Senin, 19 November 2007

BI : PERBANK HADAPI PENINGKATAN RISIKO 2008

Keuangan
Selasa, 20/11/2007
BI: Perbankan hadapi peningkatan risiko 2008
JAKARTA: Tingginya harga minyak membuat indeks stabilitas keuangan (Financial Stability Index/FSI) diperkirakan naik ke level 1,27 sekaligus membawa perbankan kembali menghadapi peningkatan sejumlah risiko pada 2008.

Bank Indonesia memperkirakan indeks stabilitas keuangan pada akhir semester II/2007 mencapai 1,27 atau naik tipis dibandingkan dengan pencapaian pada posisi semester I/2007 sebesar 1,21.

Naiknya indeks tersebut mencerminkan kualitas stabilitas sistem keuangan yang menurun. Pada akhir semester II/2006, FSI mencapai 1,37 atau nilai cukup rawan bagi sistem keuangan.

Direktur Direktorat Pengaturan dan Pengawasan Perbankan BI Halim Alamsyah mengatakan sistem keuangan akan terpengaruh ekses likuiditas global, lonjakan harga minyak, serta belum selesainya krisis subprime mortgage.

Dia menjelaskan perbankan yang menguasai 80% total aset sektor keuangan nasional, akan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Di sisi domestik, katanya, bank perlu waspada terhadap dampak persaingan menjelang pemilu terutama terkait kondisi keamanan.

"Ekses likuiditas masih terjadi meskipun ekspansi kredit pada 2008 akan lebih cepat. Namun, peningkatan sejumlah risiko tetap harus dicermati," jelasnya dalam diskusi Kajian Stabilitas Keuangan, kemarin.

Menurut dia, potensi instabilitas yang perlu diwaspadai berupa belum tuntasnya penyelesaian restrukturisasi kredit, belum optimalnya penerapan manajemen risiko serta kelemahan dalam sistem informasi manajemen kredit perbankan.

Dia mencontohkan semakin besarnya penyaluran kredit konsumer tanpa diimbangi kualitas kredit yang membaik, sementara pinjaman untuk investasi dan produksi justru tak besar.

Stress test

Namun, Halim menegaskan hasil stress test menunjukkan ketahanan perbankan dari sisi modal dan pembentukan cadangan, saat ini cukup stabil terhadap perubahan indikator makroekonomi seperti nilai tukar dan suku bunga.

Dia menambahkan sektor korporasi dan konglomerasi turut memperlihatkan ketahanan. Estimasi BI menunjukkan 75 korporasi besar yang dianalisis menunjukkan probability of default sebesar 0,5, jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya mendekati level 1.

BI, kata Halim, optimistis pertumbuhan kredit pada 2008 mencapai di atas 22%. Hingga pekan ketiga Oktober 2007, kredit baru mencapai 23,95% dengan delta sebanyak Rp168 triliun atau di atas ekspektasi akhir tahun Rp150 triliun.

Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan BI Wimboh Santoso menyebutkan angka indeks stabilitas keuangan di atas 2 akan membahayakan sistem keuangan. "Pada 2005 kita pernah di atas 2% dan itu sangat tidak menguntungkan. Kali ini kami berharap harga minyak turun sehingga indeksnya juga turun," ujarnya.

Director Equity Research & Banking Analyst Credit Suisse Securities Indonesia Mirza Adityaswara menambahkan investor memandang positif naiknya pencadangan provisi di perbankan.

"Saat ini, pencadangan NPL di atas 100% seperti BRI, BCA, Danamon, Panin, dan Lippo. Itu disukai investor dibandingkan dengan dua tahun lalu di mana pencadangan rata-rata hanya 50%," tuturnya.

Mirza menambahkan bank perlu mencermati dampak aturan dimasukkannya aturan provisi anak perusahaan keuangan. Saat ini beberapa multifinance yang dimiliki bank a.l. WOM Finance, FIF, Adira, Clipan Finance, Oto Multiartha, Astra Sedaya, dan BNI Multifinance. (fahmi.achmad@bisnis.co.id/arif.gunawan@bisnis.co.id)

Oleh Fahmi Achmad & Arif Gunawan S.
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: