Senin, 04 Agustus 2008

Kartu kredit, dibenci dan dicinta

Kartu kredit, dibenci dan dicinta
Ausubel dalam artikelnya The Failure of Competition in the Credit Card Market (1991) mengelompokkan pengguna kartu kredit dalam tiga kelompok besar yaitu hampir tidak berisiko, berisiko kecil, dan berisiko besar. Berbeda dengan Ausubel, berdasarkan observasi saya, ada enam persepsi berbeda di masyarakat kita terhadap kartu kredit.

Karena kekurangpahaman mengenai produk perbankan ini dan minimnya self control, tidak jarang persepsi salah yang justru berkembang. Berikut pengelompokan persepsi terhadap kartu kredit versi saya.

Kelompok pertama adalah mereka yang melihat kartu kredit lebih besar mudaratnya daripada manfaatnya. Di mata kelompok ini, tidak ada keuntungan nyata memiliki kartu kredit, sementara biaya tahunan tetap harus dibayarkan. Besar biaya yang hanya beberapa ratus ribu rupiah itu dipandang tidak sesuai dengan manfaat yang diberikan.

Kita dapat memaklumi sepenuhnya jika yang berpendapat seperti ini adalah mereka yang berpenghasilan bulanan sekitar Rp2 jutaan atau kurang. Sayangnya, ada juga kawan saya yang bergaji belasan juta rupiah berpikiran seperti ini.

Bank tidak menyukai kelompok ini terutama yang mempunyai penghasilan cukup besar, tetapi masih belum dapat diyakinkan akan perlunya kartu kredit dalam kehidupannya.

Kelompok kedua adalah mereka yang memahami adanya manfaat dari kartu kredit dan pernah memiliki kartu kredit. Namun, karena kurang dapat mengendalikan diri (self control) saat memegangnya, mereka punya pengalaman buruk berhubungan dengan kartunya.

Mereka pernah terlilit utang kartu kredit yang menjerumuskan karena tidak mampu menahan nafsu belanjanya. Karenanya, sama seperti kelompok pertama, persepsi mereka terhadap kartu kredit juga negatif. Bahwa kartu kredit itu bagaikan ranjau yang sangat menjebak atau bahkan racun yang cukup mematikan.

ersepsi seperti ini memang sangat disayangkan tetapi terhadap orang yang tidak mempunyai self control, kita tidak mempunyai alternatif terbaik selain menganjurkannya untuk berhenti menggunakan kartu kredit. Ini lebih baik daripada kehidupannya diuber-uber tagihan kartu kreditnya. Bank tidak menyukai kedua kelompok pertama ini.

Kelompok ketiga adalah yang menilai kartu kredit itu sangat bermanfaat karena mempermudah manajemen kas dan belanja barang yang dibutuhkan. Kartu kredit sangat diperlukan saat kita menginap di hotel berbintang, menjamu rekan bisnis bersantap di restoran berkelas, menunggu saat keberangkatan di bandar udara, atau saat kita berada di luar negeri.

Kelompok ini akan menggunakan kartu kredit untuk menikmati semua kemudahan di atas. Saat tagihan jatuh tempo sekitar 2 - 6 minggu kemudian, mereka akan melunasi seluruh tagihannya. Inilah kelompok convenience users.

Walaupun berisiko sangat rendah, kelompok ini bukan yang paling disukai bank. Dari convenience users ini, bank hanya akan memperoleh iuran tahunan yang tidak seberapa nilainya, selain merchant's fee tentunya. Inilah persepsi yang benar dan dilakukan mereka yang bijak dalam finansial.

Yang disukai bank

Kelompok keempat adalah yang memandang kartu kredit sebagai peningkatan batas belanja bulanan. Mereka tidak segan untuk membeli tidak saja barang yang dibutuhkan tetapi juga barang yang diinginkan.

Saat tagihan datang, kelompok ini sebenarnya mempunyai kemampuan untuk melunasinya karena mempunyai akumulasi dana dan kekayaan yang cukup, tetapi mereka tidak melakukannya. Mereka lebih suka mengangsur tagihan minimum yang hanya sebesar 10% itu karena terasa sangat meringankan.

Inilah kelompok berisiko rendah menurut Ausubel dan yang paling disukai bank. Kelompok inilah yang diincar dan diperebutkan bank penerbit kartu kredit. Bank tidak ragu untuk memberikan iuran keanggotaan gratis untuk satu atau dua tahun pertama dan memberikan limit kredit hingga puluhan juta rupiah untuk kelompok ini.

Kelompok kelima adalah mereka yang cenderung high profile. Tidak hanya sebagai peningkatan kapasitas belanja, kartu kredit juga dipandang sebagai tambahan kas atau uang tunai di dompetnya. Jika diperlukan, kadang hanya untuk pamer diri, kelompok ini tidak ragu menggunakan kartu kreditnya untuk menarik ATM tunai. Ketika tagihan datang, kelompok ini hanya mampu untuk melunasi angsuran minimum.

Walaupun mempunyai persepsi yang salah, kelompok ini tetap sanggup membayar angsuran minimum setiap bulannya. Selama kewajiban minimum ini dapat dipenuhinya, kelompok ini berisiko sedang dan juga disukai bank penerbit. Bank mulai khawatir terhadap kreditnya kepada kelompok ini saat mereka lupa atau mulai kesulitan melunasi angsuran minimum yang hanya 10% dari saldo utangnya.

Kelompok keenam adalah mereka yang lebih besar pasak daripada tiang. Sama seperti persepsi sebelumnya, kelompok ini juga suka mengambil ATM tunai. Bedanya, kelompok ini mempunyai begitu banyak keinginan dan kurang menyadari kemampuan finansialnya. Kelompok ini umumnya juga tidak mampu membatasi diri saat berbelanja. Akibatnya, tagihan bulanannya terus meningkat.

Inilah kelompok pengguna kartu kredit yang berisiko tinggi yang paling tidak disukai dan sangat dihindari bank. Bukannya mendatangkan keuntungan, bank justru menderita kerugian menghadapi kelompok ini.

Memahami enam persepsi di atas, di kelompok mana Anda berada? Harapan saya, Anda masuk kelompok ketiga.

Budi Frensidy
Staf Pengajar FEUI dan penulis buku Matematika Keuangan

Perusahaan keluarga butuh profesional

Perusahaan keluarga butuh profesional
Sebagian perusahaan keluarga merasakan, profesionalisme merupakan upaya untuk berkembang. Profesionalisme mewajibkan anggota organisasi untuk bertindak secara profesional dalam manajemen, tingkah laku, kepemimpinan, pengumpulan informasi bisnis, akuntabilitas, kompetensi sumber daya manusia dan seterusnya.

Hasil survei The Jakarta Consulting Group terhadap 43 profesional yang bekerja di perusahaan keluarga kelas menengah ke atas di Indonesia menunjukkan sepertiga perusahaan keluarga kurang memberikan otoritas dalam mengambil keputusan strategis bagi perusahaan. Keterbatasan wewenang yang sedikit lebih longgar (28%) diberikan untuk membuat perencanaan strategis. Keterbatasan makin longgar lagi dalam melaksanakan perencanaan yang telah dibuat.

Hasil ini mendukung opini umum bahwa semakin strategis suatu aktivitas dalam perusahaan keluarga, maka otoritas yang diberikan kepada profesional nonkeluarga semakin rendah.

Mengusung profesionalisme dengan melibatkan profesional nonkeluarga tidak jarang juga menimbulkan beberapa isu kesenjangan profesional (professional gaps). Kesenjangan bisa muncul antara anggota keluarga dan profesional nonkeluarga itu sendiri.

Kesenjangan tipe ini cenderung sensitif jika dibiarkan melebar, tetapi bukan berarti anggota keluarga harus menyamai kemampuan teknis dari kalangan profesional. Anggota keluarga justru harus menyerap inti sarinya saja, rincian teknisnya serahkan kepada ahlinya, karena memang bukan wilayah anggota keluarga, terkecuali kalau memang minat utamanya di bidang itu.

Isu kesenjangan profesional juga bisa terjadi antargenerasi, misalkan antara generasi kedua dan generasi ketiga. Bagaimana pun duduk perkara yang menghasilkan isu kesenjangan itu, tetap saja harus dijembatani sehingga tidak menimbulkan masalah yang akan menghambat proses transformasi.

Batu sandungan lainnya adalah kebiasaan lama yang tak pernah mati (old habits never die). Terdapat kebiasaan yang sudah membudaya dan melekat, bukan hanya pendiri melainkan juga eksekutif yang bekerja sama dengan pendiri.

Kadang kala kebiasaan tersebut harus diubah, tetapi karena sudah melekat, kebiasaan itu susah untuk diubah. Isu utama ini terkait juga dengan resistensi untuk berubah.

Apalagi di sisi yang lain, pendiri atau pemilik perusahaan sering menjadi terlalu percaya diri dengan kemampuannya. "Oh, saya sudah bisa membangun bisnis selama 30 tahun dan berkembang baik, kenapa saya harus berubah, kenapa saya harus bertindak profesional?"

Kebiasaan sulit dipisahkan dari pelakunya, karena terkait dengan mindset. Tidak mudah memang mengharapkan orang lain untuk berubah, apalagi orang lain tersebut adalah pihak yang lebih senior. Yang dapat dilakukan secara bertahap adalah meyakinkan bahwa ada yang lebih baik dibandingkan dengan kebiasaan lama itu.

Penekanannya di sini adalah tidak mendahulukan untuk mencela kebiasaan lama sebagai hal yang buruk, tetapi mengajukan alternatif yang lebih baik. Hal ini secara psikologis gampang dimengerti. Jika penekanannya adalah mencela kebiasaan lama sebagai hal yang buruk, maka pihak yang melakukan kebiasaan tersebut akan merasa diserang dan sebagai reaksinya akan cenderung defensif. Padahal, orang yang berada pada posisi defensif, akan berpikir menang - kalah yang sudah keluar konteksnya dari maksud semula.

Bukan keluarga

Mengapa non-family management members masuk? Para profesional menyediakan sumber informasi, keahlian, dan pengalaman yang belum dimiliki oleh perusahaan keluarga. Mereka juga mendukung akuntabilitas dalam manajemen. Para profesional membantu mengevaluasi ide, strategi dan memberikan pandangan yang lebih objektif.

Namun, dengan masuknya mereka, ada kekhawatiran yang muncul menyangkut management control, yaitu adanya kemungkinan decreasing atau bahkan loosing power and control. Kekhawatiran ini sering menjadi penyebab keengganan sebagian dari pemilik atau pendiri perusahaan untuk melakukan pendelegasian. Kekhawatiran lain adalah kemungkinan terjadi konflik nilai antara para pemilik dan profesional. Konflik bisa terjadi kalau kita tidak mampu memadukan nilai-nilai dari kedua belah pihak.

Peran non-family members, terutama profesional, masuk terutama karena keahlian dan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh anggota keluarga. Jika kebetulan anggota keluarga mempunyai keahlian dan kompetensi yang sama dan cukup, dari sisi ini sebetulnya tenaga profesional tidak diperlukan lagi. Namun demikian, ada posisi yang tidak mungkin diisi semua oleh anggota keluarga dan diperlukan profesional dari luar.

Menyiapkan perusahaan keluarga bagi profesional tentu ada cara dan sistem komunikasinya. Keluarga sebaiknya menyadari dan mendukung bahwa posisi kunci harus ada yang diserahkan kepada orang lain yang lebih kompeten, dan menyiapkan resolusi konflik yang mungkin terjadi. Ini berarti, jika pendiri atau pemilik mengundang orang dari luar, maka harus diketahui terlebih dahulu kira-kira apa potensi konfliknya dan bagaimana menghadapinya.

Jika orang luar masuk dalam organisasi, apalagi dalam posisi kunci, tentu dia ingin mengetahui segala sesuatu dari semua lini bisnis itu. Di sinilah pentingnya transparansi budaya organisasi dalam hal ini. Jika tidak ada transparansi, dikhawatirkan profesional non-keluarga ini akan sekadar menjadi 'umpan' saja, duduk dan melakukan sesuatu tanpa mengetahui apa yang terjadi di dalam organisasinya.

Jika ada anggota keluarga yang tidak mendukung non-family members untuk menduduki posisi kunci akan timbul masalah. Sebaliknya, dibutuhkan fleksibilitas pihak profesional, sehingga tidak perlu memaksakan idealismenya dijalankan seratus persen ke dalam perusahaan seketika itu juga. Kedua belah pihak diharapkan dapat menunjukkan kemampuan untuk bekerja sama secara sinergis dan harmonis.

A. B. Susanto
Managing Partner The Jakarta Consulting Group

Cash management untuk bisnis dan pengusaha

PT Bank Pan Indonesia Tbk
Cash management untuk bisnis dan pengusaha
Ballroom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta sesak dengan manusia. Mukmin Ali Gunawan, Chairperson Panin Group tampak sibuk menebar senyum kepada para undangan yang berdatangan. Tampak mitra aliansinya, Managing Director Asia Pacific ANZ Banking Group Alex Thursby.

Panin dan ANZ sudah 13 tahun bermitra. Bank terbesar di Australia itu memiliki 30% saham PT Bank Panin Indonesia Tbk. Persekutuan pertama terjadi saat keduanya juga mendirikan PT ANZ Panin Bank, sebuah bank campuran di mana ANZ mengendalikan 85% saham.

Namun, hajatan pada malam itu, Kamis 17 Juli, bukan soal aliansi mendirikan bank lagi. Bank Panin hendak memperkenalkan PaninCashManagement, solusi pengelolaan keuangan untuk bisnis ataupun individu pengusaha. Kehadiran ANZ, tentu bisa mendongkrak pamor acara.

Manajemen bank terbesar ketujuh tersebut, mengundang hampir seluruh nasabah utamanya. Konon, 3.000 undangan disebar, doorprize berupa emas batangan disiapkan. Ini memang soal bisnis, tak salah apabila pemanis dibubuhkan agar tampak memikat.

Dari sisi produk, cash management sebenarnya bukan mainan baru bagi perbankan. Namun, melalui relasi baiknya dengan ANZ ditambah jaringan kantor yang luas, Bank Panin yakin bisa memberikan 'rasa layanan berbeda' dibandingkan dengan lembaga keuangan sejenis yang lebih dahulu menggarap bisnis ini.

Seperti kata Direktur Ritel Bank Panin Ken Ng, layanan cash management dikemas secara khusus dalam rangka membantu nasabah mengelola arus kas dan arus informasi transaksi keuangan. "Dengan didukung lebih dari 300 jaringan, PaninCashManagement otomatis bisa melayani perusahaan ataupun invididu pengusaha di berbagai wilayah Tanah Air," tuturnya, berpromosi.

Apabila membalik memori, aksi Bank Panin memberikan layanan cash management ini adalah buntut transformasi perusahaan dalam 10 tahun terakhir. Setelah sempoyongan akibat krisis ekonomi pada 1998, bank ini banting setir untuk mulai melakukan diversifikasi usaha dengan memperkecil bisnis korporasi dan memperbesar sektor komersial dan ritel.

Bisnis komersial, misalnya, kini telah menggelembung dan mengontribusi 40% kredit bank tersebut. Bisa dipastikan, Bank Panin memiliki basis nasabah yang lebih besar, dibandingkan dengan satu dekade sebelumnya yang berkutat di sektor korporasi.

Solusi finansial

Ken mengakui untuk saat ini target utama penjualan produk cash management adalah nasabah existing sebelum ekspansi mengejar nasabah baru. "Kami ingin menyediakan satu paket solusi finansial yang komplet, platform terintegrasi dan aman, keandalan serta ketepatan, risiko yang minimal, serta administrasi yang rapi."

Pilihan untuk menjadikan nasabah kredit sebagai sasaran nasabah cash management sangat masuk akal. Ibaratnya seperti berburu di kebun binatang, bank hanya memerlukan energi yang minimal untuk mendapatkan hasil optimal. Tinggal dipilih.

Strategi ini sebenarnya bukan monopoli Bank Panin. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, misalnya, secara terang-terangan menyatakan akan mengejar 35 juta nasabahnya saat mulai menjalankan bisnis kartu kredit. Menjaring nasabah baru? Tentu saja tetap bisa dilakukan secara paralel.

Menurut Ken, kebutuhan sebuah perusahaan ataupun pengusaha untuk mengelola keuangan secara efisien dan mudah kini tak bisa ditawar lagi. Dinamika bisnis juga menuntut segala macam transaksi diselesaikan lebih cepat, karena detik demi detik sangat berharga.

Urusan transaksi bisnis juga tidak sebatas payroll, menyelesaikan pembelian barang jasa, penerimaan kas hingga pembayaran internasional dan domestik. Perusahaan dan pengusaha kini juga membutuhkan solusi investasi tingkat lanjut untuk dana-dana idle mereka.

Sedikitnya enam fasilitas kini telah tersedia dalam PaninCashManagement yakni Account Payable Management, Account Receivable Management, Payroll, Cash Pick Up & Delivery Services, Liquidity Management, dan Delivery Channels.

Account Payable Management, misalnya, tersedia untuk mengatur pembayaran utang-utang nasabah dengan berbagai fasilitas seperti pindah buku, pembayaran domestik dan internasional, serta melalui cek.

agi nasabah yang memerlukan pengelolaan likuiditas tersedia dua solusi mumpuni yakni sweeping/cash concentration dan investasi. Menurut Ken, sweeping cocok bagi perusahaan yang memiliki banyak cabang dan banyak rekening untuk kemudian disatukan dalam sebuah rekening induk.

Untuk investasi, Bank Panin bersedia memfasilitasi nasabah dalam memilih berbagai instrumen terbaik. Nasabah juga bisa memilih jangka waktu investasi yang sesuai. Misalnya, dana baru akan digunakan satu bulan ke depan, maka dalam periode tersebut investasi dilakukan.

Satu hal yang tak kalah penting dalam bisnis cash management adalah saluran distribusi (delivery channels), yakni jaringan yang digunakan untuk pelayanan. Saat ini tersedia, tujuh sistem saluran pelayanan yakni Bisnet Panin, Internet Panin, Mobile Panin, Call Panin, ATM Panin, dan -tentu saja-cabang.

Bank Panin telah berani memecah kebuntuan, dengan cara total terjun menekuni bisnis cash management. Kendati sedikit telat, belum tentu bank ini akan terus ketinggalan mengingat mereka punya jejak rekam mengesankan saat menapaki bisnis baru. (hery.trianto@bisnis.co.id)

Hery Trianto
Bisnis Indonesia

Awas, aksi pialang 'hitam'

Manajemen
Minggu, 03/08/2008
Awas, aksi pialang 'hitam'
Maksud hati menjadikan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) tempat berdagang kontrak berjangka komoditas dan menjadi sarana lindung nilai, yang justru marak adalah transaksi valuta asing (valas) dan indeks saham asing.

Transaksi komoditas berjangka dengan underlying komoditas primer di BBJ mempunyai payung hukum yang jelas yakni UU No.32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Keputusan Presiden No.119/2001 tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka.

Kini yang justru marak adalah transaksi valas dan indeks saham asing. Padahal dua instrumen itu tidak ada dalam dua suprastruktur tersebut. Transaksi miliaran rupiah itu hanya dilegalkan dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komodti (Bappebti) No.55/2005 yang kemudian direvisi menjadi No.58/2006 mengenai transaksi valas dan indeks saham asing melalui sistem perdagangan alternatif (SPA)

Perdagangan valas melalui SPA inilah yang menuai banyak kecaman dari berbagai pihak lantaran belum ada payung hukum yang kuat untuk melindungi nasabah. Hal itu mendorong pialang berbuat 'nakal' dalam transaksi valas. Imbasnya nasabah dirugikan.

Sepanjang 2006 hingga pertengahan tahun ini Bappebti telah menerima lebih dari 200 pengaduan dari para nasabah dari 64 pialang.

Namun baru 20% yang berhasil diselesaikan Bappebti dengan total pengembalian hingga Rp12 miliar. Sisanya masih diproses, ditindaklanjuti, menggantung, atau bisa jadi tidak diurus.

Salah satu yang mengalami nasib sial adalah Dedi. Dia mulai tertarik menanamkan modalnya ke salah satu perusahaan pialang yang sempat dibekukan oleh BBJ. Pada 7 Maret setahun yang lalu, dia diajak dua rekannya mengikuti presentasi yang dilakukan oleh senior business manager (SBM) dan overseas consultant (OC) pialang tersebut. Saat penjelasan sebelum dimulainya simulasi transaksi, baik SBM dan OC menyatakan transaksi nanti akan selalu profit dan tidak mungkin merugi.

"Alasannya sih sistem dari mereka [pialang] sudah memproteksi agar investor atau klien tidak mungkin merugi, hanya saja investasinya harus besar, kalau kecil susah dapat keuntungan yang besar," ujarnya.

Singkat cerita dari simulasi yang diatur sedemikian persuasif itu akhirnya para nasabah termasuk dirinya tergiur untuk berinvestasi dan diminta menyetorkan dana keesokan harinya pada 8 Maret.

Pihak pialang juga mengatakan dana akan disimpan di segregate account atau rekening terpisah melalui bank yang sudah ditercatatkan di Bursa dan Kliring. Anehnya, kata Dedi, surat perjanjian (agreement) masih kosong sementara dana sudah ditransfer.

Siapa nyana selama proses transaksi, seringkali OC dan SBM memberikan informasi dan petunjuk mengarah pada kerugian. Sementara apabila transaksi Dedi berpeluang profit maka sistem komputer selalu delay beberapa menit sehingga tetap saja merugi. Buntutnya, dia kehilangan Rp100 juta.

Nasib yang sama dialami Dwi. Pada 12 Juli tahun lalu dia menyetorkan US$30.000 ke rekening terpisah Bank Niaga. Dengan iming-iming akan mendapat bonus PDA (personal data assistant), dia diminta menyetorkan dana lagi US$30.000. OC saat itu mengatakan data dapat diambil kembali sewaktu-waktu dan tidak diikutsertakan dalam transaksi. Tidak diduga OC dan SBM melakukan transaksi di luar kesepakatan sehingga klien mengalami kerugian.

Dua kisah ini merupakan sekelumit dari ratusan aduan yang masih terkatung-katung. Lembaga Perjuangan Hak Konsumen Indonesia (LPHKI) mencatat hingga bulan ini sudah ada 66 pengaduan dari tujuh perusahaan pialang berjangka. Lalu bagaimana kita sebagai calon investor mengamankan dana di bursa berjangka? (redaksi@bisnis.co.id)

M. Tahir Saleh
Kontributor Bisnis Indonesia

Niken Rachmad

Kisah Sukses
Minggu, 03/08/2008
Niken Rachmad
Nothing to loose
Banyak cinta ditujukan Niken Rachmad untuk dunia komunikasi. Jalan hidup dan kesempatan yang terbuka lebar membawanya terjun ke dunia tersebut.

Direktur Komunikasi PT HM Sampoerna Tbk ini sedari dulu memang banyak berkecimpung dalam hal pembentukan citra khususnya citra korporasi. Padahal, bidang yang digeluti sekarang jauh melenceng dari ilmu yang ditimbanya di bangku kuliah.

Istri Kristiawan Rachmad ini lulusan jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada. Dia menceburkan diri ke dunia komunikasi bukan tanpa alasan.

Menurut dia, komunikasi memegang peran kunci dalam banyak hal, misalnya membantu perusahaan dalam memasarkan produk. Namun, komunikasi harus dipadukan dengan mawas diri, sehingga amat penting mengetahui keunggulan produk luar dalam, dan mencermati waktu. Pihak yang melepas ke pasaran juga harus bijak untuk memadukan berbagai hal tersebut ke dalam strategi pencitraan.

"Positioning sangat penting untuk membidik yang kita tuju."

Dia menganalogikan hal ini ke dalam fenomena yang ada sekarang. Dalam pemikirannya, para tokoh yang yang akan melaju ke pemilihan umum harus menyadari bahwa target pemilih yang bisa disasar sangat luas.

Mereka, menurut dia, harus pintar-pintar mewujudkan visinya ke depan melalui sarana yang pas. Untuk itu, peran pembentuk citra sangat diperlukan di sini. Di samping itu, bangsa ini juga harus lebih menguatkan posisi di mata dunia.

Beragam kebudayaan harus lebih diperkenalkan di kancah internasional, sehingga masalah batik yang dipatenkan negara lain tidak menular ke kebudayaan Indonesia lainnya.

Citra Sampoerna

Di babak lain, Niken yang sudah 11 tahun bergabung di perseroan, bersama tim berhasil melambungkan citra Sampoerna menjadi perusahaan yang bertanggung jawab. Dia bilang butuh sekitar sembilan tahun untuk mewujudkan citra tersebut, sejak Sampoerna melangkah menjadi perusahaan terbuka pada 1991.

Dulu banyak orang menganggap Sampoerna perusahaan besar dan kaya, hanya sebatas itu. Perseroan tidak mau hanya dikenal sebatas itu, maka Niken dan tim pun bekerja keras merubah dan pada akhirnya berhasil, klaimnya.

Menjadi Direktur Komunikasi perusahaan terbuka menurutnya amat sulit sekaligus menantang. Dengan sekuat tenaga komunikasi perusahaan dijaganya selalu transparan, baik yang mengalir ke pemangku kepentingan, pemegang saham, maupun media massa.

"Kalau ada kerugian kami terbuka, kami juga menjelaskan bahwa mengembalikan keadaan memerlukan waktu. Kami selalu membuka diri kepada semua pihak yang ingin menanyakan," katanya.

Ibu dua anak ini belajar banyak dari pengalamannya saat menjadi konsultan dan kiprah di dunia jurnalistik dan humas dalam mengelola arus komunikasi perusahaan sebesar Sampoerna. "Pengalaman adalah guru yang paling baik, itu mematangkan saya."

Bisa dibilang Niken kenyang pengalaman di dunia jurnalistik dan humas. Karier jurnalistiknya cukup lama. Dia sempat menjadi jurnalis dan penyiar ABC Australia selama dua tahun dan tiga tahun di Voice of America - Washington DC.

Dia sangat menikmati profesi jurnalisnya. Sebagai jurnalis dia bisa menceritakan semua kejadian yang dia liput ke seluruh dunia. Itu salah satu momentum yang paling membanggakannya, menjadi jurnalis di negeri orang, sementara belum banyak orang Indonesia yang melakoninya saat itu.

Sekembali ke Indonesia pada 1974, banyak kawan Niken berprofesi di dunia periklanan. Dia pun tidak mau melepas kesempatan untuk mencoba, lantas dia dan beberapa teman membuat divisi humas guna membantu klien menangkal isu negatif.

Seterusnya dia aktif di dunia humas, dan sempat dua tahun menjabat Kepala Divisi Kreatif PT Citra Lintas Indonesia. Tidak hanya itu, dia pernah memegang jabatan penting sebagai Managing Director Indo-Ad Public Relations selama delapan tahun hingga akhirnya berlabuh di Sampoerna.

"Saya sempat bertanya apakah humas cocok dengan apa yang saya mau, tetapi saya coba jalani dengan nothing to loose. Hasilnya semua berjalan lancar."

Semuanya dipelajari secara otodidak, dan Niken belajar sedikit-sedikit. Sebagai contoh, pada 1980-an dirinya belajar menyelenggarakan ajang promosi produk baru.

Dengan bermunculan beragam kegiatan, fungsi humas menjadi amat penting. Seiring waktu mulai bermunculaan tokoh humas dan konsultan di bidang komunikasi.

Dunia komunikasi mulai menggeliat sejak dua dekade belakangan, Niken beruntung menjadi salah satu pionir bidang tersebut. Komunikasi berkembang pesat sebagai ilmu dan aplikasi sejalan dengan besarnya kebutuhan akan pencitraan yang canggih dan strategis di Tanah Air.(redaksi@bisnis.co.id)

Noerma Komalasari
Kontributor Bisnis Indonesia

BIODATA
NamaNiken Rachmad
Tempat/tgl lahirMalang, 25 Februari 1950
SuamiKristiawan Rachmad
AnakArdi Isnandar Ardhini Citrasari (Sita)
PendidikanFIPA Universitas Gadjah Mada (1969–1972)
Kursus singkat
  • Manajemen Komputer Caulfield Tech, Melbourne (1974)
  • Creative Advertising Workshop – Ogilvy & Mather Hong Kong (1979)
  • Pelatihan Jurnalistik, Georgetown University, Washington, DC (1984)
  • Pengalaman kerja
  • Direktur Komunikasi PT HM Sampoerna Tbk (1998 - sekarang)
  • Managing Director Indo-Ad Public Relations, Jakarta (1990 – 1998)
  • Konsultan – PT Indo Ad, Jakarta (1988 – 1989)
  • Kepala Divisi Kreatif PT Citra Lintas Indonesia, Jakarta (1985 – 1987)
  • Jurnalis dan Penyiar Radio Voice of America – Washington DC (1982 – 1985)
  • Creative Copywriter Indo-Ad Advertising, Jakarta (1978 – 1982)
  • Office Manager – Denpasar Water Supply Project (1974 – 1976)
  • Jurnalis dan Penyiar Radio ABC Australia – Melbourne (1972 – 1974)
  • Simon & Jahja CFO terbaik

    Keuangan
    Selasa, 05/08/2008
    MEDIASI
    Simon & Jahja CFO terbaik
    JAKARTA: Simon Mawson, Chief Financial Officer PT Astra International Tbk mendapatkan penghargaan sebagai CFO terbaik versi majalah Finance Asia 2008. Posisi kedua diraih Jahja Setiaatmadja yang sekarang menjabat Wadirut PT Bank Central Asia Tbk.

    Jahja menyampaikan terpilihnya sebagai CFO terbaik versi Finance Asia 2008 karena dianggap para investor di kawasan Asia masih menjabat pada posisi tersebut.

    "Padahal pada 2005 saya sudah menjabat Wadirut BCA. Tetapi, mungkin mereka menilainya kinerja sebelumnya. Jadi, ya saya bersyukur saja atas penganugerahan ini, karena berkompetisi dengan ratusan perusahaan publik di Indonesia," paparnya kepada Bisnis di Jakarta, kemarin.

    Dalam kesempatan itu, juga diberikan anugerah kepada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk sebagai bank terbaik, Danareksa Sekuritas sebagai sekuritas terbaik. Bank Mandiri terpilih menjadi Best Change Management, Bank Danamon sebagai Best Trade Finance Bank dan BCA sebagai Best Foreign Exchange Bank. (Bisnis/11)

    Pengalihan personel BPKP kontraproduktif

    Ekonomi Makro
    Selasa, 05/08/2008
    Pengalihan personel BPKP kontraproduktif
    JAKARTA: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menilai usulan Badan Pemeriksa Keuangan atas pengalihan personelnya ke kementerian dan lembaga negara serta pemda merupakan hal yang kontraproduktif.

    Kepala BPKP Didi Widayadi menegaskan seharusnya dilakukan adalah mengukuhkan BPKP sebagai lembaga audit internal keuangan pemerintah secara penuh guna mengimbangi fungsi BPK selaku audit eksternal.

    "Kami hanya memiliki 7.000 personel. Padahal kalau dialihkan seperti saran BPK, kebutuhannya hampir sekitar 21.000 orang. Ini menjadi kontraproduktif," tegasnya selepas seminar bertema Pembangunan Aparatur Negara di kantor Bappenas, kemarin.

    Usul pengalihan personel BPKP ke kementerian dan lembaga (K/L) atau pemda sempat diucapkan Anggota BPK Baharuddin Aritonang. Dia menyatakan optimalisasi fungsi personel BPKP hanya maksimal jika sumber daya manusia di lembaga auditor internal pemerintah itu dialihkan. (Bisnis, 26 Juli)

    Sebaliknya Didi menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengukuhkan BPKP sebagai lembaga audit internal secara menyeluruh karena fungsi ini sangat logis, seperti juga diterapkan di negara lain.

    "BPKP akan menjadi lembaga auditor internal [secara penuh] yang melakukan pengawasan dan audit secara akuntabel dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden," tambahnya.

    Untuk keperluan itu, lanjutnya, pemerintah akan segera mengeluarkan dua peraturan presiden (perpres). Pertama, perpres mengenai sistem pengendalian keuangan internal pemerintah. Kedua, perpres tentang peran BPKP.

    Oleh Dewi Astuti
    Bisnis Indonesia

    'Asumsi dasar minyak masih bisa berubah'

    Ekonomi Makro
    Selasa, 05/08/2008
    'Asumsi dasar minyak masih bisa berubah'
    JAKARTA: Panitia Anggaran DPR menilai asumsi dasar harga minyak dalam RAPBN 2009 dapat kembali berubah karena gejolak harga minyak mentah dunia yang tidak menentu.

    Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis mengatakan turunnya permintaan minyak dunia belum diikuti dengan penurunan permintaan dalam negeri. Selain itu, produksi minyak juga tidak menunjukkan peningkatan nyata sehingga pasok dalam negeri masih mengalami kekurangan.

    "Selama lifting minyak tidak naik secara signifikan Indonesia akan tetap mengalami shortage [kekurangan] atas minyak, tetapi tidak seberat kalau harga minyak naik," ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.

    Pemerintah belum lama ini kembali mengubah besaran asumsi dasar untuk harga rata-rata minyak mentah dalam negeri pada RAPBN 2009 sebesar US$130 per barel dari perkiraan sebelumnya US$140 per barel.

    Kendati demikian, pemerintah mempertahankan cara konservatif dengan tetap menyiapkan dana cadangan risiko fiskal dalam RAPBN 2009, untuk mengantisipasi lonjakan harga minyak mentah dunia hingga level US$160 per barel.

    Ekonom Kepala Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa meyakini kecenderungan harga minyak akan turun tahun depan hingga level US$100-US$ 120 per barel.

    Angka ini sesuai dengan prediksi OPEC akan menurunnya permintaan minyak dunia hingga 700.000 barel per hari atau menjadi 31,2 juta barel per hari pada tahun depan. "Jadi pemerintah tidak perlu lagi naikkan harga BBM tahun depan," ujarnya kepada Bisnis.

    Selain itu, lanjutnya, penurunan harga minyak juga akan berpengaruh pada laju inflasi dalam negeri. Dia memperkirakan inflasi akan kembali ke single digit pada Mei 2009.

    Inflasi realistis

    Sementara itu, Bank Dunia menyatakan target inflasi Pemerintah Indonesia tahun ini masih realistis dan dicapai dengan kebijakan moneter konvensional seperti kenaikan suku bunga.

    Country Director Bank Dunia untuk Indonesia Joachim von Amsberg mengatakan tantangan inflasi tinggi tidak hanya membelit Indonesia, melainkan semua negara. Otoritas fiskal dan moneter Indonesia cukup responsif menghadapi tantangan tersebut.

    "Sejauh ini, BI dan pemerintah melaksanakan kebijakan dengan bagus, kami percaya target inflasi 6,5%-7,5% pada akhir 2009 bisa dicapai," tuturnya kepada pers di Bali, akhir pekan lalu.

    Inflasi tinggi, ujarnya, saat ini menjadi tantangan sulit bagi semua bank sentral di dunia. (16) (arif.gunawan@bisnis.co.id)

    Oleh Arif Gunawan S.
    Bisnis Indonesia

    Pembelian unit penyertaan reksa dana melonjak 43,25%

    Bursa
    Selasa, 05/08/2008
    Pembelian unit penyertaan reksa dana melonjak 43,25%
    JAKARTA: Jumlah pembelian unit pe-nyertaan (subscription) reksa dana pada Juli mencapai Rp9,25 triliun atau melonjak 43,25% dibandingkan dengan Juni Rp6,45 triliun.

    Padahal volatilitas harga saham dan surat utang masih tinggi. Hal itu ternyata tidak memengaruhi minat pemodal reksa dana untuk menanamkan dananya.

    Dari data yang dilansir oleh Bapepam-LK jumlah dana kelolaan reksa dana pada Juli mencapai Rp95,36 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian Juni sebesar Rp94,43 triliun. Pemodal tampaknya mulai memanfaatkan momentum menurunnya nilai aktiva bersih (NAB) per unit dengan aksi beli. Akibatnya, jumlah unit reksa dana yang dipasarkan bertambah dari 62,24 miliar pada Juni menjadi 64,3 miliar.

    Tidak hanya itu, keinginan pemodal meningkatkan investasinya di reksa dana juga ditunjukkan dengan penurunan nilai penarikan (redemption) pada bulan lalu menjadi Rp6,4 triliun dibandingkan dengan Juni Rp6,53 triliun.

    Aktivitas reksa dana (Rp miliar)
    JenisJuniJuli
    Pendapatan tetap16.558,2616.588,24
    ETF saham59,6282,69
    Saham35.533,7834.205,81
    Campuran14.162,6913.841,42
    Pasar uang 5.656,76 5.446,02
    Terproteksi20.529,4923.280,31
    Indeks181,95181,53
    Syariah 1.194,671.147,79
    ETF pendapatan tetap556,05 595,43
    Sumber: Bapepam-LK

    Analis senior PT Infovesta Utama Rudiyanto mengatakan pemodal mulai mengubah strategi investasinya dengan menaruh dana ke reksa dana terproteksi dan pasar uang karena memiliki risiko yang relatif aman dibandingkan saham.

    "Reksa dana terproteksi, pendapatan tetap dan pasar uang akan menjadi incaran pemodal saat ini. Tidak hanya itu, maraknya izin manajer investasi juga menjadi penopang kinerja reksa dana," ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

    Dari data Bapepam-LK, pada Juli pemodal pa-ling banyak menanamkan dananya pada reksa dana terproteksi sebesar Rp261,3 miliar, pasar uang Rp96,84 miliar, saham Rp27,66 miliar dan pendapatan tetap Rp14,85 miliar.

    Pajak obligasi

    Berkaitan dengan rencana pemerintah me-ngenakan PPh final pada obligasi yang dijadikan aset dasar reksa dana, pelaku industri reksa dana menyarankan agar pemodal tidak panik.

    "Pemodal tidak usah panik, karena semuanya dalam tahap negosiasi," ujar Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto.

    Menurut dia, tiga pihak yang terlibat, yaitu Bapepam-LK, Ditjen Pajak, dan pelaku industri reksa dana, sedang mendiskusikan besaran pajak yang akan dikenakan.

    Direktur Utama PT Lautandhana Investment Ma-nagement Ahmad Subagja mengatakan penge- naan pajak obligasi berpotensi mengurangi minat manajer investasi (MI) untuk membuat produk reksa dana pendapatan tetap, terproteksi, dan pasar uang.

    "Tahun depan, berapa pun besaran pajak, tentu akan membuat peluncuran reksa dana dengan aset dasar obligasi akan menurun, dan akan membuat reksa dana jenis lain seperti reksa dana saham dan tujuan khusus akan meningkat," ujarnya.

    Reksa dana tujuan khusus, lanjutnya, atau yang biasa disebut kredit investasi kolektif dengan penyertaan, memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena MI harus mengumpulkan dana sebesar Rp25 miliar sebelum mengajukan reksa dana tersebut ke Bapepam-LK.

    Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi Andreas M. Gunawidjaja mengatakan pihaknya optimistis kebijakan itu tidak mempngaruhi kinerja reksa dana dengan alasan pemodal lebih pandai dibandingkan dengan ketika terjadi krisis reksa dana pada 2005.

    "Mungkin efeknya akan terasa dalam waktu singkat karena pajaknya relatif kecil, yang penting jangan panik," ujarnya. (21) (rahayuningsih@bisnis.co.id)

    Oleh Rahayuningsih
    Bisnis Indonesia

    Boediono: Masih ada faktor eksternal yang harus diwaspadai

    Halaman Depan
    Selasa, 05/08/2008
    Boediono: Masih ada faktor eksternal yang harus diwaspadai
    BI diminta pertahankan bunga
    JAKARTA: Tekanan kepada Bank Indonesia untuk menahan kenaikan BI Rate dalam Rapat Dewan Gubernur hari ini datang tidak saja dari para ekonom, tetapi juga dari pengusaha hingga Kepala Bappenas.

    Namun, beberapa ekonom dan bankir memperkirakan bank sentral akan mengerek suku bunga di level 9%, naik 25 basis poin (bps) dari posisi sebelumnya 8,75%. Ini sejalan dengan isyarat Gubernur BI Boediono bila tekanan inflasi masih sangat tinggi, kendati sudah tidak terpengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak.

    "Kami akan pantau bulan ke bulan dan minggu ke minggu. Mestinya membalik pada bulan kedua setelah kenaikan harga BBM, tetapi tampaknya masih ada faktor eksternal yang harus kita waspadai," papar Boediono, kemarin.

    Dia meminta pemerintah tetap menjamin kelancaran arus barang yang memengaruhi pasokan. "Ada faktor lain di luar BBM, kelancaran arus barang itu sangat penting."

    Gubernur BI memperkirakan pada bulan-bulan mendatang ada pembalikan ekspektasi inflasi. "Untuk bulan ini, memang belum kelihatan. Untuk ke depan, saya rasa bisa kita lihat lagi."

    Senada dengan Boediono, Deputi Senior Gubernur BI Miranda S. Goeltom mengisyaratkan BI Rate naik. "Tidak tertutup kemungkinan, tapi kita lihat dulu."

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, inflasi tahunan (year-on-year) pada Juli 11,9%, lebih tinggi dibandingkan dengan Juni yang 11,03%. Namun, inflasi bulanan Juli (month-to-month) sebesar 1,33%, turun dibandingkan dengan periode yang sama sebelumnya 2,46%.

    Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan bunga BI Rate 8,75% cukup mengendalikan inflasi. Tingkat bunga itu masih dapat menggerakkan sektor riil, meskipun bunga kredit masih tergolong tinggi.

    Perlunya mempertahankan BI Rate, menurut dia, sejalan pula dengan rencana kebijakan BI menaikkan giro wajib minimum (GWM), yang berpotensi meningkatkan kredit macet.

    Paskah berharap bank sentral tidak menerapkan lagi kebijakan keuangan ketat dengan langsung menyesuaikan BI Rate pada setiap ada peningkatan inflasi. "Bisa-bisa bunga bank naik lagi sampai 21%, BI Rate jangan di atas sekarang."

    Ekonom Kepala BNI Tony Prasetiantono menyatakan setuju dengan proyeksi Bappenas, karena saat ini menaikkan suku bunga belum tentu efektif menekan inflasi.

    "Karakteristik inflasi bulan ini lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas di luar negeri. Saya menilai BI tidak perlu menaikkan bunga."

    Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Indonesia Aviliani meminta BI sebaiknya mengkaji ulang rencana menaikkan bunga 25 bps dalam menekan inflasi. Pasalnya, sektor riil akan dirugikan dan kemungkinan banyak yang gulung tikar, karena terbebani bunga utang.

    Ekonom BRI Djoko Retnadi juga meminta hal serupa. "BI sebaiknya memanfaatkan fasilitas lain untuk meredam inflasi. Bisa menggunakan instrumen GWM."

    Thomas Darmawan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), menilai semakin tinggi suku bunga akan menyulit industri menurunkan harga barang pokok.

    "Modal usaha industri sudah naik karena harga BBM sekarang, asalkan jangan BI Rate naik hingga lebih dari 9%. Kalau lebih dari 9%, kami [industri] terbebani suku bunga pinjaman yang sampai 15%. Itu berat," katanya.

    Naik 25 bps

    Wakil Dirut Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja memperkirakan BI Rate masih akan naik 25 bps untuk menarik likuiditas di masyarakat. Pasalnya, yang dihadapi industri perbankan saat ini bukanlah gejolak ekonomi global semata, tetapi ancaman krisis likuiditas.

    Presdir Bank Niaga Hashemi Albakri mengatakan perbankan masih memiliki fundamental yang kuat untuk menahan kenaikan BI Rate sebesar 25 bps, sehingga apabila itu diperlukan untuk meredam inflasi tidak masalah jika dinaikkan.

    Analis Credit Suisse Mirza Adityaswara juga memprediksi BI Rate naik 25 bps, mengingat sejumlah bank sudah mulai menaikkan bunga deposito 1 bulan di atas 9%, karena SBI 3 bulan sudah 9,2% dan SBI 6 bulan 9,75%.

    Direktur Keuangan dan Perencanaan PT Bank Bukopin Tbk Tri Joko Prihanto memperkirakan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps akan berdampak pada kualitas kredit.

    Secara terpisah, Selasa waktu setempat, atau Rabu dinihari waktu Indonesia, 10 anggota komite bank sentral AS, yang diketuai oleh Ben S. Bernanke, mengadakan pertemuan untuk menentukan tingkat bunga The Fed dari saat ini 2%.

    Hasil survei Bloomberg terhadap beberapa ekonom rata-rata memperkirakan The Fed akan mempertahankan bunga. (hery.trianto@bisnis. co.id)

    Reportase: 11, 16, 17, Erna S. U. Girsang, Fahmi Achmad, Gajah Kusumo

    Oleh Hery Trianto
    Bisnis Indonesia

    Saatnya investasi di surat utang

    Halaman Depan
    Selasa, 05/08/2008
    Saatnya investasi di surat utang
    Pada Juni lalu saya menulis artikel di Bisnis Indonesia mengenai prediksi analis energi bahwa harga minyak dunia akan anjlok setelah naik tajam. Sejak itu harga minyak (NYMX WTI) melejit dari US$135 ke US$147, sebelum anjlok ke level US$123 per barel dalam waktu dua minggu.

    Saya berpendapat bahwa dengan turunnya harga minyak, harga komoditas energi lainnya akan ikut turun. Harga batu bara (ICE Rotterdam) pun turun dari US$224 ke US$188 per metric ton, sementara harga gas alam turun dari US$13,5 ke US$9,2 per MMBTU pada Juli.

    Para analis yang memprediksi turunnya harga energi bukanlah peramal hebat. Mereka hanya mengutarakan logika ekonomi, di mana sewaktu Amerika Serikat mengalami resesi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi dunia melambat-akibatnya pertumbuhan konsumsi energi dunia ikut melambat-semestinya harga energi turun, bukan sebaliknya.

    Memang, harga komoditas, terutama energi, sempat naik tajam karena investor internasional pesimistis berinvestasi di pasar finansial. Pesimisme ini disebabkan anjloknya pasar saham dunia sejak krisis kredit pemilikan rumah subprime memicu krisis perbankan AS pada triwulan III/2007. Akibatnya, investor menarik dana dari pasar saham dan menginvestasikannya di pasar komoditas seperti minyak, batu bara, dan emas.

    Di mata investor, kenaikan harga komoditas dianggap mampu melebihi inflasi. Tetapi aksi investor dan spekulator ini justru memicu kenaikan harga komoditas dan inflasi serta memperpuruk harga saham.

    Tanpa membaliknya kepercayaan investor terhadap pasar finansial, bursa saham dunia akan terus terpuruk. Sejak awal 2008, indeks bursa saham New York telah anjlok 14%, London 17%, Tokyo 13%, Jakarta 17% dan Shanghai 46%.

    Setiap kali saya bertemu investor dalam sembilan bulan terakhir, mereka mengeluh telah rugi besar, pasrah, takut cut loss (menjual saham di bawah harga beli), marah atau berdoa untuk intervensi Tuhan.

    Saya belum pernah melihat kepanikan investor separah ini sejak anjloknya bursa saham paska penyerangan teroris ke World Trade Center, New York, pada 11 September 2001.

    Krisis pasar saham 2008 dipicu oleh krisis perbankan dan resesi ekonomi AS. Krisis perbankan disebabkan penunggakan KPR karena bank sentral AS (Federal Reserve) menaikkan suku bunga Fed Funds target rate (FFTR) dari 1,0% ke 5,25% selama 2004-2006.

    Menurut International Monetary Fund, penunggakan ini dapat menimbulkan kerugian di perbankan US$950 miliar atau 7% dari besaran ekonomi (produk domestik bruto) AS. Kerugian ini memicu krisis likuiditas antarbank dan anjloknya harga saham perbankan AS, seperti Citibank yang anjlok lebih dari 70%.

    Masalahnya tidak selesai di sini. Kenaikan suku bunga dan anjloknya harga rumah karena besarnya tunggakan KPR, rakyat AS pun mengerem konsumsinya. Padahal konsumsi masyarakat menggerakkan 70% dari PDB AS.

    Keadaan ini diperburuk dengan kenaikan harga minyak dan energi serta melambatnya konsumsi masyarakat yang menyebabkan resesi ekonomi. Kondisi ini mengurangi keuntungan sektor korporasi. Kondisi tersebut lalu memukul bursa saham AS dan memicu anjloknya bursa saham dunia, yang diperburuk oleh keluarnya dana investor dari pasar saham ke pasar komoditas. Lengkap sudah krisis ekonomi AS.

    Krisis finansial AS ibarat bola salju yang hanya bisa direm dengan beberapa syarat. Pertama, dampak krisis perbankan AS harus segera dibatasi. Kedua, keterpurukan sektor properti AS harus dibatasi. Ketiga, kepercayaan investor terhadap pasar finansial harus pulih. Keempat, harga minyak harus turun.

    Menghadapi krisis ini, Federal Reserve bertindak cepat dengan memangkas FFTR ke level 2,0%, menyelamatkan perusahaan sekuritas Bear Sterns yang hampir bangkrut dan memberi pinjaman ke bank yang kesulitan likuiditas.

    Depkeu AS menyelamatkan dua perusahaan raksasa (Fannie Mae dan Freddie Mac) yang membiayai atau menjamin hampir separuh total KPR sekitar US$11 triliun. Perbankan menghapusbukukan kerugian US$470 miliar. Walaupun kebijakan ini tidak memberhentikan turunnya harga rumah, bank mulai bisa bernapas.

    Angin segar datang dengan turunnya harga minyak. Karena harga minyak naik terlalu cepat, maka harganya turun tajam pula setelah spekulator menarik keuntungan dengan melakukan aksi jual. Selain logika ekonomi, alasan turunnya harga minyak adalah mengecilnya kemungkinan AS atau Israel menyerang Iran, penghasil 5% produksi minyak dunia, karena dianggap membuat senjata nuklir secara ilegal.

    Menurut analis politik, dengan dominasi partai Demokrat di kongres AS, kemungkinan presiden Bush menyerang Iran semakin kecil. Menteri pertahanan dan panglima angkatan bersenjata AS yang dilantik sejak partai Demokrat menguasai kongres pada 2006, secara terbuka juga tidak setuju dengan penyerangan Iran.

    Untuk sementara, kemungkinan konflik di Timur Tengah mengecil dan ini mendukung turunnya harga minyak, yang menurut survei Bloomberg dapat menyentuh US$114 akhir 2008.

    Larinya dana investasi

    Pasar saham dunia akan pulih jika pasar AS pulih, yang diperkirakan terjadi pada triwulan IV/2008, setelah pemilihan presiden dan arah pertumbuhan ekonomi AS 2009 mulai jelas.

    Kebijakan Federal Reserve dan Depkeu AS untuk meredam krisis perbankan memperkuat kredibilitas mereka. Sementara keputusan perbankan untuk menghapusbukukan kerugian subprime menunjukkan transparansi yang disukai investor. Berbagai tindakan ini saja tidak cukup untuk menggerakan dana investor dari pasar komoditas kembali ke pasar finansial.

    Pemicu penarikan dana dari pasar komoditas adalah anjloknya harga minyak. Dana ratusan miliar dolar yang keluar dari pasar komoditas ini mencari investasi baru. Pasar saham dunia masih rentan. Yang paling menjanjikan adalah pasar surat utang, terutama surat utang negara (SUN) yang risikonya paling kecil.

    Indikasinya jelas, karena imbal-hasil (suku bunga) SUN dalam mata uang lokal di beberapa negara turun pesat harga SUN-nya naik dalam beberapa minggu terakhir. Di pasar SUN berjangka 5 tahun saja, pada Juli imbal hasil SUN Brasil turun dari 15% ke 14%, Turki dari 22,5% ke 18,7% dan Indonesia dari 13% ke 11,5%.

    Berdasarkan skenario ini, investor disarankan tidak membeli komoditas, terutama energi, karena harganya diperkirakan turun terus. Investor sangat disarankan membeli dan meningkatkan portofolio SUN rupiah (atau dalam real Brasil dan lira Turki) ke 30% dalam satu-dua bulan ke depan.

    Dari tiga negara ini, SUN Indonesia-lah yang paling menarik karena negara yang suku bunganya tinggi tetapi memiliki surplus neraca transaksi berjalan, artinya kemungkinan besar rupiah bisa stabil bahkan berpotensi menguat. Brasil, India, Turki, Pakistan dan Vietnam semua mengalami defisit neraca transaksi berjalan yang membatasi suport untuk mata uangnya.

    Oleh Fauzi Ichsan
    Senior Vice President Standard Chartered Bank

    Akuisisi berlanjut, Maybank rugi US$1 miliar

    Halaman Depan
    Selasa, 05/08/2008
    Akuisisi berlanjut, Maybank rugi US$1 miliar
    JAKARTA: Malayan Banking Berhad (Maybank) kemungkinan kehilangan lebih dari 3,4 miliar ringgit (US$1 miliar) atau setara Rp9,1 triliun jika melanjutkan akuisisi seluruh saham PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII).

    Maybank membeli 55,6% saham BII dari Sorak Financial Holdings Pte Ltd, konsorsium yang dipimpin oleh Temasek Holdings Pte, senilai US$1,5 miliar atau Rp510 per saham.

    "Perjanjian itu juga mencakup dana penawaran tender atas saham publik BII yang dipatok Rp510 per saham," ujar sumber yang mengetahui transaksi itu seperti dikutip Bloomberg kemarin.

    Bank Negara Malaysia (BNM) pada 29 Juli mencabut persetujuan atas rencana Maybank mengakuisisi BII yang telah diberikan pada Maret 2008.

    Ketua Bapepam-LK Ahmad Fuad Rahmany mengatakan tidak bisa berkomentar.

    Salah hitung

    Presiden Direktur PT Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah menambahkan Maybank seharusnya menghitung untung rugi sebelum memutuskan membeli BII.

    "Dari awal mereka berpikir akan rugi, sehingga mereka membatalkan akuisisi BII. Hal itu mengindikasikan Maybank salah hitung dalam investasi tersebut," ujarnya.

    Bursa efek hingga kemarin masih menunggu penjelasan resmi terkait pembatalan akuisisi saham BII.

    Satu analis saham bank dari broker asing mengatakan dengan berasumsi pada harga akuisisi Rp510 per saham dan 100% saham BII 48,93 miliar saham, berarti potensi kerugian yang diderita Maybank mencapai Rp186 per saham.

    "Dari kalkulasi itu diketahui nilai fundamental saham BII mencapai Rp324 per saham."

    Maybank membeli saham BII pada harga Rp510 per saham, mencerminkan price to book value (PBV) 4,7 kali. Menurut dia, apabila Maybank diwajibkan menjual saham BII maksimal dalam dua tahun ke depan, berarti saham itu harus dijual pada PBV di atas 4,7 kali agar memperoleh keuntungan.

    PBV saham BCA dan BRI, katanya, sekitar 2,5 kali dengan berpatokan pada harga penutupan kemarin.

    "Bagaimana mungkin Maybank menjual saham BII pada PBV di atas PBV saham kedua bank itu yang kinerjanya jauh lebih solid dari BII? Kecuali manajemen baru BII sangat jago dalam turn around, sehingga menghasilkan kinerja BII yang sangat bagus," katanya.

    Berdasarkan riset PT Danareksa Sekuritas pada 29 Juli, estimasi PBV BII pada 2010 hanya tiga kali. Dengan harga saat riset itu diterbitkan pada Rp475 per saham, berarti nilai buku BII Rp158,33 per saham.

    Jika Maybank membeli saham BII dan harus menjual dalam dua tahun ke depan pada harga Rp510 per saham, berarti PBV saham BII harus mencapai minimal 3,22 kali. (sylviana.pravita@bisnis.co.id/wisnu.wijaya@bisnis.co.id)

    Oleh Sylviana Pravita R.K.N. & Wisnu Wijaya
    Bisnis Indonesia