Rabu, 23 Januari 2008

Ekonomi AS jadi penentu : WEF bahas krisis keuangan dan energi

Ekonomi Global
Rabu, 23/01/2008
Ekonomi AS jadi penentu
WEF bahas krisis keuangan dan energi
JAKARTA: Ambruknya pasar keuangan akibat kerugian besar-besaran bank-bank investasi AS-memicu penguatan dugaan resesi AS serta kiprah sovereign wealth funds-dan kestabilan sumber energi dunia menjadi agenda utama World Economic Forum (WEF) 2008.

WEF juga akan memastikan peran India dan China dalam menggantikan mesin perekonomian dunia yang selama ini lebih banyak didorong oleh ekonomi Negeri Paman Sam.

Peran utama AS dalam perekonomian global menyebabkan forum itu, berupaya menggali cara bagaimana Presiden AS mendatang mengembalikan kepercayaan pasar terhadap negeri yang diduga kuat mengalami resesi.

Forum yang rutin digelar setiap tahun itu juga akan memetakan berbagai ancaman terbesar sepanjang 2008 serta upaya mengatasi berbagai persoalan dunia, terutama menyangkut jaminan kestabilan pasokan energi dari Rusia dan Asia Tengah untuk kawasan Eropa.

Selain itu, kiprah aktif sovereign wealth funds (SWFs), semacam dana-dana pemerintahan negara sedang berkembang, dalam membeli aset-aset di AS pascakrisis subprime mortgage, juga bakal menjadi perhatian utama.

Dana SWFs, yang diduga mencapai US$12 triliun pada 2015, sempat menjadi perdebatan di negara maju karena diduga berasal dari hasil korupsi.

WEF juga mengagendakan pertemuan untuk mengevaluasi peran lembaga pemeringkat dalam kejatuhan pasar kredit perumahan kelas dua di AS, karena disebut-sebut memberi rating yang tidak sesuai dengan risiko alias berlebihan.

Peran bank sentral

Peran bank sentral juga akan menjadi perhatian dalam pertemuan, khususnya menyangkut penurunan tingkat suku bunga dan likuiditas dana jangka pendek.

Tindakan The Fed yang secara 'tiba-tiba' menurunkan suku bunga sebanyak 75 basis poin tadi malam, dari 4,25% menjadi 3,5%, tampaknya bakal menjadi perhatian serius dari para peserta pertemuan.

Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2008 di Davos akan mengetengahkan topik utama 'Kekuatan inovasi kolaboratif' sebagai kelanjutan topik yang dibahas pada pertemuan WEF 2007.

WEF merupakan forum bagi para CEO perusahaan skala multinasional hingga para pejabat pemerintahan negara maju.

Sebelum pengumuman penurunan tingkat suku bunga AS, sebagian besar analis memperkirakan The Fed bakal menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan Komite Pasar Terbuka bank sentral AS itu (FOMC) menjelang akhir Januari dan 50 basis poin lainnya pada Maret mendatang.

Berdasarkan catatan pertemuan The Fed pada 11 Desember, yang diterbitkan di situs resminya, FOMC memutuskan untuk menurunkan target fed fund rate sebesar 25 basis poin ke level 4,25%. Keputusan itu diambil guna menciptakan kondisi keuangan dan moneter yang akan memperkuat stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan.

Menurut catatan pertemuan itu, data yang diterima The Fed menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan setelah meningkatnya ketegangan di pasar keuangan.

Kepala Departemen Investasi Perbankan UBS di Indonesia, Jonathan Chang menyatakan kondisi yang terjadi di pasar kredit subprime, hanya akan menjadi masalah bagi lembaga keuangan di AS.

"Jika suku bunga [The Fed] dipangkas secara radikal sebesar 2% tahun ini, itu harapan UBS dan mungkin saja terjadi, maka pertanyaannya adalah apa alternatif untuk menginvestasikan uang mereka. Ini berarti tergantung permintaan dan pasok."

Jonathan juga meyakini tidak akan ada resesi di AS, melainkan perlambatan ekonomi. Kekhawatiran yang muncul, kata dia, adalah jika resesi benar-benar terjadi di AS, itu mungkin akan berdampak ke China dan India yang mencatat pertumbuhan tercepat di dunia dan bergantung pada pasar AS untuk pemasaran produknya.

Sementara itu, para menteri keuangan Eropa, seperti dikutip Bloomberg, mengatakan bahwa anjloknya pasar saham global dan perlambatan ekonomi AS mengancam memicu perlambatan pertumbuhan di Eropa.

"Situasi ekonomi dan pasar keuangan mencatat volatilitas yang tinggi, tawarannya menjadi lebih tidak pasti daripada biasa. Jika AS benar-benar melambat, jelas itu akan terasa di kawasan pengguna euro," ujar Menteri Keuangan Luksemburg Jean-Claude Juncker. (03) (nana.oktavia@bisnis.co.id/gajah.kusumo@bisnis.co.id)

Oleh Nana Oktavia Musliana & Gajah Kusumo
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: