Kamis, 18 Oktober 2007

लोंजकन हर्गा मिन्यक MENCEMASKAN

Halaman Depan Kamis, 18/10/2007

Lonjakan harga minyak mencemaskan

JAKARTA: Kenaikan harga minyak dunia hingga level US$88 per barel dikhawatirkan mengganggu perekonomian global. Sementara itu, negara-negara pengekspor minyak mentah yang tergabung dalam OPEC kembali menimbang untuk menaikkan produksi minyak para anggotanya demi meredam harga.

Pada awal perdagangan di bursa New York Mercantile Exchange (Nymex) kemarin harga minyak sempat menyentuh US$88,20 per barel yang kemudian ditutup pada level US$87,23 per barel.

"Kenaikan harga minyak hingga di atas US$80 per barel akan mengancam perekonomian dunia," ujar Maizar Rahman, Gubernur Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) untuk Indonesia, kepada Bisnis kemarin.

Untuk itu, menurut dia, OPEC terus memantau perkembangan harga minyak mentah dunia. "Jika harga terus melonjak, OPEC akan menimbang untuk kembali menaikkan produksi."

Dalam pertemuan OPEC di Austria pada pertengahan September 2007, organisasi tersebut memutuskan untuk menambah produksinya sebanyak 500.000 barel per hari (bph) menjadi 31,1 juta bph.

Komitmen menaikkan produksi ke-12 anggotanya, termasuk Indonesia, berlaku efektif pada 1 November 2007.

Maizar mengatakan setelah peningkatan produksi berlangsung, harga minyak mampu teredam, dengan catatan faktor non fundamental seperti ketegangan politik antara Turki dan Irak selesai.

Faktor nonfundamental minyak seperti ketegangan politik di Turki-Irak, dan spekulasi di pasar berjangka akibat pelemahan dolar AS, menurut Maizar, menambah harga minyak sebesar US$15-US$20 per barel. Sementara itu, secara fundamental harga minyak seharusnya berada di kisaran US$60-US$70 per barel. Pada perdagangan sore kemarin harga minyak turun tipis menjadi US$87,23 per barel.

Reaksi bursa

Sebagai reaksi atas kenaikan harga minyak, saham-saham di bursa Wall Street New York mencatat penurunan tajam. Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 71,86 poin (0,51%) ke level 13.912,94. Pelemahan Wall Street tersebut langsung diikuti oleh hampir seluruh bursa regional.

Dari 20 indeks saham di Asia, hanya lima yang menunjukkan peningkatan salah satunya indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup turun 1,07% atau 182,61 poin menjadi 16.955.

Kenaikan indeks BEJ yang mencetak rekor tertinggi baru, terdorong oleh kenaikan harga saham sektor pertambangan dan harga minyak.

Pada perdagangan kemarin, indeks ditutup menembus rekor tertinggi untuk ketujuh kali berturut-turut sejak 4 Oktober, di posisi 2.641,59 setelah naik tipis 3,38 poin atau 0,13%.

Kenaikan indeks banyak dimotori oleh saham sektor pertambangan. Sebanyak enam dari 10 saham pencetak kenaikan terbesar berasal dari sektor eksplorasi sumber daya alam ini. Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menduduki peringkat pertama peraih keuntungan terbesar setelah harganya naik Rp250 menjadi Rp4.675, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) naik Rp270 menjadi Rp1.460, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik Rp300 menjadi Rp3.425.

Sementara itu, kurs rupiah kemarin melemah bahkan sempat tembus ke level Rp9.138 per dolar AS atau turun 0,9%, penurunan terbesarnya dalam dua bulan terakhir, dipicu kekhawatiran pasar akan pelemahan perekonomian AS setelah sektor perumahannya turun yang akan mengancam aset di negara-negara pasar berkembang. (berliana.eli sabeth@bisnis.co.id/pudji.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Berliana Elisabeth S. & Pudji Lestari
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: