong super- tebal tersebut diharapkan bakal mampu mempercantik pangsa layanan pengelolaan kekayaan yang sedang "imut-imut" sehingga pemainnya semakin bernafsu menggarapnya.

    Sementara itu, dari sisi pe-ngelola perlu juga meningkatkan kemampuan karena ilmu wealth management terus berkembang. Di sisi lain, lembaga pendidikan yang menawarkan ilmu ini masih terbatas. Sebagian bank menyiasatinya dengan mendatangkan konsultan dari luar.

    Subarjo berpendapat makin berkembangnya wealth management merupakan tantangan bagi lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

    "LPPI sebagai lembaga pendidikan melihat perkembangan wealth management sebagai tantangan karena harus membantu para bankir mendalami masalah ini, sehingga mereka lebih siap dalam bersaing di kawasan regional. Kami akan kerja sama dengan lembaga serupa dari Hong Kong dalam hal wealth management," jelasnya. (yunan.hilmi@bisnis.co.id)

    Oleh Tularji
    Kontributor Bisnis Indonesia
    &
    M. Yunan Hilmi
    Wartawan Bisnis Indonesia

    MENGUKUR EFISIENSI MIGAS DENGAN PROFIT MARGIN

    Pertambangan
    Kamis, 15/11/2007
    Mengukur efisiensi migas dengan profit margin
    Momentum tingginya harga minyak mentah dunia saat ini merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk menarik investasi migas.

    Dalam situasi seperti ini, pemerintah perlu memperbaiki aspek regulasi sebagai upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif serta kepastian berusaha.

    Di samping itu, perlu meningkatkan insentif untuk investasi di daerah terpencil, mening- katkan cadangan marginal dan memacu perolehan minyak dari pengembangan sumur tua.

    Terhadap kendala investasi seperti tumpang tindih lahan dan peraturan daerah yang tidak sejalan, pemerintah perlu meningkatkan konsultasi dan koordinasi, sehingga semua pihak mendapat manfaat dari investasi migas.

    Langkah tadi mendesak dilakukan, karena belakangan ini terjadi perdebatan mengenai

    efisiensi pengusahaan di sektor hulu migas. Banyak pihak berkomentar usaha hulu migas di Indonesia tidak efisien.

    Indikasinya a.l. tingginya cost recovery (pengembalian biaya dari pemerintah kepada kontraktor yang mendapatkan hasil migas).

    Realisasi dan target produksi minyak + kondensat (barel)
    TahunVolume
    20061,007 juta
    20071,050 juta*
    20081,088 juta*
    20091,300 juta*
    Sumber: BP Migas diolah.
    Ket. * target

    Selain itu, terlalu besar dana hasil pengelolaan migas yang menjadi bagian KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama), khususnya perusahaan asing.

    Untuk melihat efisiensi industri hulu migas di Indonesia, perlu dicermati beberapa hal yang terkait seperti porsi bagi hasil, struktur biaya (profit margin) dan perbandingan biaya dengan negara-negara lain.

    Bagi hasil merupakan istilah yang menunjukkan pengaturan alokasi bagian penerimaan antara pemerintah dan perusahaan migas. Alokasi bagi hasil migas suatu negara dikatakan ketat, apabila porsi bagian pemerintah tinggi.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menegaskan pola bagi hasil pengusahaan migas mengandung unsur risiko yang ditanggung investor. Sebab, seluruh dana investasi pengembangan migas disediakan investor.

    Jika berhasil mendapatkan migas, dibagi antara negara dan investor dengan seluruh biaya operasi dikembalikan. Jika gagal mendapatkan migas, maka negara tidak ikut menanggung biaya operasi.

    Di kalangan pelaku bisnis migas internasional sebenarnya Indonesia dipandang memiliki alokasi bagi hasil yang ketat.

    Pakar ekonomi internasional Joseph E. Stiglitz menyebutkan porsi pemerintah dalam bagi hasil migas terbilang tinggi.

    Jatah pemerintah tadi hanya berbeda tipis dari negara produsen migas dunia lainnya a.l. Libya, Venezuela dan Iran. (Escaping the Resource Curse 2007).

    Ukuran lain yang perlu dilihat untuk menilai efisiensi suatu industri migas adalah profit margin. Komentar yang banyak muncul belakangan ini menyebutkan cost recovery di Indonesia sangat tinggi.

    Menurut Purnomo, kegiatan eksplorasi migas membutuhkan peralatan seperti anjungan migas dan sumber daya manusia yang andal. Anjungan-anjungan (rig) tidak mudah didapat saat ini karena banyaknya permintaan di berbagai kawasan-sejalan naiknya harga minyak--sehingga harga sewanya menjadi naik.

    Demikian pula tenaga kerja migas. Saat ini Sumber daya manusia sektor ini banyak dibutuhkan, sementara jumlah tenaga yang andal relatif terbatas. "Hal itu menyebabkan nilai cost recovery meningkat. Tetapi penerimaan negara dari sektor migas juga naik," ujar Purnomo.

    Sejalan revenue

    Secara logika ekomomi, efisiensi suatu bisnis tidak ditentukan semata-semata oleh besar- an biaya.

    Biaya yang terjadi dapat saja sangat tinggi selama menghasilkan revenue yang tinggi pula. Jadi, struktur biaya nampaknya bisa menjadi ukuran yang lebih logis.

    Sebagai contoh, pada 2005 angka cost recoverable migas di Indonesia US$8,1 miliar, tapi gross revenue yang dihasilkannya US$36,3 miliar. Dengan demikian, persentase cost recoverable mencapai 22% atau profit margin sebesar 78%. Persentase cost recoverable menunjukkan kecenderungan menu- run dalam 5 tahun terakhir.

    Memang benar secara nominal terjadi kenaikan angka cost recoverable. Namun, hal itu mengikuti logika ekonomi, di mana kenaikan harga hasil produksi pasti mendorong kenaikan biaya.

    Secara logika bisnis dapat dikatakan, angka profit margin sebesar 78% dalam industri hulu migas Indonesia merupakan keuntungan yang tinggi.

    Rata-rata untuk seluruh KKKS biaya per barel ongkos produksi adalah US$5,11 dan biaya operasi (cost recoverable) sebesar US$9,10.

    Bila dibandingkan dengan operasi perusahaan migas lainnya, operasi KKKS di Indonesia relatif efisien. Biaya operasi beberapa perusahaan migas terkemuka seperti Shell, Chevron, ConocoPhillips, ExxonMobil dan BP berada di atas US$10 per barel equivalent.

    Untuk rata-rata dunia, angka biaya operasi per barel hampir mencapai US$16. Sebab negara produsen minyak seperti Angola, China, Rusia, AS dan Kanada memiliki biaya operasi per barel di atas Indonesia.

    Jadi, dilihat dari alokasi bagi hasil yang diterapkan, tingkat profit margin serta perbandingan biaya, dapat dikatakan pengusahaan hulu migas Indonesia relatif efisien.

    Cost recovery yang terjadi memang relatif tinggi, tetapi hal itu tidak dengan sendirinya menunjukkan inefisiensi.

    Wakil Ketua Komisi VII DPR-yang membawahi sektor energi dan sumber daya mi-neral-Sutan Bhatoegana malah menilai angka cost recovery migas di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain.

    "Karena pengeluaran cost recovery tidak saja digunakan untuk pengelolaan produksi minyak, tetapi juga gas. Sedangkan produksi gas akhir-akhir ini menunjukan pening- katan yang cukup baik," tegasnya.

    Meski demikian, upaya menekan cost recovery masih mungkin dilakukan. Caranya antara lain dengan meningkatkan efisiensi operasi perusahaan migas secara menyeluruh. (ismail.fahmi@bisnis.co.id)

    Oleh Ismail Fahmi
    Wartawan Bisnis Indonesia


    WASPADAI EFEK INFLATOIR JELANG AKHIR TAHUN

    Ekonomi Makro
    Kamis, 15/11/2007
    Waspadai efek inflatoir jelang akhir tahun
    JAKARTA: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengingatkan adanya efek inflatoir percepatan penyerapan anggaran akhir tahun yang akan memengaruhi ekonomi makro.

    Sekretaris Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Syahrial Loetan mengatakan secara teoritis, dampak inflatoir percepatan realisasi anggaran pada akhir tahun itu memang ada. Hal itu sejalan dengan mulai terealisasinya beberapa proyek pada kuartal terakhir tahun ini.

    "Dengan gelontoran dana segar ke masyarakat, nilai uang akan sedikit berkurang," tuturnya, kemarin.

    Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, penerimaan per 31 Oktober 2007 mencapai Rp524,3 triliun, 75,5% dari target APBN-P 2007. Realisasi belanja negara dilaporkan baru Rp506,6 triliun atau 67,3% dari target.

    Pemerintah memproyeksikan dapat merealisasikan 90% anggaran 2007 dalam waktu satu setengah bulan ke depan. Langkah tersebut akan menyumbang inflasi akhir tahun ini.

    Angka produk domestik brutomenurut penggunaan (%)

    APBN-P 20072007*
    PDB growth (konstan)6,36,3
    Konsumsi rumah tangga5,15,3
    Konsumsi pemerintah8,98,9
    Investasi12,310,1
    Ekspor9,910,3
    Impor14,213,8
    *) data terakhir
    Sumber: Depkeu

    "Namun dampaknya tidak akan signifikan. Saya yakin target penyerapan anggaran 90% itu bisa tercapai," ujar Syahrial.

    Beberapa asumsi dasar APBN-P 2007 sebelumnya diperkirakan tidak akan tercapai hingga akhir tahun ini akibat lonjakan harga minyak mentah dunia yang secara langsung memengaruhi perekonomian nasional.

    Asumsi dasar yang diperhitungkan tidak tercapai adalah inflasi, pertumbuhan, kurs rupiah terhadap dolar AS, dan lifting minyak Inflasi yang dipatok 6% diperhitungkan bakal terlampaui dalam kisaran 6,4%-6,5%. (Bisnis, 14 November)

    Sementara itu, Fauzi Ichsan, Senior Vice President, Senior Economist and Government Relation Head Standard Chartered, menilai faktor yang paling mengkhawatirkan dari perkiraan realisasi asumsi dasar 2007 adalah laju inflasi karena lonjakan harga minyak dunia.

    "Laju inflasi tersebut akan berpengaruh terhadap suku bunga dan menurunnya daya beli masyarakat," jelasnya kepada Bisnis.

    Menurut prediksi Standard Chartered, ujarnya, harga minyak dunia akan tembus level US$100 per barel dalam kurun waktu saat ini hingga akhir tahun. Namun, harga minyak bakal turun lagi pada 2008 menyusul perkiraan pelambatan perekonomian AS menjadi 1,9%.

    "Ini dengan asumsi tidak ada perubahan geopolitik, misalnya AS menyerang Irak. Kalau itu terjadi, harga minyak bukannya turun tapi bisa tembus ke level US$120 per barel."

    Kekhawatiran terhadap dampak harga minyak ini juga membuat rupiah menjadi tertekan. Di sisi lain, neraca perdagangan diuntungkan dengan pelemahan rupiah tersebut karena nilai komoditas ekspor akan meningkat. Sebaliknya, kenaikan harga minyak itu akan menambah subsidi BBM sehingga anggaran menjadi mengecil dengan ruang gerak terbatas.

    "Tapi, kalau subsidi BBM dihapus langsung, inflasi akan lebih besar lagi." (arif.gunawan@bisnis.co.id/aprilian.hermawan@bisnis.co.id)

    Oleh Arif Gunawan S. & Aprilian Hermawan
    Bisnis Indonesia

    Jumat, 09 November 2007

    OPTIMISME DI TENAGAH KETIDAKPASTIAN

    ANALISIS EKONOMI


    Optimisme di Tengah Ketidakpastian

    Mirza Adityaswara

    Minggu lalu saya mengantar dua investor portofolio dari dua institusi besar mengunjungi beberapa perusahaan publik. Kunjungan seperti ini dilakukan berkala oleh investor portofolio untuk kajian ulang terhadap kinerja perekonomian Indonesia dan perusahaan publik tempat mereka menanamkan investasinya, seperti di sektor perbankan, otomotif, perkebunan, pertambangan, dan properti.

    Yang menarik, ada dua kesimpulan yang dipetik investor tersebut. Pertama, ekonomi Indonesia mengalami perubahan struktural. Karena naiknya harga komoditas, peranan luar Jawa menjadi kian penting. Kesimpulan kedua, agar Indonesia bisa meningkatkan daya saing dan tingkat pendapatan masyarakat, harus ada kebijakan jangka panjang dan implementasinya di bidang pertanian, industri manufaktur, dan industri jasa.

    Masih menurut investor tersebut, seharusnya orang Indonesia jangan terlalu terpaku dengan gejolak harga minyak. Katanya, lihatlah ekspor batu bara dan kelapa sawit yang besarnya hampir menyusul ekspor migas. Ekspor migas mencapai 18 persen dari total ekspor, sedangkan nilai ekspor produk perkebunan dan tambang nonmigas mencapai 27 persen dari total ekspor. Ke depan, volume ekspor komoditas akan meningkat sejalan dengan eksplorasi pertambangan dan ekspansi perkebunan yang dipicu pertumbuhan ekonomi China dan India.

    Masalahnya, yang menikmati kenaikan harga komoditas seperti batu bara, CPO, nikel, dan lainnya memang bukan orang yang hidup di Jakarta dan Pulau Jawa. Bagi kita yang hidup di Pulau Jawa, mungkin tidak kelihatan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Bahkan, bagi masyarakat di Jakarta, kemacetan lalu lintas dan bahaya banjir membuat hidup ini menjadi terasa semakin suram.

    Perhatikan data penjualan semen. Terlihat perubahan pola pertumbuhan permintaan di Indonesia. Perkembangan daya beli masyarakat sebagian bisa digambarkan dengan penjualan semen karena dibutuhkan untuk pembangunan dan renovasi rumah. Volume penjualan semen di Indonesia naik 7 persen selama sembilan bulan (Januari-September): penjualan di Jawa hanya tumbuh 2,5 persen, sedangkan di luar Jawa tumbuh di atas 8 persen. Penjualan semen di Jakarta masih minus 2,1 persen. Provinsi Banten hanya tumbuh 2 persen, tetapi di Jawa Barat masih minus 6 persen.

    Peningkatan penjualan semen yang signifikan terjadi di Yogyakarta, tumbuh 57 persen. Ini mungkin karena masih masa rehabilitasi pascagempa bumi. Penjualan semen di Jawa Tengah hanya sekitar 2 persen. Yang menarik, Jawa Timur mengalami pertumbuhan penjualan cukup tinggi, yaitu 9 persen. Sayangnya, tidak ada data seberapa besar pengaruh pembangunan tanggul lumpur di Sidoarjo terhadap tingginya konsumsi semen di Jawa Timur.

    Penjualan semen di luar Jawa saat ini cukup fantastis, sekitar 42 persen dari total penjualan semen domestik dengan peningkatan bervariasi di setiap pulau. Peningkatan kemakmuran masyarakat tampaknya terjadi di luar Jawa karena lonjakan harga komoditas tambang dan perkebunan.

    Data penjualan alat berat Komatsu mungkin bisa juga dijadikan petunjuk adanya perubahan pola pertumbuhan ekonomi daerah. Selama sembilan bulan di tahun 2007, penjualan alat berat Komatsu ke sektor perkebunan melonjak 106 persen dan kenaikan 25 persen ke sektor pertambangan. Yang menarik, penjualan alat berat ke sektor konstruksi meningkat 64 persen. Artinya, memang terjadi kegiatan konstruksi di daerah. Konstruksi nasional tumbuh 7,8 persen di kuartal II-2007, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB kuartal kedua (6,3 persen).

    Kalangan industri elektronik juga menyatakan terjadi kenaikan penjualan, terutama di dorong permintaan yang cukup tinggi di luar Jawa.

    Data kredit perbankan juga menyatakan hal serupa. Sampai Agustus meningkat 22 persen, dengan kredit di pulau Jawa tumbuh 17 persen, sedangkan di luar Jawa lebih tinggi, yaitu di Sumatera dan Kalimantan tumbuh 21 persen dan di Sulawesi tumbuh 27 persen.

    Potensi pertumbuhan ekonomi di luar Jawa seharusnya bisa kian tinggi jika pemda lebih efektif menggunakan dana APBD-nya, tidak dianggurkan Rp 40 triliun di Sertifikat BI.

    Potensi pertumbuhan daerah akan semakin tinggi jika pemda tidak mengeluarkan kebijakan pajak daerah yang justru berdampak buruk kepada iklim investasi. Di media disebutkan, sejak tahun 2001 sudah sekitar 1.200 peraturan retribusi dan pajak daerah yang dimintakan pembatalannya oleh pemerintah pusat karena berdampak buruk.

    Kritis

    Sudah saatnya masyarakat di daerah lebih kritis terhadap kebijakan pemda yang tidak pro kepada penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Parpol mempunyai tanggung jawab untuk menampilkan calon pemimpin di daerah yang berorientasi peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Pembentukan kabupaten baru harus menghasilkan pertumbuhan ekonomi, bukan rente ekonomi. Pemda juga harus sadar akan perlunya pembangunan ekonomi berkelanjutan, dan waspada terhadap dampak perusakan lingkungan.

    Mengapa pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa sulit? Penyebabnya, sebagian besar penduduk hidup di Pulau Jawa, tetapi industri penyerap tenaga kerja di sektor manufaktur dan sektor pertanian stagnan.

    Industri manufaktur sebagian besar berlokasi di Jawa, seperti tekstil, sepatu, dan alat rumah tangga. Proporsi industri manufaktur adalah 28 persen dari ekonomi nasional, tetapi tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Industri manufaktur hanya tumbuh 5,5 persen di kuartal II-2007, sedangkan PDB tumbuh 6,3 persen.

    Pemerintah pusat, daerah, parlemen, dan pekerja harus bekerja sama mengangkat kembali kinerja sektor manufaktur.

    Di sektor pertanian, kita baca di media bahwa produksi beras, susu sapi, dan gula stagnan. Sektor ini berperan 14 persen terhadap PDB, tetapi hanya tumbuh 2,4 persen di kuartal kedua. Padahal, banyak sekali penduduk yang bergantung pada sektor ini, terutama di Pulau Jawa.

    Intinya, perbaikan ekonomi makro (inflasi, APBN, neraca pembayaran) harus dimanfaatkan untuk membenahi ekonomi sektoral demi menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.

    Mirza Adityaswara Analis Perbankan dan Pasar Modal