Kamis, 12 Juni 2008

Pejabat Depkeu tinggalkan BUMN

Kamis, 12/06/2008
Pejabat Depkeu tinggalkan BUMN
JAKARTA: Para pejabat eselon I di Departemen Keuangan beramai-ramai melepaskan jabatan sebagai komisaris di sejumlah BUMN dengan alasan menjalankan reformasi birokrasi.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk menghindari konflik kepentingan, seluruh pejabat Depkeu konsisten menjaga amanah jabatan.

Dia mengingatkan reformasi birokrasi bertujuan menata staf Depkeu untuk memiliki kepastian dalam menjalankan tugas sekaligus kewajaran dalam hal penghasilan. "Mereka patut mendapatkan remunerasi yang cukup. Tapi yang lebih penting lagi, mereka tidak mendapatkan beban tugas yang lain," tutur Menkeu kemarin.

Kesediaan melepas jabatan rangkap pertama kali disampaikan Dirjen Pajak Darmin Nasution di hadapan wartawan. Dia mundur dari posisi komisaris utama PT Bursa Efek Indonesia yang baru dijabat beberapa hari.

Darmin mengaku telah mengkaji kembali posisinya sebagai komisaris utama BEI, meski persoalan rangkap jabatan itu masih bisa diperdebatkan.

"Ada yang bilang bisa, tapi situasi ini bukan sekadar soal benar atau tidak benar. Situasi ini perlu wisdom lebih. [Dengan] kebijaksanaan yang lebih tinggi, mendukung reformasi yang kita laksanakan, jadi saya akan mengundurkan diri," ujar Darmin.

Masalah jabatan rangkap kembali mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan aturan ini kepada Kementerian Negara BUMN. Selain ketidakwajaran jumlah penghasilan, KPK juga menyoroti conflict of interest yang timbul dari jabatan rangkap.

Menjawab permintaan KPK itu, Depkeu dan Kementerian Negara BUMN sepakat mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) tentang aturan rangkap jabatan pada bulan ini (Bisnis, 7 Juni).

Keputusan Darmin itu diikuti oleh sejumlah pejabat eselon I Depkeu. Sekjen Depkeu Mulia Nasution yang ditemui seusai rapat Panitia Anggaran DPR menegaskan, "Semua [pejabat eselon I Depkeu] tanpa kecuali."

Dirjen Anggaran Depkeu Achmad Rochjadi mengaku akan mundur dari jabatan Komisaris PT Pertamina. "Kami semua juga ikut. Arahnya seperti itu."

Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengungkapkan dia jauh lebih awal mundur dari jabatan komisaris di salah satu BUMN (PT Krakatau Steel) sejak 1 Juni 2008. Selain karena alasan reformasi birokrasi, kode etik di Ditjen Bea dan Cukai membuat Anwar ikhlas melepas posisi penting di luar tugas kesehariannya sebagai pejabat eselon I Depkeu.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Depkeu Anggito Abimanyu berjanji segera mengajukan pengunduran diri melalui RUPS PT Telkom Tbk. Dia juga meminta BUMN itu menggunakan gajinya yang tidak diambil sejak program reformasi birokrasi diterapkan untuk program kegiatan bina lingkungan. "Saya akan mundur secara kesatria, sooner or later."

Dirjen Perbendaharaan Negara Herry Purnomo menyatakan mundur dari jabatan komisaris PT Pos Indonesia. Begitu pula Dirjen Perimbangan Keuangan Mardiasmo yang mundur dari jabatan komisaris utama PT Jasa Raharja. "Jika itu memang keputusan pimpinan, kami mengikutinya," ujarnya kepada Bisnis, tadi malam.

Pernyataan senada disampaikan oleh Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto yang menjabat komisaris utama PT Garuda Indonesia dan komisaris Bank Tabungan Pensiunan Nasional.

Kepala Bapepam-LK Fuad Rachmany dan Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto tidak mengangkat telepon saat dikonfirmasi Bisnis.

Tugas negara

Sebaliknya, Kementerian Negara BUMN justru mengisyaratkan akan mempertahankan sejumlah pejabatnya yang menjadi komisaris di perusahaan negara.

Sekretaris Kementerian Negara BUMN M. Said Didu mengatakan penetapan komisaris di perusahaan pelat merah merupakan penugasan dari negara.

"Penetapan komisaris berbasis asas manfaat bagi negara, karena kami harus menjaga kepentingan negara yang ada di beberapa perusahaan milik negara," ujarnya kepada Bisnis, tadi malam.

Said memastikan tidak ada penempatan komisaris di BUMN yang melanggar ketentuan. "Penempatan komisaris BUMN mengacu pada regulasi yang berlaku, baik di pasar modal dan perbankan maupun di sejumlah tempat lain."

Dia menjelaskan ada penempatan komisaris yang bersifat sementara, mengingat kinerja BUMN yang jelek, sehingga diperlukan orang yang bisa mengawasi perusahaan tersebut. (16) (ahmad.muhibbuddin@bisnis.co.id/munir.haikal@bisnis.co.id/aprilian.hermawan@bisnis.co.id) Oleh Ahmad Muhibbuddin, M. Munir Haikal & Aprilian Hermawan
Bisnis Indonesia

Manajer Investasi Tinggalkan Reksa Dana Saham

Bursa
Kamis, 12/06/2008
MI tinggalkan reksa dana saham
JAKARTA: Pelaku industri reksa dana mulai mengurangi peluncuran produk baru reksa dana, menyusul tingginya volatilitas pergerakan saham di bursa. Faktor risiko investasi mengubah peta industri tersebut.

Data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) per Mei menyebutkan tren penerbitan produk baru reksa dana tahun ini bergeser dari reksa dana saham ke reksa dana terproteksi.

Hingga akhir Mei, manajer investasi (MI) menerbitkan sebelas produk reksa dana terproteksi, sehingga total produk ini yang beredar di pasar sebanyak 37. Di sisi lain, reksa dana saham baru hanya diluncurkan dua MI, yakni PT Trimegah Securities Tbk dan PT Fortis Investment Management.

Analis senior reksa dana PT Infovesta Utama Rudiyanto menilai perubahan angin investasi pasar modal mengubah orientasi penjualan produk reksa dana baru. Terlebih, otoritas pasar modal kini mengharuskan produk baru memiliki dana kelolaan minimum Rp25 miliar dalam 90 hari.

Perbandingan produk baru reksa dana (Periode Januari-Mei 2008)

TerproteksiPendapatan tetapSahamCampuranPasar uang
Januari211--
Februari53251
Maret10833-
April97532
Mei119221
Total372813134
Sumber: Bapepam-LK & PT Infovesta Utama (2008)

"Pelaku industri tentu saja melihat tren pasar. Kalau MI nekat menjual produk reksa dana saham, tapi ternyata tidak laku, ya repot karena tidak bisa memenuhi ketentuan Bapepam-LK," tuturnya kepada Bisnis, kemarin.

Krisis keuangan dan kenaikan harga minyak mentah dunia, lanjutnya, membuat profil risiko investasi saham meningkat, yang dibarengi kenaikan imbal hasil (yield) obligasi di pasar surat utang.

Para MI mengoptimalkan yield sebagai kelebihan instrumen investasi surat utang, untuk mengoptimalkan keuntungan investasi (return) terutama ketika mendekati jatuh tempo.

"Yang membedakan investasi saham dan obligasi adalah faktor jatuh tempo. Ketika obligasi mendekati jatuh tempo, harganya akan naik ke titik 100 [par]. Kondisi itu dimanfaatkan MI dengan menerbitkan reksa dana terproteksi," tutur Rudiyanto.

MI, tambahnya, bisa menggunakan sebagian dana investasi di obligasi untuk dibelanjakan ke instrumen investasi lain seperti saham atau pasar uang.

Tumbuh pesat

Rudiyanto menambahkan meski tren penerbitan reksa dana saham mulai surut di pasar, tetapi perkembangan lini produk tersebut terhitung pesat. Pada akhir 2006, hanya ada sekitar 30 produk reksa dana saham, yang kini telah meningkat dua kali lipat menjadi 61 produk.

"Dilihat dari sisi nilai aktiva bersih [NAB], produk ini tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan produk reksa dana lain," ujarnya.

Data Bapepam-LK menyebutkan NAB reksa dana saham kini masih menduduki posisi terbesar, yakni Rp35,41 triliun. Reksa dana terproteksi hanya membukukan Rp19,6 triliun, disusul reksa dana pendapatan tetap Rp17,18 triliun.

Analis Fixed Income PT Panin Sekuritas Benjamin Siahaan mengatakan tren kenaikan suku bunga (BI Rate) saat ini akan mendorong para investor memborong produk reksa dana terproteksi, karena memberikan jaminan proteksi capital.

"Dengan kenaikan inflasi, investor mencari produk investasi lain yang memberikan return tinggi, dan relatif aman. Reksa dana terproteksi akan menjadi salah satu pilihan menarik," ujarnya awal pekan ini. (arif.gunawan@bisnis.co.id)

Oleh Arif Gunawan S.
Bisnis Indonesia