Rabu, 23 Januari 2008

The Fed coba jinakkan pasar

Halaman Depan
Rabu, 23/01/2008
The Fed coba jinakkan pasar
JAKARTA: Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, memangkas suku bunga secara darurat untuk pertama kali sejak 2001 guna mencegah krisis ekonomi yang semakin parah. Penurunan menjadi 3,5% diharapkan bisa menenangkan pasar finansial global yang sempat terjungkal.

Pembuat kebijakan The Fed, The Federal Open Market Committee, menurunkan patokan suku bunga pinjaman overnight menjadi 3,5% dari sebelumnya 4,25% atau turun 75 basis poin. FOMC semula dijadwalkan baru akan menggelar pertemuan pada 29 Januari-30 Januari.

"Saat ketegangan di pasar berkurang, kondisi pasar keuangan secara luas telanjur rusak," ujar The Fed dalam pernyataannya di Washington.

Seiring dengan langkah The Fed menurunkan suku bunga hingga 75 basis poin, Gedung putih kemarin membuka pintu bagi paket stimulus lebih dari US$150 miliar guna mencegah resesi AS. "Saya belum mendengar dari siapa pun mengenai stimulus lebih dari 1%, tetapi bukan berarti menutup pintu bagi negosiasi lanjutan," kata juru bicara Gedung Putih, Dana Perino, seperti dikutip Bloomberg, kemarin.

Sebelumnya diberitakan Presiden George W. Bush menyampaikan proposal paket stimulus senilai US$150 miliar atau sekitar 1% dari PDB, yang meliputi diskon pajak bagi masyarakat berpendapatan menengah ke bawah dan pengurangan pajak bagi pebisnis. "Bush juga percaya penuh pada langkah Gubernur Bank Sentral AS Ben S. Bernanke serta tidak memprediksi terjadinya resesi di AS. Perlambatan memang pasti terjadi," kata Perino.

Namun bursa saham di AS bereaksi kurang optimal atas langkah Washington tersebut. Indeks Dow Jones melemah 144,7 ke level 11.954, 53 pada pembukaan perdagangan di New York.

Sebelum kebijakan itu diambil, sebagian besar indeks bursa di kawasan regional dan global rontok pada perdagangan kemarin. Indeks harga saham gabungan (IHSG) bahkan terjungkal ke posisi terendah dalam lima tahun. IHSG merosot 7,70% atau 191,35 poin ke level 2.294,52. Indeks malah sempat tergerus hingga 10% atau lebih dari 250 poin ke level 2.231,48.

Menurut data Bloomberg, anjloknya indeks merupakan yang terbesar sejak Oktober 2002, saat indikator perdagangan di bursa terpukul oleh ledakan bom di Bali yang menewaskan lebih dari 200 orang. Sejak awal tahun indeks merosot 436,98 poin dari level 2.731,507 pada 2 Januari.

Fundamental masih kuat

Analis Sucorinvest Central Gani Securities Albert Panjaitan memperkirakan sentimen negatif masih mendominasi penurunan indeks. Pergerakan indeks masih sulit ditebak. "Ketidakpastian ini timbul karena pemodal kehilangan kepercayaan untuk sementara. Mereka memilih untuk pegang cash demi keamanan. Namun, pada dasarnya fundamental pasar kita masih kuat," tuturnya, kemarin.

Di tengah anjloknya indeks, kurs rupiah terdepresiasi 33 poin menjadi Rp9.493 per dolar AS, terendah sejak enam bulan terakhir.

Analis Optima Investama Rachman Untung menambahkan penurunan indeks masih sehat. Penurunan itu pun belum sampai mengembalikan IHSG ke level sebelum terseret krisis subprime mortgage pada pertengahan Agustus 2007 di level 1.908,63. Padahal indeks bursa Eropa dan AS merosot kembali ke level di bawah sebelum krisis subprime.

Meskipun demikian, penurunan indeks kemarin memicu margin call, sehingga broker yang memberikan fasilitas pembiayaan kepada investor menjual paksa saham yang dijadikan jaminan pembiayaan. Pialang saham salah satu broker asing mengatakan beberapa saham yang terindikasi dijual paksa (force sell) a.l. PT Aneka Tambang Tbk, PT Barito Pacific Tbk, PT Bumi Resources Tbk, PT Bakrieland Development Tbk, dan PT Timah Tbk.

Pemberi fasilitas margin melakukan force sell saham karena nilai jaminannya turun. "Salah satu indikasi terjadinya force sell adalah ada bid langsung dijual terus-menerus. Sebenarnya untuk menambah nilai jaminan bisa memberikan kas, tetapi penurunan indeks terjadi secara cepat. Mau tidak mau force sell dulu," tuturnya.

Di antara saham yang diduga terkena force sell dalam jumlah besar adalah Barito Pacific. "Masa semua broker jualan, sedangkan bid-nya sangat tipis."

Menurut pialang itu, Bursa Efek Indonesia bisa saja menghentikan sementara perdagangan saham kemarin untuk mencegah terjadinya penurunan indeks lebih dalam. Akan tetapi langkah itu tidak dilakukan.

"Sesuai SOP memang ada [mekanisme penghentian sementara], tetapi harus dilihat juga reaksi pasar. Saya rasa tidak akan sampai ke sana," kata Dirut Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah.

Saatnya beli

Kepala Riset BNP Paribas Ferry Wong, dalam surat elektronik ke investor, mengatakan saat ini waktu membeli saham perusahaan bagus dengan fundamental yang kuat.

"Kami yakin pasar dan perekonomian Indonesia akan lebih baik saat AS mengalami resesi karena ekonomi domestik yang independen, suku bunga yang relatif rendah dan memacu kredit, insentif pajak untuk emiten, dan harga CPO dan batu bara yang kuat," tuturnya.

Selain IHSG, indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 5,7% menjadi 12.573,05, yang merupakan persentase penurunan terbesar dalam 10 tahun terakhir. Sehari sebelumnya, indeks tersebut juga anjlok 3,9%.

Kendati bursanya melemah, The Bank of Japan tetap mempertahankan patokan tingkat suku bunga pada level 0,5% dan optimistis ekonomi tetap akan tumbuh meskipun akan lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan.

Di belahan lain, indeks Shanghai juga anjlok 7,2%, level terendah sejak Agustus 2007. Indeks saham Australia pun terjungkal 7,1%, penurunan terbesar dalam hampir 20 tahun terakhir. Di Hong Kong, indeks Hang Seng turun 8,2% pada perdagangan sore kemarin, setelah mengalami penurunan 5,5% pada hari sebelumnya.

Di India, Menteri Keuangan P.Chidambaram meminta investor tetap tenang setelah perdagangan di Mumbai dihentikan selama satu jam, menyusul anjloknya saham hingga 10% pada menit-menit awal perdagangan. Pada perdagangan sore kemarin yang masih relatif rentan, The Sensex turun 6,2%.

Rebound tipis terlihat di sejumlah bursa dunia. Hingga berita ini diturunkan pada pkl 00.30 WIB, indeks Dow Jones turun 106 poin menjadi 11.993,3, relatif menguat dibandingkan dengan posisi pembukaan. (abraham.runga@bisnis.co.id) Reportase: Rahayuningsih/Pudji Lestari/ Wisnu Wijaya/Mia Chitra Dinisari/Gajah Kusumo/ Nana Oktavia Musliana/Berliana Elisabeth S./ 03/06

Oleh Abraham Runga
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: