Senin, 07 Januari 2008

sasaran inflasi 2008-2010 & upaya pencapaiannya

Halaman Depan
Senin, 07/01/2008
Sasaran inflasi 2008-2010 & upaya pencapaiannya
Sehari setelah pembukaan pasar perdana Bursa Efek Indonesia (BEI) dan penyerahan DIPA 2008, pemerintah dan Bank Indonesia sepakat menetapkan sasaran inflasi 2008-2010 sebesar 5% untuk 2008; 4,5% (2009); dan 4% (2010) dengan deviasi ñ 1%. Target inflasi 2008 yakni 5% ñ 1 tersebut sesuai dengan target APBN 2008 yakni 6%.

Penetapan sasaran inflasi ini akan menjadi rujukan bagi BI dalam melaksanakan kebijakan moneter dan juga disampaikan dengan harapan akan dapat menjangkar ekspektasi masyarakat dan akan menjadi acuan pengambil kebijakan dan para pelaku ekonomi.

Seperti hal-hal lainnya, penetapan sasaran inflasi itu tak luput dari penilaian sejumlah kalangan. Responsnya pun beragam, ada yang melihat secara positif ataupun negatif. Bahkan, ada yang menyebut sasaran ini tidak realistis. Benarkah demikian? Mari kita melihatnya secara seksama.

Inflasi merupakan cerminan dari peristiwa ekonomi dan memengaruhi banyak aspek dalam perekonomian Indonesia. Salah satunya, inflasi merupakan cerminan dari peristiwa moneter.

Inflasi biasanya memiliki kaitan yang erat dengan jumlah uang beredar. Bila uang beredar berada dalam kisaran yang besar, situasi ini biasanya akan mendorong inflasi.

Selain itu, inflasi juga dapat mencerminkan terjadinya situasi kelangkaan pasokan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat sehingga harga barang menjadi naik (inflasi).

Hal mutlak

Dampak utama yang ditimbulkan inflasi adalah pengaruhnya bagi kesejahteraan rakyat. Inflasi yang tinggi tanpa diimbangi kenaikan pendapatan masyarakat, hal itu akan mendorong terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan.

Dalam level tertentu, bahkan bisa mendorong terjadinya peningkatan angka kemiskinan.

Oleh karenanya, pengendalian inflasi pada level yang tepat menjadi sesuatu yang mutlak. Pengendalian inflasi pun perlu dilakukan secara terpadu antara pemerintah dan BI.

Pemerintah fokus pada aspek pembenahan di sektor riil, misalnya, dengan menjamin pasokan barang dan jasa, membenahi distribusi, dan lain-lain, sementara bank sentral fokus pada kebijakan moneternya, baik yang menyangkut uang beredar maupun nilai tukar.

Jika melihat pencapaian 2007, inflasi IHK (indeks harga konsumen) tercatat 6,59%, di mana angka ini masih berada dalam sasaran inflasi 2007 yakni 6% dengan deviasi 1%.

Penurunan inflasi volatile food memberikan kontribusi penting pada tercapainya sasaran inflasi 2007, meskipun masih dalam level yang relatif tinggi. Penurunan inflasi volatile food ini terutama disebabkan terkendalinya harga beras.

Sementara itu, untuk inflasi kelompok administered prices memang sedikit meningkat dibandingkan dengan 2006 di mana peningkatan ini lebih didorong oleh penerapan beberapa kebijakan non strategis seperti cukai rokok, tarif PAM, tarif tol, dan faktor nonkebijakan terkait dengan kelangkaan minyak tanah.

Inflasi inti juga mengalami peningkatan berkaitan dengan meningkatnya tekanan dari imported inflation. Walaupun ekspektasi inflasi cenderung stabil, tetapi masih berada pada level yang tinggi, sedangkan tekanan inflasi dari output gap masih minimal sejalan dengan respons yang memadai sisi penawaran terhadap peningkatan permintaan.

Meskipun target tercapai, sumbangan inflasi noninti (noncore) dalam pembentukan inflasi 2007 cukup besar, walaupun core inflation masih tetap merupakan sumber inflasi terbesar, sebagaimana juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Jika kita melihat ke belakang, berdasarkan data historis selama 30 tahun terakhir, tingkat inflasi di Indonesia persisten pada level yang cukup tinggi, sekitar 7%. Namun, pencapaian inflasi pada level 5% bukannya tidak pernah terjadi. Misalnya, pada 2003 dimana inflasi tercatat 5,04 %. Kenyataan ini menunjukkan bahwa target 5%, bukan sesuatu yang tidak mungkin dicapai.

Jika melihat dari dekomposisinya, inflasi yang terjadi selama ini lebih didominasi oleh core inflation. Konsisten dengan hal ini, sumber inflasi yang utama selama ini adalah ekspektasi, nilai tukar, dan base money growth.

Persistensi inflasi yang tinggi ini sangat terkait erat dengan ekspektasi inflasi yang selama ini masih bersifat backward looking. Hal ini terlihat dalam keseharian di dunia usaha yang selalu menaikkan gaji pegawai sekitar 10% dari tahun sebelumnya tanpa mempertimbangkan berapa laju inflasi.

Lima syarat

Dengan kondisi dekomposisi inflasi yang seperti ini, pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana kondisi yang diperlukan dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi 2008-2010 tersebut?

Pada dasarnya terdapat lima kondisi yang dibutuhkan untuk mendukung pencapaian sasaran inflasi tersebut. Pertama, kemampuan dalam menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan (output gap).

Kedua, menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Ketiga, menjaga agar ekspektasi inflasi berada pada level yang rendah. Keempat, meminimalisasikan dampak administered price. Kelima, menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi volatile food.

Terkait dengan kelima kondisi inilah, kebijakan penetapan dan pengendalian inflasi selalu dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan Bank Indonesia. Pemerintah dan BI pun sangat menyadari akan hal ini. Pemantauan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut harus dilakukan dengan cermat termasuk juga dalam rangka koordinasi pengendalian inflasi di tingkat daerah.

Memang harus diakui masih terdapat beberapa risiko yang mungkin dihadapi pada 2008 yang dapat memberikan tekanan pada inflasi sehingga berpotensi mengganggu pencapaian sasaran inflasi tersebut.

Risiko tersebut di antaranya adalah (i) proses konsolidasi pasar finansial global terkait dampak krisis subprime mortgage masih belum dapat dipastikan mereda, (ii) risiko terkait kenaikan harga minyak dunia, (iii) potensi peningkatan permintaan konsumsi minyak domestik di atas asumsi terutama yang dipicu oleh tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi maupun harga BBM di negara tetangga, (iv) kemampuan produksi minyak domestik yang tidak sesuai target dan (v) persepsi pelaku ekonomi terhadap prospek kesinambungan fiskal dan prospek perekonomian secara keseluruhan terkait dampak kenaikan harga minyak dunia.

Sementara itu, kemajuan implementasi terhadap paket kebijakan investasi termasuk proyek infrastruktur untuk mendorong masuknya foreign direct investment (FDI) dan juga dampak gangguan pasokan dan distribusi barang kebutuhan pokok yang pada proyeksi ini diasumsikan masih minimal. Sehingga, kenaikan investasi yang diproyeksikan terjadi, khususnya pada tahun 2008 ini, diperkirakan tidak akan terlalu memberikan tekanan terhadap kenaikan inflasi.

Sinergi kebijakan

Kata kunci untuk mengantisipasi berbagai macam risiko itu adalah sinergi kebijakan, baik dari sisi pemerintah sebagai otoritas fiskal dan BI sebagai otoritas moneter. Sinergi kebijakan dalam rangka antisipasi inflasi ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang menyatakan pengendalian inflasi akan dilakukan dalam suatu forum yang dikoordinasi oleh Menko Perekonomian, yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur BI, Menteri Perdagangan, dan menteri-menteri terkait.

Dapat disimpulkan, antisipasi terhadap segala risiko dalam pencapaian sasaran inflasi telah dilakukan sejak dini baik oleh pemerintah maupun BI. Diharapkan dengan berbagai langkah ini akan dapat mendeteksi segala permasalahan sejak dini dan dapat melakukan pilihan kebijakan yang tepat dalam memecahkan permasalahan yang ada.

Akhirnya, dukungan dari semua pihak juga sangat dibutuhkan untuk mencapai target tersebut. Mari kita masuki 2008 dengan optimisme, meski tetap waspada terhadap segala kemungkinan negatif yang bisa saja terjadi. Selamat Tahun Baru 2008.

Oleh Anggito Abimanyu & Andie Megantara
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Depkeu

Tidak ada komentar: