Senin, 04 Agustus 2008

Pembelian unit penyertaan reksa dana melonjak 43,25%

Bursa
Selasa, 05/08/2008
Pembelian unit penyertaan reksa dana melonjak 43,25%
JAKARTA: Jumlah pembelian unit pe-nyertaan (subscription) reksa dana pada Juli mencapai Rp9,25 triliun atau melonjak 43,25% dibandingkan dengan Juni Rp6,45 triliun.

Padahal volatilitas harga saham dan surat utang masih tinggi. Hal itu ternyata tidak memengaruhi minat pemodal reksa dana untuk menanamkan dananya.

Dari data yang dilansir oleh Bapepam-LK jumlah dana kelolaan reksa dana pada Juli mencapai Rp95,36 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian Juni sebesar Rp94,43 triliun. Pemodal tampaknya mulai memanfaatkan momentum menurunnya nilai aktiva bersih (NAB) per unit dengan aksi beli. Akibatnya, jumlah unit reksa dana yang dipasarkan bertambah dari 62,24 miliar pada Juni menjadi 64,3 miliar.

Tidak hanya itu, keinginan pemodal meningkatkan investasinya di reksa dana juga ditunjukkan dengan penurunan nilai penarikan (redemption) pada bulan lalu menjadi Rp6,4 triliun dibandingkan dengan Juni Rp6,53 triliun.

Aktivitas reksa dana (Rp miliar)
JenisJuniJuli
Pendapatan tetap16.558,2616.588,24
ETF saham59,6282,69
Saham35.533,7834.205,81
Campuran14.162,6913.841,42
Pasar uang 5.656,76 5.446,02
Terproteksi20.529,4923.280,31
Indeks181,95181,53
Syariah 1.194,671.147,79
ETF pendapatan tetap556,05 595,43
Sumber: Bapepam-LK

Analis senior PT Infovesta Utama Rudiyanto mengatakan pemodal mulai mengubah strategi investasinya dengan menaruh dana ke reksa dana terproteksi dan pasar uang karena memiliki risiko yang relatif aman dibandingkan saham.

"Reksa dana terproteksi, pendapatan tetap dan pasar uang akan menjadi incaran pemodal saat ini. Tidak hanya itu, maraknya izin manajer investasi juga menjadi penopang kinerja reksa dana," ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Dari data Bapepam-LK, pada Juli pemodal pa-ling banyak menanamkan dananya pada reksa dana terproteksi sebesar Rp261,3 miliar, pasar uang Rp96,84 miliar, saham Rp27,66 miliar dan pendapatan tetap Rp14,85 miliar.

Pajak obligasi

Berkaitan dengan rencana pemerintah me-ngenakan PPh final pada obligasi yang dijadikan aset dasar reksa dana, pelaku industri reksa dana menyarankan agar pemodal tidak panik.

"Pemodal tidak usah panik, karena semuanya dalam tahap negosiasi," ujar Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto.

Menurut dia, tiga pihak yang terlibat, yaitu Bapepam-LK, Ditjen Pajak, dan pelaku industri reksa dana, sedang mendiskusikan besaran pajak yang akan dikenakan.

Direktur Utama PT Lautandhana Investment Ma-nagement Ahmad Subagja mengatakan penge- naan pajak obligasi berpotensi mengurangi minat manajer investasi (MI) untuk membuat produk reksa dana pendapatan tetap, terproteksi, dan pasar uang.

"Tahun depan, berapa pun besaran pajak, tentu akan membuat peluncuran reksa dana dengan aset dasar obligasi akan menurun, dan akan membuat reksa dana jenis lain seperti reksa dana saham dan tujuan khusus akan meningkat," ujarnya.

Reksa dana tujuan khusus, lanjutnya, atau yang biasa disebut kredit investasi kolektif dengan penyertaan, memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena MI harus mengumpulkan dana sebesar Rp25 miliar sebelum mengajukan reksa dana tersebut ke Bapepam-LK.

Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi Andreas M. Gunawidjaja mengatakan pihaknya optimistis kebijakan itu tidak mempngaruhi kinerja reksa dana dengan alasan pemodal lebih pandai dibandingkan dengan ketika terjadi krisis reksa dana pada 2005.

"Mungkin efeknya akan terasa dalam waktu singkat karena pajaknya relatif kecil, yang penting jangan panik," ujarnya. (21) (rahayuningsih@bisnis.co.id)

Oleh Rahayuningsih
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: