Jumat, 16 November 2007

BI : BANK KUATKAN ASPEK OPERASIONAL

Halaman Depan
Jumat, 16/11/2007
BI: Bank kuatkan aspek operasional
JAKARTA: Masih berlanjutnya dampak krisis subprime mortgage dan lonjakan harga minyak membuat Bank Indonesia menyusun kebijakan dan peraturan pada 2008 yang lebih mengacu pada penguatan aspek operasional bank.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D. Hadad mengatakan risiko kredit berpotensi meningkat seiring belum selesainya dampak negatif dari kasus subprime mortgage dan harga minyak global yang tinggi

Dia mencontohkan sejumlah bank dan lembaga keuangan internasional seperti Citigroup dan Bank of America kemungkinan menderita rugi besar pada laporan akhir tahun.

Muliaman menyebutkan sistem perbankan di Tanah Air justru menunjukkan kestabilan serta adanya perbaikan kinerja dari sisi keuangan seperti total aset, perolehan dana masyarakat, penyaluran kredit serta laba.

"Dari sisi keuangan, bank mampu mencatatkan modal yang cukup dan untung besar. Jadi penguatan aspek operasional menjadi tujuan dan sasaran dari kebijakan ke depan," katanya dalam satu seminar prospek ekonomi, kemarin.

Arah kebijakan perbankan dan inisiatif BI 2008
1.Fokus pada pemantapan stabilitas sistem keuangan.
2.Melanjutkan langkah penguatan struktur perbankan.

  • Peningkatan efektivitas manajemen risiko

  • Persiapan penerapan Basel II

  • Tata kelola perusahaan yang baik

  • Penyempurnaan sistem informasi manajemen kredit

  • Penyempurnaan kebijakan dan prosedur perkreditan

  • Peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
  • 3.Meningkatkan perhatian pengawas pada bank dengan debitor yang jenis usahanya tergantung pada BBM.
    4. Monitoring yang ketat terhadap pelaksanaan restrukturisasi dan hapus buku pada bank-bank BUMN.
    Sumber: Makalah Muliaman Hadad, 15 November 2007

    Menurut dia, acuan kebijakan 2008 menekankan pada penerapan manajemen risiko seperti memaksimalkan peran komisaris dan direksi serta komite pengawas debitor yang jenis usahanya tergantung BBM.

    Dia menjelaskan penerapan Basel II yang menekankan implementasi tata kelola perusahaan harus terlihat dalam penyempurnaan sistem informasi manajemen kredit ataupun penyempurnaan kebijakan dan prosedur perkreditan

    Muliaman mengungkapkan faktor peningkatan risiko menjadi perhatian utama meskipun ekspansi kredit tahun depan diperkirakan tumbuh 22% hingga 24%, sementara rasio kredit bermasalah pada kisaran 5% sampai 5,5%.

    Namun, Muliaman mengakui proyeksi itu belum memasukkan potensi tekanan inflasi akibat kenaikan harga minyak. Dia menyebutkan target pertumbuhan kredit 22%-24%, cukup moderat dari ekspektasi pencapaian 2007 sebesar 22%.

    "Memang ada faktor harga minyak, saya berharap bank-bank melakukan perhitungan sendiri dan stress test karena mereka yang tahu dampak terhadap kreditnya," ujarnya.

    BI menilai penyaluran kredit investasi masih mengalami hambatan karena adanya persepsi perbankan mengenai daya saing Indonesia, serta belum jelasnya kelanjutan proyek infrastruktur.

    Akses UMKM

    Muliaman mengemukakan perluasan akses terhadap UMKM akan menjadi sandaran bagi bank menyalurkan likuiditas. Dia menyebutkan bank perlu menurunkan suku bunga kredit yang selama ini mencatatkan spread 6% atau dinilai masih tinggi pada biaya dana.

    Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai sektor korporasi perlu menjadi fokus penyaluran kredit. Hal ini, ujarnya, karena korporasi masih menjadi andalan menggerakkan ekonomi dibandingkan dengan sektor UMKM.

    "Korporasi tetap jadi motor ekonomi. Jangan dikira UMKM diberikan kredit terus ekonomi tumbuh dengan sendirinya begitu saja," tegasnya.

    Direktur Utama Bank Sumut Gus Irawan mengatakan peran BPD akan lebih penting sebagai arranger pendanaan pembangunan infrastruktur di daerah.

    Namun, dia juga menilai kontribusi pemda sebagai pemegang saham perlu lebih besar dalam mengarahkan peran bank. (fahmi.achmad@bisnis.co.id)

    Oleh Fahmi Achmad
    Bisnis Indonesia

    Tidak ada komentar: