Kamis, 12 Juni 2008

Manajer Investasi Tinggalkan Reksa Dana Saham

Bursa
Kamis, 12/06/2008
MI tinggalkan reksa dana saham
JAKARTA: Pelaku industri reksa dana mulai mengurangi peluncuran produk baru reksa dana, menyusul tingginya volatilitas pergerakan saham di bursa. Faktor risiko investasi mengubah peta industri tersebut.

Data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) per Mei menyebutkan tren penerbitan produk baru reksa dana tahun ini bergeser dari reksa dana saham ke reksa dana terproteksi.

Hingga akhir Mei, manajer investasi (MI) menerbitkan sebelas produk reksa dana terproteksi, sehingga total produk ini yang beredar di pasar sebanyak 37. Di sisi lain, reksa dana saham baru hanya diluncurkan dua MI, yakni PT Trimegah Securities Tbk dan PT Fortis Investment Management.

Analis senior reksa dana PT Infovesta Utama Rudiyanto menilai perubahan angin investasi pasar modal mengubah orientasi penjualan produk reksa dana baru. Terlebih, otoritas pasar modal kini mengharuskan produk baru memiliki dana kelolaan minimum Rp25 miliar dalam 90 hari.

Perbandingan produk baru reksa dana (Periode Januari-Mei 2008)

TerproteksiPendapatan tetapSahamCampuranPasar uang
Januari211--
Februari53251
Maret10833-
April97532
Mei119221
Total372813134
Sumber: Bapepam-LK & PT Infovesta Utama (2008)

"Pelaku industri tentu saja melihat tren pasar. Kalau MI nekat menjual produk reksa dana saham, tapi ternyata tidak laku, ya repot karena tidak bisa memenuhi ketentuan Bapepam-LK," tuturnya kepada Bisnis, kemarin.

Krisis keuangan dan kenaikan harga minyak mentah dunia, lanjutnya, membuat profil risiko investasi saham meningkat, yang dibarengi kenaikan imbal hasil (yield) obligasi di pasar surat utang.

Para MI mengoptimalkan yield sebagai kelebihan instrumen investasi surat utang, untuk mengoptimalkan keuntungan investasi (return) terutama ketika mendekati jatuh tempo.

"Yang membedakan investasi saham dan obligasi adalah faktor jatuh tempo. Ketika obligasi mendekati jatuh tempo, harganya akan naik ke titik 100 [par]. Kondisi itu dimanfaatkan MI dengan menerbitkan reksa dana terproteksi," tutur Rudiyanto.

MI, tambahnya, bisa menggunakan sebagian dana investasi di obligasi untuk dibelanjakan ke instrumen investasi lain seperti saham atau pasar uang.

Tumbuh pesat

Rudiyanto menambahkan meski tren penerbitan reksa dana saham mulai surut di pasar, tetapi perkembangan lini produk tersebut terhitung pesat. Pada akhir 2006, hanya ada sekitar 30 produk reksa dana saham, yang kini telah meningkat dua kali lipat menjadi 61 produk.

"Dilihat dari sisi nilai aktiva bersih [NAB], produk ini tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan produk reksa dana lain," ujarnya.

Data Bapepam-LK menyebutkan NAB reksa dana saham kini masih menduduki posisi terbesar, yakni Rp35,41 triliun. Reksa dana terproteksi hanya membukukan Rp19,6 triliun, disusul reksa dana pendapatan tetap Rp17,18 triliun.

Analis Fixed Income PT Panin Sekuritas Benjamin Siahaan mengatakan tren kenaikan suku bunga (BI Rate) saat ini akan mendorong para investor memborong produk reksa dana terproteksi, karena memberikan jaminan proteksi capital.

"Dengan kenaikan inflasi, investor mencari produk investasi lain yang memberikan return tinggi, dan relatif aman. Reksa dana terproteksi akan menjadi salah satu pilihan menarik," ujarnya awal pekan ini. (arif.gunawan@bisnis.co.id)

Oleh Arif Gunawan S.
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: