Senin, 04 Agustus 2008

Kartu kredit, dibenci dan dicinta

Kartu kredit, dibenci dan dicinta
Ausubel dalam artikelnya The Failure of Competition in the Credit Card Market (1991) mengelompokkan pengguna kartu kredit dalam tiga kelompok besar yaitu hampir tidak berisiko, berisiko kecil, dan berisiko besar. Berbeda dengan Ausubel, berdasarkan observasi saya, ada enam persepsi berbeda di masyarakat kita terhadap kartu kredit.

Karena kekurangpahaman mengenai produk perbankan ini dan minimnya self control, tidak jarang persepsi salah yang justru berkembang. Berikut pengelompokan persepsi terhadap kartu kredit versi saya.

Kelompok pertama adalah mereka yang melihat kartu kredit lebih besar mudaratnya daripada manfaatnya. Di mata kelompok ini, tidak ada keuntungan nyata memiliki kartu kredit, sementara biaya tahunan tetap harus dibayarkan. Besar biaya yang hanya beberapa ratus ribu rupiah itu dipandang tidak sesuai dengan manfaat yang diberikan.

Kita dapat memaklumi sepenuhnya jika yang berpendapat seperti ini adalah mereka yang berpenghasilan bulanan sekitar Rp2 jutaan atau kurang. Sayangnya, ada juga kawan saya yang bergaji belasan juta rupiah berpikiran seperti ini.

Bank tidak menyukai kelompok ini terutama yang mempunyai penghasilan cukup besar, tetapi masih belum dapat diyakinkan akan perlunya kartu kredit dalam kehidupannya.

Kelompok kedua adalah mereka yang memahami adanya manfaat dari kartu kredit dan pernah memiliki kartu kredit. Namun, karena kurang dapat mengendalikan diri (self control) saat memegangnya, mereka punya pengalaman buruk berhubungan dengan kartunya.

Mereka pernah terlilit utang kartu kredit yang menjerumuskan karena tidak mampu menahan nafsu belanjanya. Karenanya, sama seperti kelompok pertama, persepsi mereka terhadap kartu kredit juga negatif. Bahwa kartu kredit itu bagaikan ranjau yang sangat menjebak atau bahkan racun yang cukup mematikan.

ersepsi seperti ini memang sangat disayangkan tetapi terhadap orang yang tidak mempunyai self control, kita tidak mempunyai alternatif terbaik selain menganjurkannya untuk berhenti menggunakan kartu kredit. Ini lebih baik daripada kehidupannya diuber-uber tagihan kartu kreditnya. Bank tidak menyukai kedua kelompok pertama ini.

Kelompok ketiga adalah yang menilai kartu kredit itu sangat bermanfaat karena mempermudah manajemen kas dan belanja barang yang dibutuhkan. Kartu kredit sangat diperlukan saat kita menginap di hotel berbintang, menjamu rekan bisnis bersantap di restoran berkelas, menunggu saat keberangkatan di bandar udara, atau saat kita berada di luar negeri.

Kelompok ini akan menggunakan kartu kredit untuk menikmati semua kemudahan di atas. Saat tagihan jatuh tempo sekitar 2 - 6 minggu kemudian, mereka akan melunasi seluruh tagihannya. Inilah kelompok convenience users.

Walaupun berisiko sangat rendah, kelompok ini bukan yang paling disukai bank. Dari convenience users ini, bank hanya akan memperoleh iuran tahunan yang tidak seberapa nilainya, selain merchant's fee tentunya. Inilah persepsi yang benar dan dilakukan mereka yang bijak dalam finansial.

Yang disukai bank

Kelompok keempat adalah yang memandang kartu kredit sebagai peningkatan batas belanja bulanan. Mereka tidak segan untuk membeli tidak saja barang yang dibutuhkan tetapi juga barang yang diinginkan.

Saat tagihan datang, kelompok ini sebenarnya mempunyai kemampuan untuk melunasinya karena mempunyai akumulasi dana dan kekayaan yang cukup, tetapi mereka tidak melakukannya. Mereka lebih suka mengangsur tagihan minimum yang hanya sebesar 10% itu karena terasa sangat meringankan.

Inilah kelompok berisiko rendah menurut Ausubel dan yang paling disukai bank. Kelompok inilah yang diincar dan diperebutkan bank penerbit kartu kredit. Bank tidak ragu untuk memberikan iuran keanggotaan gratis untuk satu atau dua tahun pertama dan memberikan limit kredit hingga puluhan juta rupiah untuk kelompok ini.

Kelompok kelima adalah mereka yang cenderung high profile. Tidak hanya sebagai peningkatan kapasitas belanja, kartu kredit juga dipandang sebagai tambahan kas atau uang tunai di dompetnya. Jika diperlukan, kadang hanya untuk pamer diri, kelompok ini tidak ragu menggunakan kartu kreditnya untuk menarik ATM tunai. Ketika tagihan datang, kelompok ini hanya mampu untuk melunasi angsuran minimum.

Walaupun mempunyai persepsi yang salah, kelompok ini tetap sanggup membayar angsuran minimum setiap bulannya. Selama kewajiban minimum ini dapat dipenuhinya, kelompok ini berisiko sedang dan juga disukai bank penerbit. Bank mulai khawatir terhadap kreditnya kepada kelompok ini saat mereka lupa atau mulai kesulitan melunasi angsuran minimum yang hanya 10% dari saldo utangnya.

Kelompok keenam adalah mereka yang lebih besar pasak daripada tiang. Sama seperti persepsi sebelumnya, kelompok ini juga suka mengambil ATM tunai. Bedanya, kelompok ini mempunyai begitu banyak keinginan dan kurang menyadari kemampuan finansialnya. Kelompok ini umumnya juga tidak mampu membatasi diri saat berbelanja. Akibatnya, tagihan bulanannya terus meningkat.

Inilah kelompok pengguna kartu kredit yang berisiko tinggi yang paling tidak disukai dan sangat dihindari bank. Bukannya mendatangkan keuntungan, bank justru menderita kerugian menghadapi kelompok ini.

Memahami enam persepsi di atas, di kelompok mana Anda berada? Harapan saya, Anda masuk kelompok ketiga.

Budi Frensidy
Staf Pengajar FEUI dan penulis buku Matematika Keuangan

Perusahaan keluarga butuh profesional

Perusahaan keluarga butuh profesional
Sebagian perusahaan keluarga merasakan, profesionalisme merupakan upaya untuk berkembang. Profesionalisme mewajibkan anggota organisasi untuk bertindak secara profesional dalam manajemen, tingkah laku, kepemimpinan, pengumpulan informasi bisnis, akuntabilitas, kompetensi sumber daya manusia dan seterusnya.

Hasil survei The Jakarta Consulting Group terhadap 43 profesional yang bekerja di perusahaan keluarga kelas menengah ke atas di Indonesia menunjukkan sepertiga perusahaan keluarga kurang memberikan otoritas dalam mengambil keputusan strategis bagi perusahaan. Keterbatasan wewenang yang sedikit lebih longgar (28%) diberikan untuk membuat perencanaan strategis. Keterbatasan makin longgar lagi dalam melaksanakan perencanaan yang telah dibuat.

Hasil ini mendukung opini umum bahwa semakin strategis suatu aktivitas dalam perusahaan keluarga, maka otoritas yang diberikan kepada profesional nonkeluarga semakin rendah.

Mengusung profesionalisme dengan melibatkan profesional nonkeluarga tidak jarang juga menimbulkan beberapa isu kesenjangan profesional (professional gaps). Kesenjangan bisa muncul antara anggota keluarga dan profesional nonkeluarga itu sendiri.

Kesenjangan tipe ini cenderung sensitif jika dibiarkan melebar, tetapi bukan berarti anggota keluarga harus menyamai kemampuan teknis dari kalangan profesional. Anggota keluarga justru harus menyerap inti sarinya saja, rincian teknisnya serahkan kepada ahlinya, karena memang bukan wilayah anggota keluarga, terkecuali kalau memang minat utamanya di bidang itu.

Isu kesenjangan profesional juga bisa terjadi antargenerasi, misalkan antara generasi kedua dan generasi ketiga. Bagaimana pun duduk perkara yang menghasilkan isu kesenjangan itu, tetap saja harus dijembatani sehingga tidak menimbulkan masalah yang akan menghambat proses transformasi.

Batu sandungan lainnya adalah kebiasaan lama yang tak pernah mati (old habits never die). Terdapat kebiasaan yang sudah membudaya dan melekat, bukan hanya pendiri melainkan juga eksekutif yang bekerja sama dengan pendiri.

Kadang kala kebiasaan tersebut harus diubah, tetapi karena sudah melekat, kebiasaan itu susah untuk diubah. Isu utama ini terkait juga dengan resistensi untuk berubah.

Apalagi di sisi yang lain, pendiri atau pemilik perusahaan sering menjadi terlalu percaya diri dengan kemampuannya. "Oh, saya sudah bisa membangun bisnis selama 30 tahun dan berkembang baik, kenapa saya harus berubah, kenapa saya harus bertindak profesional?"

Kebiasaan sulit dipisahkan dari pelakunya, karena terkait dengan mindset. Tidak mudah memang mengharapkan orang lain untuk berubah, apalagi orang lain tersebut adalah pihak yang lebih senior. Yang dapat dilakukan secara bertahap adalah meyakinkan bahwa ada yang lebih baik dibandingkan dengan kebiasaan lama itu.

Penekanannya di sini adalah tidak mendahulukan untuk mencela kebiasaan lama sebagai hal yang buruk, tetapi mengajukan alternatif yang lebih baik. Hal ini secara psikologis gampang dimengerti. Jika penekanannya adalah mencela kebiasaan lama sebagai hal yang buruk, maka pihak yang melakukan kebiasaan tersebut akan merasa diserang dan sebagai reaksinya akan cenderung defensif. Padahal, orang yang berada pada posisi defensif, akan berpikir menang - kalah yang sudah keluar konteksnya dari maksud semula.

Bukan keluarga

Mengapa non-family management members masuk? Para profesional menyediakan sumber informasi, keahlian, dan pengalaman yang belum dimiliki oleh perusahaan keluarga. Mereka juga mendukung akuntabilitas dalam manajemen. Para profesional membantu mengevaluasi ide, strategi dan memberikan pandangan yang lebih objektif.

Namun, dengan masuknya mereka, ada kekhawatiran yang muncul menyangkut management control, yaitu adanya kemungkinan decreasing atau bahkan loosing power and control. Kekhawatiran ini sering menjadi penyebab keengganan sebagian dari pemilik atau pendiri perusahaan untuk melakukan pendelegasian. Kekhawatiran lain adalah kemungkinan terjadi konflik nilai antara para pemilik dan profesional. Konflik bisa terjadi kalau kita tidak mampu memadukan nilai-nilai dari kedua belah pihak.

Peran non-family members, terutama profesional, masuk terutama karena keahlian dan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh anggota keluarga. Jika kebetulan anggota keluarga mempunyai keahlian dan kompetensi yang sama dan cukup, dari sisi ini sebetulnya tenaga profesional tidak diperlukan lagi. Namun demikian, ada posisi yang tidak mungkin diisi semua oleh anggota keluarga dan diperlukan profesional dari luar.

Menyiapkan perusahaan keluarga bagi profesional tentu ada cara dan sistem komunikasinya. Keluarga sebaiknya menyadari dan mendukung bahwa posisi kunci harus ada yang diserahkan kepada orang lain yang lebih kompeten, dan menyiapkan resolusi konflik yang mungkin terjadi. Ini berarti, jika pendiri atau pemilik mengundang orang dari luar, maka harus diketahui terlebih dahulu kira-kira apa potensi konfliknya dan bagaimana menghadapinya.

Jika orang luar masuk dalam organisasi, apalagi dalam posisi kunci, tentu dia ingin mengetahui segala sesuatu dari semua lini bisnis itu. Di sinilah pentingnya transparansi budaya organisasi dalam hal ini. Jika tidak ada transparansi, dikhawatirkan profesional non-keluarga ini akan sekadar menjadi 'umpan' saja, duduk dan melakukan sesuatu tanpa mengetahui apa yang terjadi di dalam organisasinya.

Jika ada anggota keluarga yang tidak mendukung non-family members untuk menduduki posisi kunci akan timbul masalah. Sebaliknya, dibutuhkan fleksibilitas pihak profesional, sehingga tidak perlu memaksakan idealismenya dijalankan seratus persen ke dalam perusahaan seketika itu juga. Kedua belah pihak diharapkan dapat menunjukkan kemampuan untuk bekerja sama secara sinergis dan harmonis.

A. B. Susanto
Managing Partner The Jakarta Consulting Group

Cash management untuk bisnis dan pengusaha

PT Bank Pan Indonesia Tbk
Cash management untuk bisnis dan pengusaha
Ballroom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta sesak dengan manusia. Mukmin Ali Gunawan, Chairperson Panin Group tampak sibuk menebar senyum kepada para undangan yang berdatangan. Tampak mitra aliansinya, Managing Director Asia Pacific ANZ Banking Group Alex Thursby.

Panin dan ANZ sudah 13 tahun bermitra. Bank terbesar di Australia itu memiliki 30% saham PT Bank Panin Indonesia Tbk. Persekutuan pertama terjadi saat keduanya juga mendirikan PT ANZ Panin Bank, sebuah bank campuran di mana ANZ mengendalikan 85% saham.

Namun, hajatan pada malam itu, Kamis 17 Juli, bukan soal aliansi mendirikan bank lagi. Bank Panin hendak memperkenalkan PaninCashManagement, solusi pengelolaan keuangan untuk bisnis ataupun individu pengusaha. Kehadiran ANZ, tentu bisa mendongkrak pamor acara.

Manajemen bank terbesar ketujuh tersebut, mengundang hampir seluruh nasabah utamanya. Konon, 3.000 undangan disebar, doorprize berupa emas batangan disiapkan. Ini memang soal bisnis, tak salah apabila pemanis dibubuhkan agar tampak memikat.

Dari sisi produk, cash management sebenarnya bukan mainan baru bagi perbankan. Namun, melalui relasi baiknya dengan ANZ ditambah jaringan kantor yang luas, Bank Panin yakin bisa memberikan 'rasa layanan berbeda' dibandingkan dengan lembaga keuangan sejenis yang lebih dahulu menggarap bisnis ini.

Seperti kata Direktur Ritel Bank Panin Ken Ng, layanan cash management dikemas secara khusus dalam rangka membantu nasabah mengelola arus kas dan arus informasi transaksi keuangan. "Dengan didukung lebih dari 300 jaringan, PaninCashManagement otomatis bisa melayani perusahaan ataupun invididu pengusaha di berbagai wilayah Tanah Air," tuturnya, berpromosi.

Apabila membalik memori, aksi Bank Panin memberikan layanan cash management ini adalah buntut transformasi perusahaan dalam 10 tahun terakhir. Setelah sempoyongan akibat krisis ekonomi pada 1998, bank ini banting setir untuk mulai melakukan diversifikasi usaha dengan memperkecil bisnis korporasi dan memperbesar sektor komersial dan ritel.

Bisnis komersial, misalnya, kini telah menggelembung dan mengontribusi 40% kredit bank tersebut. Bisa dipastikan, Bank Panin memiliki basis nasabah yang lebih besar, dibandingkan dengan satu dekade sebelumnya yang berkutat di sektor korporasi.

Solusi finansial

Ken mengakui untuk saat ini target utama penjualan produk cash management adalah nasabah existing sebelum ekspansi mengejar nasabah baru. "Kami ingin menyediakan satu paket solusi finansial yang komplet, platform terintegrasi dan aman, keandalan serta ketepatan, risiko yang minimal, serta administrasi yang rapi."

Pilihan untuk menjadikan nasabah kredit sebagai sasaran nasabah cash management sangat masuk akal. Ibaratnya seperti berburu di kebun binatang, bank hanya memerlukan energi yang minimal untuk mendapatkan hasil optimal. Tinggal dipilih.

Strategi ini sebenarnya bukan monopoli Bank Panin. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, misalnya, secara terang-terangan menyatakan akan mengejar 35 juta nasabahnya saat mulai menjalankan bisnis kartu kredit. Menjaring nasabah baru? Tentu saja tetap bisa dilakukan secara paralel.

Menurut Ken, kebutuhan sebuah perusahaan ataupun pengusaha untuk mengelola keuangan secara efisien dan mudah kini tak bisa ditawar lagi. Dinamika bisnis juga menuntut segala macam transaksi diselesaikan lebih cepat, karena detik demi detik sangat berharga.

Urusan transaksi bisnis juga tidak sebatas payroll, menyelesaikan pembelian barang jasa, penerimaan kas hingga pembayaran internasional dan domestik. Perusahaan dan pengusaha kini juga membutuhkan solusi investasi tingkat lanjut untuk dana-dana idle mereka.

Sedikitnya enam fasilitas kini telah tersedia dalam PaninCashManagement yakni Account Payable Management, Account Receivable Management, Payroll, Cash Pick Up & Delivery Services, Liquidity Management, dan Delivery Channels.

Account Payable Management, misalnya, tersedia untuk mengatur pembayaran utang-utang nasabah dengan berbagai fasilitas seperti pindah buku, pembayaran domestik dan internasional, serta melalui cek.

agi nasabah yang memerlukan pengelolaan likuiditas tersedia dua solusi mumpuni yakni sweeping/cash concentration dan investasi. Menurut Ken, sweeping cocok bagi perusahaan yang memiliki banyak cabang dan banyak rekening untuk kemudian disatukan dalam sebuah rekening induk.

Untuk investasi, Bank Panin bersedia memfasilitasi nasabah dalam memilih berbagai instrumen terbaik. Nasabah juga bisa memilih jangka waktu investasi yang sesuai. Misalnya, dana baru akan digunakan satu bulan ke depan, maka dalam periode tersebut investasi dilakukan.

Satu hal yang tak kalah penting dalam bisnis cash management adalah saluran distribusi (delivery channels), yakni jaringan yang digunakan untuk pelayanan. Saat ini tersedia, tujuh sistem saluran pelayanan yakni Bisnet Panin, Internet Panin, Mobile Panin, Call Panin, ATM Panin, dan -tentu saja-cabang.

Bank Panin telah berani memecah kebuntuan, dengan cara total terjun menekuni bisnis cash management. Kendati sedikit telat, belum tentu bank ini akan terus ketinggalan mengingat mereka punya jejak rekam mengesankan saat menapaki bisnis baru. (hery.trianto@bisnis.co.id)

Hery Trianto
Bisnis Indonesia

Awas, aksi pialang 'hitam'

Manajemen
Minggu, 03/08/2008
Awas, aksi pialang 'hitam'
Maksud hati menjadikan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) tempat berdagang kontrak berjangka komoditas dan menjadi sarana lindung nilai, yang justru marak adalah transaksi valuta asing (valas) dan indeks saham asing.

Transaksi komoditas berjangka dengan underlying komoditas primer di BBJ mempunyai payung hukum yang jelas yakni UU No.32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Keputusan Presiden No.119/2001 tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka.

Kini yang justru marak adalah transaksi valas dan indeks saham asing. Padahal dua instrumen itu tidak ada dalam dua suprastruktur tersebut. Transaksi miliaran rupiah itu hanya dilegalkan dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komodti (Bappebti) No.55/2005 yang kemudian direvisi menjadi No.58/2006 mengenai transaksi valas dan indeks saham asing melalui sistem perdagangan alternatif (SPA)

Perdagangan valas melalui SPA inilah yang menuai banyak kecaman dari berbagai pihak lantaran belum ada payung hukum yang kuat untuk melindungi nasabah. Hal itu mendorong pialang berbuat 'nakal' dalam transaksi valas. Imbasnya nasabah dirugikan.

Sepanjang 2006 hingga pertengahan tahun ini Bappebti telah menerima lebih dari 200 pengaduan dari para nasabah dari 64 pialang.

Namun baru 20% yang berhasil diselesaikan Bappebti dengan total pengembalian hingga Rp12 miliar. Sisanya masih diproses, ditindaklanjuti, menggantung, atau bisa jadi tidak diurus.

Salah satu yang mengalami nasib sial adalah Dedi. Dia mulai tertarik menanamkan modalnya ke salah satu perusahaan pialang yang sempat dibekukan oleh BBJ. Pada 7 Maret setahun yang lalu, dia diajak dua rekannya mengikuti presentasi yang dilakukan oleh senior business manager (SBM) dan overseas consultant (OC) pialang tersebut. Saat penjelasan sebelum dimulainya simulasi transaksi, baik SBM dan OC menyatakan transaksi nanti akan selalu profit dan tidak mungkin merugi.

"Alasannya sih sistem dari mereka [pialang] sudah memproteksi agar investor atau klien tidak mungkin merugi, hanya saja investasinya harus besar, kalau kecil susah dapat keuntungan yang besar," ujarnya.

Singkat cerita dari simulasi yang diatur sedemikian persuasif itu akhirnya para nasabah termasuk dirinya tergiur untuk berinvestasi dan diminta menyetorkan dana keesokan harinya pada 8 Maret.

Pihak pialang juga mengatakan dana akan disimpan di segregate account atau rekening terpisah melalui bank yang sudah ditercatatkan di Bursa dan Kliring. Anehnya, kata Dedi, surat perjanjian (agreement) masih kosong sementara dana sudah ditransfer.

Siapa nyana selama proses transaksi, seringkali OC dan SBM memberikan informasi dan petunjuk mengarah pada kerugian. Sementara apabila transaksi Dedi berpeluang profit maka sistem komputer selalu delay beberapa menit sehingga tetap saja merugi. Buntutnya, dia kehilangan Rp100 juta.

Nasib yang sama dialami Dwi. Pada 12 Juli tahun lalu dia menyetorkan US$30.000 ke rekening terpisah Bank Niaga. Dengan iming-iming akan mendapat bonus PDA (personal data assistant), dia diminta menyetorkan dana lagi US$30.000. OC saat itu mengatakan data dapat diambil kembali sewaktu-waktu dan tidak diikutsertakan dalam transaksi. Tidak diduga OC dan SBM melakukan transaksi di luar kesepakatan sehingga klien mengalami kerugian.

Dua kisah ini merupakan sekelumit dari ratusan aduan yang masih terkatung-katung. Lembaga Perjuangan Hak Konsumen Indonesia (LPHKI) mencatat hingga bulan ini sudah ada 66 pengaduan dari tujuh perusahaan pialang berjangka. Lalu bagaimana kita sebagai calon investor mengamankan dana di bursa berjangka? (redaksi@bisnis.co.id)

M. Tahir Saleh
Kontributor Bisnis Indonesia

Niken Rachmad

Kisah Sukses
Minggu, 03/08/2008
Niken Rachmad
Nothing to loose
Banyak cinta ditujukan Niken Rachmad untuk dunia komunikasi. Jalan hidup dan kesempatan yang terbuka lebar membawanya terjun ke dunia tersebut.

Direktur Komunikasi PT HM Sampoerna Tbk ini sedari dulu memang banyak berkecimpung dalam hal pembentukan citra khususnya citra korporasi. Padahal, bidang yang digeluti sekarang jauh melenceng dari ilmu yang ditimbanya di bangku kuliah.

Istri Kristiawan Rachmad ini lulusan jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada. Dia menceburkan diri ke dunia komunikasi bukan tanpa alasan.

Menurut dia, komunikasi memegang peran kunci dalam banyak hal, misalnya membantu perusahaan dalam memasarkan produk. Namun, komunikasi harus dipadukan dengan mawas diri, sehingga amat penting mengetahui keunggulan produk luar dalam, dan mencermati waktu. Pihak yang melepas ke pasaran juga harus bijak untuk memadukan berbagai hal tersebut ke dalam strategi pencitraan.

"Positioning sangat penting untuk membidik yang kita tuju."

Dia menganalogikan hal ini ke dalam fenomena yang ada sekarang. Dalam pemikirannya, para tokoh yang yang akan melaju ke pemilihan umum harus menyadari bahwa target pemilih yang bisa disasar sangat luas.

Mereka, menurut dia, harus pintar-pintar mewujudkan visinya ke depan melalui sarana yang pas. Untuk itu, peran pembentuk citra sangat diperlukan di sini. Di samping itu, bangsa ini juga harus lebih menguatkan posisi di mata dunia.

Beragam kebudayaan harus lebih diperkenalkan di kancah internasional, sehingga masalah batik yang dipatenkan negara lain tidak menular ke kebudayaan Indonesia lainnya.

Citra Sampoerna

Di babak lain, Niken yang sudah 11 tahun bergabung di perseroan, bersama tim berhasil melambungkan citra Sampoerna menjadi perusahaan yang bertanggung jawab. Dia bilang butuh sekitar sembilan tahun untuk mewujudkan citra tersebut, sejak Sampoerna melangkah menjadi perusahaan terbuka pada 1991.

Dulu banyak orang menganggap Sampoerna perusahaan besar dan kaya, hanya sebatas itu. Perseroan tidak mau hanya dikenal sebatas itu, maka Niken dan tim pun bekerja keras merubah dan pada akhirnya berhasil, klaimnya.

Menjadi Direktur Komunikasi perusahaan terbuka menurutnya amat sulit sekaligus menantang. Dengan sekuat tenaga komunikasi perusahaan dijaganya selalu transparan, baik yang mengalir ke pemangku kepentingan, pemegang saham, maupun media massa.

"Kalau ada kerugian kami terbuka, kami juga menjelaskan bahwa mengembalikan keadaan memerlukan waktu. Kami selalu membuka diri kepada semua pihak yang ingin menanyakan," katanya.

Ibu dua anak ini belajar banyak dari pengalamannya saat menjadi konsultan dan kiprah di dunia jurnalistik dan humas dalam mengelola arus komunikasi perusahaan sebesar Sampoerna. "Pengalaman adalah guru yang paling baik, itu mematangkan saya."

Bisa dibilang Niken kenyang pengalaman di dunia jurnalistik dan humas. Karier jurnalistiknya cukup lama. Dia sempat menjadi jurnalis dan penyiar ABC Australia selama dua tahun dan tiga tahun di Voice of America - Washington DC.

Dia sangat menikmati profesi jurnalisnya. Sebagai jurnalis dia bisa menceritakan semua kejadian yang dia liput ke seluruh dunia. Itu salah satu momentum yang paling membanggakannya, menjadi jurnalis di negeri orang, sementara belum banyak orang Indonesia yang melakoninya saat itu.

Sekembali ke Indonesia pada 1974, banyak kawan Niken berprofesi di dunia periklanan. Dia pun tidak mau melepas kesempatan untuk mencoba, lantas dia dan beberapa teman membuat divisi humas guna membantu klien menangkal isu negatif.

Seterusnya dia aktif di dunia humas, dan sempat dua tahun menjabat Kepala Divisi Kreatif PT Citra Lintas Indonesia. Tidak hanya itu, dia pernah memegang jabatan penting sebagai Managing Director Indo-Ad Public Relations selama delapan tahun hingga akhirnya berlabuh di Sampoerna.

"Saya sempat bertanya apakah humas cocok dengan apa yang saya mau, tetapi saya coba jalani dengan nothing to loose. Hasilnya semua berjalan lancar."

Semuanya dipelajari secara otodidak, dan Niken belajar sedikit-sedikit. Sebagai contoh, pada 1980-an dirinya belajar menyelenggarakan ajang promosi produk baru.

Dengan bermunculan beragam kegiatan, fungsi humas menjadi amat penting. Seiring waktu mulai bermunculaan tokoh humas dan konsultan di bidang komunikasi.

Dunia komunikasi mulai menggeliat sejak dua dekade belakangan, Niken beruntung menjadi salah satu pionir bidang tersebut. Komunikasi berkembang pesat sebagai ilmu dan aplikasi sejalan dengan besarnya kebutuhan akan pencitraan yang canggih dan strategis di Tanah Air.(redaksi@bisnis.co.id)

Noerma Komalasari
Kontributor Bisnis Indonesia

BIODATA
NamaNiken Rachmad
Tempat/tgl lahirMalang, 25 Februari 1950
SuamiKristiawan Rachmad
AnakArdi Isnandar Ardhini Citrasari (Sita)
PendidikanFIPA Universitas Gadjah Mada (1969–1972)
Kursus singkat
  • Manajemen Komputer Caulfield Tech, Melbourne (1974)
  • Creative Advertising Workshop – Ogilvy & Mather Hong Kong (1979)
  • Pelatihan Jurnalistik, Georgetown University, Washington, DC (1984)
  • Pengalaman kerja
  • Direktur Komunikasi PT HM Sampoerna Tbk (1998 - sekarang)
  • Managing Director Indo-Ad Public Relations, Jakarta (1990 – 1998)
  • Konsultan – PT Indo Ad, Jakarta (1988 – 1989)
  • Kepala Divisi Kreatif PT Citra Lintas Indonesia, Jakarta (1985 – 1987)
  • Jurnalis dan Penyiar Radio Voice of America – Washington DC (1982 – 1985)
  • Creative Copywriter Indo-Ad Advertising, Jakarta (1978 – 1982)
  • Office Manager – Denpasar Water Supply Project (1974 – 1976)
  • Jurnalis dan Penyiar Radio ABC Australia – Melbourne (1972 – 1974)
  • Simon & Jahja CFO terbaik

    Keuangan
    Selasa, 05/08/2008
    MEDIASI
    Simon & Jahja CFO terbaik
    JAKARTA: Simon Mawson, Chief Financial Officer PT Astra International Tbk mendapatkan penghargaan sebagai CFO terbaik versi majalah Finance Asia 2008. Posisi kedua diraih Jahja Setiaatmadja yang sekarang menjabat Wadirut PT Bank Central Asia Tbk.

    Jahja menyampaikan terpilihnya sebagai CFO terbaik versi Finance Asia 2008 karena dianggap para investor di kawasan Asia masih menjabat pada posisi tersebut.

    "Padahal pada 2005 saya sudah menjabat Wadirut BCA. Tetapi, mungkin mereka menilainya kinerja sebelumnya. Jadi, ya saya bersyukur saja atas penganugerahan ini, karena berkompetisi dengan ratusan perusahaan publik di Indonesia," paparnya kepada Bisnis di Jakarta, kemarin.

    Dalam kesempatan itu, juga diberikan anugerah kepada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk sebagai bank terbaik, Danareksa Sekuritas sebagai sekuritas terbaik. Bank Mandiri terpilih menjadi Best Change Management, Bank Danamon sebagai Best Trade Finance Bank dan BCA sebagai Best Foreign Exchange Bank. (Bisnis/11)

    Pengalihan personel BPKP kontraproduktif

    Ekonomi Makro
    Selasa, 05/08/2008
    Pengalihan personel BPKP kontraproduktif
    JAKARTA: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menilai usulan Badan Pemeriksa Keuangan atas pengalihan personelnya ke kementerian dan lembaga negara serta pemda merupakan hal yang kontraproduktif.

    Kepala BPKP Didi Widayadi menegaskan seharusnya dilakukan adalah mengukuhkan BPKP sebagai lembaga audit internal keuangan pemerintah secara penuh guna mengimbangi fungsi BPK selaku audit eksternal.

    "Kami hanya memiliki 7.000 personel. Padahal kalau dialihkan seperti saran BPK, kebutuhannya hampir sekitar 21.000 orang. Ini menjadi kontraproduktif," tegasnya selepas seminar bertema Pembangunan Aparatur Negara di kantor Bappenas, kemarin.

    Usul pengalihan personel BPKP ke kementerian dan lembaga (K/L) atau pemda sempat diucapkan Anggota BPK Baharuddin Aritonang. Dia menyatakan optimalisasi fungsi personel BPKP hanya maksimal jika sumber daya manusia di lembaga auditor internal pemerintah itu dialihkan. (Bisnis, 26 Juli)

    Sebaliknya Didi menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengukuhkan BPKP sebagai lembaga audit internal secara menyeluruh karena fungsi ini sangat logis, seperti juga diterapkan di negara lain.

    "BPKP akan menjadi lembaga auditor internal [secara penuh] yang melakukan pengawasan dan audit secara akuntabel dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden," tambahnya.

    Untuk keperluan itu, lanjutnya, pemerintah akan segera mengeluarkan dua peraturan presiden (perpres). Pertama, perpres mengenai sistem pengendalian keuangan internal pemerintah. Kedua, perpres tentang peran BPKP.

    Oleh Dewi Astuti
    Bisnis Indonesia