Rabu, 10 Oktober 2007

पेमोदल हरुस ubah होरिजों इन्वेस्तासी, इंडेक्स देकती लेवल २.600

Halaman Depan
Kamis, 11/10/2007

Pemodal harus ubah horizon investasi
Indeks dekati level 2.600

JAKARTA: Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta kembali menanjak, yang diperkirakan berlanjut dalam 6-12 bulan ke depan hingga mengantarkannya ke level 2.900.

IHSG kemarin ditutup naik 44,88 poin atau 1,76% ke level 2.591,48. Indeks terus naik menembus rekor tertinggi baru dalam lima hari berturut-turut sejak Kamis pekan lalu.

Kenaikan indeks didorong oleh saham Grup Astra, yakni PT Astra International Tbk (ASII), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).

Saham ASII ditutup di level Rp22.200 setelah naik Rp950, AALI naik Rp800 jadi Rp18.950, dan UNTR naik Rp650 menjadi Rp9.850. Di samping itu, saham PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) naik Rp6.000 menjadi Rp75.000, dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik Rp350 menjadi Rp7.200.

Di saat yang sama, indeks regional mencatatkan kenaikan dengan besaran yang beragam mulai dari 0,10% seperti dibukukan Nikkei 225 di Jepang, hingga lebih dari 1% seperti Hang Seng di Hong Kong (1,21%), Kospi Korsel (1,34%), dan Sensex India (2,07%).

Indeks Taiex Taiwan, Straits Times Singapura, dan Shenzen China bergerak berlawanan arah dengan membukukan penurunan masing-masing 0,80%, 0,42%, dan 0,48%.

Bergerak naik

Indeks Wall Street di AS, yang lazim digunakan sebagai acuan, bergerak naik. Pada penutupan perdagangan Selasa, indeks Dow Jones Industrial Average menguat 0,86% atau 120,80 poin ke 14.164,53. Indeks S&P 500 meningkat 0,81%, dan Nasdaq naik 0,59%.

Analis Sinarmas Sekuritas Samuel Sudeswanto Yeung menilai sentimen positif masih berlanjut sampai beberapa pekan ke depan. Menurut dia, pemodal harus mengubah horizon investasinya menjadi jangka menengah ketimbang jangka pendek harian, karena risikonya lebih besar.

"Penguatan akan berlanjut dalam 6-12 bulan ke depan hingga indeks menembus level 2.900. Kenaikan ditopang oleh laporan keuangan emiten triwulan ketiga yang diperkirakan lebih baik," tuturnya, kemarin.

Samuel belum melihat indikasi negatif yang menunjukkan pasar bergerak berlawanan arah. Selain sentimen individu emiten, faktor fundamental makroekonomi bagus. Inflasi Oktober meski cenderung tinggi, September relatif terkendali, dan suku bunga masih menarik.

Faktor eksternal, kata Sudeswanto, yakni pasar AS juga menunjukkan pola bullish, di mana indeks Dow Jones berpeluang menembus level 15.000. Peluang tetap terbuka, meski Federal Reserve menyatakan tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga lagi. Hal ini karena mereka yakin perekonomian AS masih tumbuh.

Dengan pernyataan itu pelaku pasar yakin The Fed bakal menahan bunganya di 4,75% dalam rapat yang dijadwalkan akhir bulan ini.

"Saham pertambangan, metal, dan pertanian menjadi pilihan investor di saat permintaan komoditas menguat. Permintaan juga didorong oleh harga minyak yang tinggi, sehingga mendorong orang mencari pengganti," kata Andreas Yasakasih, PT Ciptadana Asset Management, seperti dikutip Bloomberg.

Rupiah melemah

Kurs rupiah bergerak berlawanan dengan indeks saham. Rupiah kemarin kembali melemah terhadap dolar AS, meski indeks terus meningkat dan mata uang sejumlah negara menguat drastis terhadap dolar AS.

"Jika melihat pergerakan indeks harga saham, kurs rupiah seharusnya mampu tembus level Rp8.700-an per dolar AS. Tetapi kenyataannya kurs bergerak anomali. Aneh memang," kata Direktur Currency Management Group Farial Anwar kepada Bisnis, kemarin.

Pada perdagangan kemarin, kurs bertengger di level Rp9.083 per dolar AS atau melemah tipis dari sebelumnya Rp9.077. Namun, kurs menunjukkan penguatannya sebulan terakhir sebesar 3,6%.

Terdepresiasinya rupiah ini, menurut Farial, dipengaruhi oleh ekspektasi pelaku pasar bahwa Bank Indonesia tidak akan melepas kurs di bawah Rp9.000 per dolar AS.

Pelaku pasar akan langsung bereaksi ketika rupiah mencapai level Rp9.050 per dolar AS. Hal ini, lanjut Farial, dipengaruhi oleh pernyataan pejabat BI bahwa level aman rupiah saat ini, yakni Rp9.000-an per dolar AS. "Tampaknya tidak akan terlihat kurs mencapai level di bawah Rp9.000, setidaknya hingga akhir tahun ini." (berliana. elisabeth@bisnis.co.id/pudji.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Berliana Elisabeth S. & Pudji Lestari
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: